Sukses

Kisah Nyata di Balik Penguin Bloom, Pemberi Semangat Hidup bagi Difabel

Sam Bloom yang lumpuh akibat kecelakaan di Thailand kembali menemukan semangat hidup setelah bertemu dengan seekor burung murai yang diberi nama Penguin

Liputan6.com, Jakarta Warga Australia, Sam Bloom yang lumpuh akibat kecelakaan di Thailand kembali menemukan semangat hidup setelah bertemu dengan seekor burung murai yang diberi nama Penguin, yang terluka dan menjadi wadah keluh kesahnya. Kisahnya ia jadikan sebuah film dan buku yang merepresentasi seseorang yang tiba-tiba menjadi difabel.

Kisah ini bermula sekitar delapan tahun lalu. Saat seorang warga Australia, Sam Bloom tengah menikmati liburan keluarga di Thailand bersama suaminya Cameron dan ketiga putranya, Rueben, Noah, dan Oliver.

“Cam dan saya selalu suka bepergian, jadi kami pikir kami ingin membawa anak-anak juga ke luar negeri,” kata pria 49 tahun itu dari rumahnya di pantai utara Sydney, dikutip dari SBS.

Di Thailand, mereka tinggal di sebuah desa kecil di dekat laut, dan dari balkon dua lantai, pemandangan tropis terbentang sejauh mata memandang.

Ia menceritakan saat itu sekitar empat hari masa liburan dan salah satu anaknya melihat tangga menuju dek observasi, jadi mereka semua ikut naik ke dek. Sayangnya pagar yang ia sandari sudah lapuk dan runtuh sehingga Sam jatuh dari ketinggian enam meter.

Sejak itu tulang punggungnya patah, tepatnya di tulang belakang T6 dan T7, mematahkan tengkoraknya di beberapa tempat. Ia pun tergeletak kehilangan kesadaran di atas genangan darahnya. Ia tidak mengingat apapun setelah itu.

“Saya bahkan tidak ingat menaiki tangga. Kenangan pertama saya mungkin satu atau dua hari setelahnya dan ibu serta saudara perempuan saya mengunjungi saya. Saya ingat pernah mengatakan kepada mereka 'apa yang kalian lakukan di sini' dan itu adalah kenangan pertama saya, saya tidak tahu di mana saya berada," katanya.

Bagi Cameron, hari itu akan selamanya terukir dalam ingatannya.

“Itu adalah kejutan yang luar biasa. Secara visual mengerikan dan sangat menakutkan karena tidak ada dari kami yang benar-benar tahu apakah Sam akan selamat,” kata pria 49 tahun itu. Anak-anak yang melihat ibu mereka terbaring di sana terengah-engah dan berdarah, itu adalah sesuatu yang sulit dilupakan, lanjutnya.

Tiga minggu kemudian, Sam diterbangkan pulang dari Thailand dan ia memulai rehabilitasi.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rehabilitasi

“Para dokter di Thailand terus mengatakan 'itu syok tulang belakang', jadi saya berasumsi dalam enam minggu saya akan kembali normal,” katanya.

“Di Australia, saya menjalani MRI dan saat itulah dokter datang dan dengan terus terang berkata, 'Anda tidak akan pernah bisa berjalan lagi'. Saya pikir saya menghabiskan bulan pertama menangis."

Setelah memahami realita, Sam mulai depresi, berduka atas kehidupan lama dan perasaan lama tentang kehidupan baru yang kini harus ia bangun ulang.

"Bagi Sam, sangat sulit hanya menghadapi kenyataan kembali ke rumahnya yang dia cintai dan berada di kursi roda," kata Cameron.

“Sam menjadi sangat tertekan dan merasa terisolasi."

“Saat itulah kami menemukan Penguin (nama burung murai yang mereka temui dan kemudian dipelihara) dan ada perubahan suasana yang luar biasa di dalam rumah.”

Burung murai muda tersebut juga sedang terluka akibat jatuh dari sarangnya. Burung tersebut sangat rapuh dan membutuhkan perawatan. Melihatnya, membuat Sam memiliki tujuan hidup baru.

“Untuk tahun pertama saya hampir merasa seperti menjadi tahanan rumah, saya tidak bisa keluar, saya tidak bisa mengemudi, saya terjebak di rumah,” kata Sam.

“Memiliki Penguin di sini untuk ditemani dan menemani sungguh luar biasa. Ia akan selalu di pangkuan saya atau di bahu saya, ia bersama saya sepanjang waktu jadi saya akan berbicara dengannya terus menerus… mengeluh padanya, saya harus mengatakannya. Ia adalah pendengar yang sempurna; ia tidak pernah menghakimi."

Cameron, seorang fotografer, mendokumentasikan hubungan keluarga dengan burung tersebut, yang kemudian dibuat menjadi sebuah buku yang ditulis bersama penulis Bradley Trevor Greive.

