Sukses

Pandangan Stafsus Presiden Angkie Yudistia Terkait Normal Baru

Staf Khusus Presiden sekaligus aktivis difabel Angkie Yudistia melihat normal baru sebagai pemantik untuk masyarakat lebih memperhatikan kesehatan tubuh selama pandemi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Staf Khusus Presiden sekaligus aktivis difabel Angkie Yudistia melihat normal baru sebagai pemantik untuk masyarakat lebih memperhatikan kesehatan tubuh selama pandemi COVID-19. Pola hidup baru tersebut mendorong setiap orang untuk beradaptasi dengan keadaan.

“New normal atau kenormalan baru menjadi pemantik untuk kita agar lebih memperhatikan imunitas tubuh, kesehatan fisik, kebersihan badan,” kata Angkie kepada Health Liputan6.com, Senin (8/6/2020).

“Ini penting untuk menjauhkan kita dari potensi ancaman virus. Tidak hanya COVID-19, tapi seluruh virus bisa menyerang kita dengan daya tahan tubuh yang lemah. Dalam konteks sosial, kenormalan baru akan menjadi budaya baru dalam bermasyarakat.”

Dilihat dari konteks sosial, ia menjelaskan bahwa masyarakat akan menjalani fase yang berbeda dimana ada pola interaksi antar manusia yang tidak lagi sama. Bahkan, dalam menerapkan aturan serta kebijakan, pemerintah sebagai pemangku mandat akan cepat beradaptasi agar setiap aturan dilaksanakan dengan skema yang tunduk pada protokol kesehatan.

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kesulitan Angkie Selama PSBB dan Solusinya

Tak dapat dimungkiri, aktivitas Angkie selama PSBB jauh berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Ia lebih banyak bekerja dari rumah. Memantau perkembangan setiap kegiatan secara daring melalui gawai.

“Tapi beberapa kali juga harus tetap datang ke kantor. Ke Istana untuk memenuhi panggilan presiden dan ada beberapa tugas yang mengharuskan kehadiran fisik. Tapi ini tentu dengan ketaatan penuh terhadap protokol kesehatan terkait jaga jarak dan higienitas.”

Selama bekerja dari rumah secara daring, ia mengaku sempat mendapat beberapa kesulitan. Ia mengaku, sebagai penyandang disabilitas rungu, kesulitan itu datang saat berkomunikasi.

“Harus diakui memang untuk disabilitas tuli / rungu tentu mengalami kendala dalam berkomunikasi. Selama ini saya selalu membaca gerak bibir lawan bicara dalam komunikasi. Sementara dalam pertemuan daring itu sulit dilakukan, apalagi yang ngomong banyak.”

Untuk menyiasati kendala ini, ia menggunakan aplikasi di telepon pintar untuk mengubah suara menjadi tulisan. Baginya, aplikasi tersebut cukup membantu.

“Ini juga saya lakukan saat rapat-rapat terbatas atau paripurna dengan Presiden melalui media daring Intinya, selalu ada banyak jalan di tengah keterbatasan untuk melampaui batas itu sendiri. Kita bukan orang yang bisa dikalahkan oleh keadaan. Kita adalah pejuang untuk diri kita masing-masing.”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.