Sukses

Perbedaan Mengajar Daring dan Tatap Muka Bagi Guru Tunanetra

Bagi sebagian guru tunanetra, mengajar secara daring selama pandemi COVID-19 menjadi hal yang lebih mudah dilakukan ketimbang harus tatap muka. Namun, ada pula guru tunanetra lain yang masih memiliki kendala terkait mengajar secara daring.

Liputan6.com, Jakarta Bagi sebagian guru tunanetra, mengajar secara daring selama pandemi COVID-19 menjadi hal yang lebih mudah dilakukan ketimbang harus tatap muka. Namun, ada pula guru tunanetra lain yang masih memiliki kendala terkait mengajar secara daring.

Hal ini disampaikan Bima Kurniawan, seorang guru tunanetra yang mengajar di SMA 68 Jakarta. Bagi dirinya pribadi, mengajar secara daring lebih mudah dilakukan karena ia bisa bekerja dari rumah.

“Untuk saya pribadi pembelajaran jarak jauh sangat cocok karena segala sesuatunya bisa dikendalikan dalam teknologi,” kata Bima kepada kanal Disabilitas-Liputan6.com ditulis Rabu (17/3/2021).

Contoh hal yang lebih mudah dilakukan oleh Bima dalam kegiatan belajar mengajar secara daring adalah terkait pengumpulan tugas para murid.

“Kalau dulu mengumpulkan tugas lewat buku ya susah sekali, setelah mereka mengumpulkan saya suruh membacakan tugasnya. Tapi, ketika mereka mengumpulkannya dalam bentuk soft file, itu bisa terbaca oleh pembaca layar sehingga tidak merepotkan para murid.”

Jika ada tugas membuat dialog atau monolog, guru bahasa Perancis ini bisa meminta para murid untuk mengumpulkan tugasnya dalam bentuk video atau rekaman suara.

“Itu sebetulnya sangat mendukung, berbagai aplikasi sangat mendukung penyandang disabilitas netra.”

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tidak untuk Semua Guru Tunanetra

Walau demikian, mudahnya pembelajaran daring tidak dapat dipukul rata bagi semua guru tunanetra, lanjut Bima.

Pembelajaran secara daring memiliki kesulitan tersendiri bagi guru tunanetra yang mengajar di daerah pelosok.

“Misalnya di pedalaman Makassar, Aceh, yang memang kendalanya adalah jaringan.  Mereka itu mau tidak mau tetap sekolah tatap muka dengan protokol yang ketat.”

“Biasanya kalau di daerah-daerah pelosok, akses ponsel pintar dan laptop itu jarang. Paling hanya di lingkungan orang yang sejahtera, kalau di keluarga pra sejahtera biasanya kita tidak bisa memaksakan untuk punya ponsel pintar atau laptop.”

Maka dari itu, menurutnya situasi belajar daring ini tidak selalu dapat dinikmati oleh semua guru tunanetra. Perangkat yang dimiliki, jaringan, hingga lingkungan pun sangat berpengaruh dalam pelaksanaan belajar mengajar, tutupnya. 

 

3 dari 3 halaman

Infografis Plus Minus Belajar dari Rumah Secara Online

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.