Sukses

Rhythm Therapy, Tempat Anak Difabel Bisa Asik Main Drum

Direktur Arttherapy Center Widyatama Dadi Firmansyah mengenalkan Rhythm Therapy sebagai terapi musik untuk anak penyandang disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Arttherapy Center Widyatama Dadi Firmansyah mengenalkan Rhythm Therapy sebagai terapi musik untuk anak penyandang disabilitas.

Menurutnya, rhythm therapy adalah terapi musik yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak difabel guna membantu perkembangan motoriknya. Terapi ini diberikan dengan bantuan alat music seperti drum.

“Kebetulan kita ada kerja sama dengan Therapy Center Universitas Widyatama (Bandung), kebetulan saya juga ada di dalamnya, jadi kita sama-sama mengembangkan untuk masalah terapi,” ujarnya ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa (15/9/2020).

Ragam disabilitas yang mengikuti kelas terapi ini antara lain penyandang autisme, slow learner, dan speech delay.

“Untuk disabilitasnya macam-macam, tidak spesifik, setiap anak tidak dipukul rata untuk masalah penanganannya jadi kita melihat dari jenis disabilitasnya itu sendiri. Tidak mungkin kita mengolah satu anak disamakan dengan anak-anak yang lain.”

Pengajaran Rhythm Therapy di Noise Creative School, Bandung sudah dibuka sejak 2018 lalu. Saat ini, Noise Creative sudah memiliki beberapa alumni dan 3 siswa difabel. Masa terapinya pun berbeda-beda tergantung kebutuhan anak dan keluarganya.

“Biasanya satu tahun dan pertemuannya satu minggu satu kali.”

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terapi Sambil Sosialisasi Inklusif

Dalam terapi musik ini, anak-anak difabel awalnya belajar sendiri-sendiri, tidak dalam satu kelas yang sama. Namun, sering juga mereka dipertemukan dengan difabel atau anak non difabel lainnya untuk kebutuhan sosialisasi.

“Jadi mereka sama-sama belajar, belajarnya bukan ke skill tapi pengembangan kebiasaan dalam bersosialisasi.”

Menurutnya, tanggapan dari anak non difabel pun baik. Mereka dapat mengenal dan lebih mengerti tentang kebutuhan anak difabel yang jarang mereka temui di sekolah masing-masing.

“Ini salah satu cara meningkatkan nilai inklusif, kalau di sekolah-sekolah biasanya masih terjadi bully pada anak-anak difabel, jadi itu yang harus kita kikis.” 

3 dari 3 halaman

Infografis Disabilitas:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.