“Kami selalu memiliki harapan bahwa kami akan membantu Penguin menjadi cukup kuat untuk menjalani kehidupan yang bebas dan dilepaskan ke alam liar,” kata Cameron.

“Pemulihan Sam lebih bersifat mental daripada fisik, dan sekitar waktu itu (sejak kedatangan Penguin), Sam mulai kembali berolahraga. Ada perubahan nyata. Sejak kedatangan Penguin, segalanya berubah menjadi lebih baik,” lanjutnya menggambarkan keadaan Sam yang semakin membaik.

Penyesuaian terhadap kehidupan penyandang disabilitas inilah yang terekam dalam film Penguin Bloom, yang dibintangi Naomi Watts, dan dirilis bulan ini. Film ini menggambarkan kehidupan Sam sebelum dan sesudah kecelakaannya.

“Ini adalah tanggung jawab besar karena Anda harus memainkan cerita itu dengan cara yang paling otentik dan bertanggung jawab,” kata Watts dalam pesta perilisan trailer. Ia berupaya bagaimana agar peranannya bisa menggambarkan kisah dari sudut pandang Sam yang kembali terhubung dengan keluarga dan bagaimana menggambarkan kedekatannya dengan burung tersebut.

Untuk mendapatkan representasi disabilitas yang sesungguhnya, Sam turut terlibat dalam produksi film untuk memastikan realitasnya tidak ditutup-tutupi.

"Saya ingin itu mentah dan otentik, tanpa lapisan gula," kata Sam yang kemudian berkata betapa merasa kesepaiannya ia kala itu.

Untuk membantu para pemain dan kru memahami situasinya, Sam menawarkan wawasan. “Sam Bloom menyimpan buku harian yang sangat pribadi dan hanya untuk dirinya sendiri, dan ia membagikannya dengan kami. Dalam beberapa hal, itulah kunci sebenarnya untuk mengetahui bagaimana rasanya berada dalam situasi itu, berada dalam depresi dan memiliki disabilitas fisik yang dia alami,” kata sutradara Glendyn Ivin.

Penggambaran film yang menyentuh sensitifitas disabilitas itu mendapat pujian dari penderita cedera tulang belakang lainnya, Tom Elphick.

Pria berusia 26 tahun itu mengalami cedera tulang belakang, tepatnya tulang belakang C5, akibat kepalanya terbentur pasir saat ia menyelam di bawah ombak bersama teman-temannya lima tahun lalu. Ia merupakan seorang penari profesional yang baru saja mendapatkan pekerjaan impian di sebuah perusahaan tari bergengsi.

"Saya tidak bisa menari lagi,tubuh saya terasa asing bahkan tidak bisa mengangkat lengan atau menggerakkan jari saya. Saya tidak tahu bagaimana menghadapi itu. Untuk orang-orang dengan cedera tulang belakang [film ini] adalah cara untuk berbagi keseharian mereka dengan orang lain," katanya. Ia memuji dengan perilisan film tersebut, orang-orang semakin menyadari rasanya hidup dengan cedera tulang belakang, betapa beberapa orang mungkin memang membuat kemajuan dengan disabilitas tersbeut, namun terkadang mereka juga merasa kesulitan.

Tom adalah duta untuk SpinalCure Australia dan berharap filmnya akan menjadi "suar harapan". Ia menganggap seseorang yang menggambarkan kondisinya di layar itu sangat keren dan ia merasa terhubung.

Pandangan tersebut didukung oleh Joanna Knott, ketua dan salah satu pendiri SpinalCure Australia.

“Cedera tulang belakang adalah proses berkabung yang berkelanjutan karena individu telah kehilangan bagaimana tubuhnya dan kemandirian yang mereka miliki sebelumnya. Mereka harus menyesuaikan diri dengan kehidupan yang benar-benar baru. Hubungan dengan orang-orang perlu dinavigasi ulang dan itu rumit,” katanya.

"Menurut saya film ini menunjukkan bahwa memiliki kehidupan yang menyenangkan meskipun mengalami cedera tulang belakang adalah hal yang mungkin dan hal itu membantu orang untuk memahami sedikit tentang dampak cedera tulang belakang pada seseorang dan keluarga."

Sam juga berharap film itu meningkatkan kesadaran tentang seperti apa upaya yang sebenarnya. Bukan hanya fakta bahwa Anda tidak bisa berjalan, ada lebih banyak hal lagi, katanya. Ia menggambarkan Penguin sebagai semacam wadah untuk menampung keluh kesahnya.

Sam yang kemudian tergabung ke dalam tim para-kano Australia, sering memuji Penguin karena telah menyelamatkannya dan terus bersamanya.

3 dari 3 halaman

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.