Sukses

Tunanetra Akibat Glaukoma Berdampak Besar Terhadap Kualitas Hidup Penyandangnya

Glaukoma adalah penyebab utama tunanetra di seluruh dunia dan tertinggi kedua setelah katarak.

Liputan6.com, Jakarta Glaukoma adalah penyebab utama tunanetra di seluruh dunia dan tertinggi kedua setelah katarak.

Menurut Ketua Layanan Glaukoma JEC Eye Hospitals & Clinics Prof. DR. dr. Widya Artini Wiyogo, Sp.M(K), penyakit ini bersifat kronis dan memberi dampak sangat besar terhadap kualitas hidup penyandangnya.

Mulai perasaan cemas sampai depresi karena adanya risiko kebutaan, aktivitas sehari-hari juga mengalami keterbatasan lantaran lapang pandang mereka terganggu.

“Kehidupan sosial pun terkendala karena penglihatan yang berangsur-angsur hilang, serta harus bergantung kepada orang lain sehingga produktivitas pun menurun,” kata Widya dalam keterangan pers dikutip Kamis (18/3/2021).

Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K), Dokter Subspesialis Glaukoma JEC, menyayangkan situasi glaukoma di Indonesia masih memprihatinkan lantaran pasien seringkali baru mencari pengobatan ketika sudah pada stadium lanjut.

“Karenanya, penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin melalui pemeriksaan berkelanjutan dan pengawasan dokter ahli secara konstan sangatlah penting. Tak terkecuali, saat pandemi COVID-19,” kata Iwan.

“Tujuannya, agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diperlambat sehingga kebutaan pun tercegah.”

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tentang Glaukoma

Glaukoma adalah salah satu gangguan mata yang jika tidak ditangani dengan baik maka berpotensi menyempitkan lapang pandang mata sehingga pengidapnya hanya bisa melihat objek seolah dari lubang kunci.

Pasien glaukoma membutuhkan penanganan berkesinambungan secara disiplin. Bila tidak, glaukoma berpotensi memicu low vision bahkan sampai buta total tanpa bisa disembuhkan.

Menurut Widya di tengah pandemi COVID-19, kebutuhan pemeriksaan berkala menjadi tantangan bagi pasien glaukoma.

“Penanganan glaukoma tanpa pemeriksaan teratur pada dasarnya berbahaya. Kami mengkhawatirkan pasien yang belum bisa melanjutkan pemeriksaan, terutama mereka yang kondisi glaukomanya tergolong progresif,” kata Widya.

Sebelum pandemi, pada pasien yang berkunjung rutin pun masih didapati adanya peningkatan tekanan bola mata atau kerusakan saraf optik. Mengingat glaukoma bisa datang tanpa gejala, sangat mungkin pasien tidak menyadari terjadinya penurunan fungsi penglihatan mereka, lanjutnya.

Artinya, menunda-nunda pemeriksaan berkala dalam jangka waktu yang panjang bisa memperburuk glaukoma. Kerusakan saraf mata karena glaukoma tidak dapat disembuhkan dan kebutaan akibat penyakit ini berlangsung permanen, papar Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

 

3 dari 3 halaman

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.