Sukses

Platform Komunikasi Pengindap Penyakit Langka Inflammatory Bowel Disease

Kurangnya pengetahuan dan kepedulian terhadap penyakit langka dapat merugikan orang yang memilikinya. Ditambah, jika penyakit langka tersebut sulit didiagnosis.

Liputan6.com, Jakarta Kurangnya pengetahuan dan kepedulian terhadap penyakit langka dapat merugikan orang yang memilikinya. Ditambah, jika penyakit langka tersebut sulit didiagnosis.

Kumudini Ethiraj (29) adalah salah satu orang dengan penyakit langka yang sulit didiagnosis bernama Inflammatory Bowel Disease (IBD). Penyakit ini berupa peradangan pada pencernaan yang dapat memberikan dampak buruk pada tubuh.

Di usia 20, penyakit langka yang diderita baru bisa didiagnosis. Perempuan asal India ini harus menemui banyak dokter sampai akhirnya dapat mengetahui masalah tersebut.

IBD adalah penyakit radang usus kronis yang dapat memiliki dampak yang dalam dan negatif pada lapisan saluran pencernaan. Ini dapat menyebabkan sakit perut yang parah, diare, penurunan berat badan, kekurangan gizi dan bahkan kelelahan.

Gejala IBD, dapat luput dari perhatian banyak orang. Hal ini menyebabkan Kumudini tidak terdiagnosis menderita penyakit tersebut. Itu dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan di kemudian hari juga.

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Membangun Kesadaran Tentang IBD

Setelah lulus, Kumudini mulai bekerja disebuah korporat. Dia bekerja selama lebih dari lima tahun. Sekarang, ia telah menjadi relawan dengan beberapa LSM dan merupakan anggota aktif kelompok 'Crohn dan Colitis Squad' yang berupaya menciptakan kesadaran tentang IBD.

“Biaya pengobatan untuk orang dengan penyakit ini tinggi. Sebagian besar penghasilan saya dihabiskan untuk obat-obatan dan perawatan, ” kata Kumudini seperti dikutip dari Newz Hook.

Baru-baru ini dia bertemu banyak orang dengan kondisi yang sama. 'Crohn dan Colitis Squad' yang menjadi platform untuk saling terhubung dengan orang-orang seperti dia.

“Kami membuat halaman Facebook untuk menciptakan kesadaran di tingkat yang lebih besar. Perjuangan kami sering tidak diperhatikan. Saya tidak bisa menyeimbangkan kehidupan kerja saya karena IBD.”

“Kami membutuhkan kehidupan yang normal. Ini sangat menyakitkan dan mengecewakan. Kami tidak dapat bersosialisasi. Kadang kram sangat menyakitkan sehingga tidak bisa keluar rumah sepanjang hari,” katanya.

Dengan pikiran yang kuat dan tekun serta bantuan banyak orang, Kumudini berharap dapat menciptakan kesadaran tentang IBD di mana-mana. Seperti yang dia katakan, kesadaran tentang penyakit langka akan jauh lebih baik dalam sepuluh tahun ke depan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.