Sukses

FRAISR, Kelompok Pendaki Difabel yang Berhasil Taklukan Kilimanjaro

Kelompok pendaki difabel, Friends of Access Israel (FRAISR) baru berdiri tahun lalu dengan anggota 27 orang. 18 di antaranya berasal dari wilayah metropolitan New York yang terbang ke Afrika untuk taklukan Gunung Kilimanjaro.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok pendaki difabel, Friends of Access Israel (FRAISR) baru berdiri tahun lalu dengan anggota 27 orang. 18 di antaranya berasal dari wilayah metropolitan New York yang terbang ke Afrika untuk taklukan Gunung Kilimanjaro.

Salah satu anggota, Joseph Grunfeld lahir dengan murmur jantung, menjalani tiga operasi punggung, stroke yang membuat satu lengan mati rasa. Hal tersebut tak menyurutkan niatnya untuk menikmati gunung setinggi 5.895 mdpl itu.

Murmur jantung adalah suara tiupan tak normal di jantung yang timbul setiap kali jantung memompa darah. Tak hanya itu, perampokan mengerikan tiga tahun lalu menyebabkan operasi lutut dan membuatnya kesulitan berjalan hingga kini.

Warga New York berusia 62 itu berhasil mendaki Gunung Kilimanjaro di tengah segala keterbatasan. Dengan bantuan tongkat dan ditemani 26 rekannya ia berhasil mengobati kerinduan pada gunung api tertinggi di dunia tersebut.

"Tim secara keseluruhan menunjukkan kepada dunia bahwa segala sesuatu dapat diakses bersama," kata James Lassner, direktur eksekutif FAISR kepada The Post seperti dilansir dari nypost.com.

Lassner adalah salah satu dari kelompok tersebut. Menurut pria usia 55 ini, para difabel telah mendaki banyak gunung sebelumnya. Ia menyandang gangguan stres pasca-trauma setelah mengalami cedera lutut yang menyebabkan enam kali operasi.

"Mereka tidak berbeda dari orang lain karena mereka memiliki mimpi, keinginan, dan harapan yang sama."

Simak Video Berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pendakian Lassner dan Grunfeld

Lassner mulai mendaki gunung yang terletak di Tanzania itu bersama kelompoknya. Namun, pendakian terpaksa putus pada hari kedua atau sepertiga perjalanan. Hal ini disebabkan ia mengalami reaksi alergi dari obat malaria yang membuat tekanan darahnya menurun drastis.

Untuk pendakian terakhir pada hari keenam, kelompok berangkat pada tengah malam di bawah bulan purnama untuk melakukan perjalanan 14 mil atau sekitar 22,5 km. Perjalanan dilakukan tengah malam agar sampai di puncak saat  matahari terbit.

Grunfeld sebagai anggota kelompok yang berhasil mencapai puncak mengatakan suhu kala itu sampai pada satu digit. Dia sendiri tak percaya bahwa ia telah melalui perjalanan tersebut. Bahkan keluarganya tak menyangka ia dapat melakukannya.

Sebelumnya, Grunfeld melakukan pelatihan dengan pelatih pribadi. Program pelatihan berjalan selama 11 minggu yang membuat berat badan turun hingga 20 pound atau sekitar 9 kg.

Meskipun ia berjuang melawan fobia ketinggian, halusinasi, dan masalah pernapasan parah di sepanjang perjalanan yang sulit, tapi pada akhirnya ia menang.

"Itu semua kabur, tapi aku berhasil," katanya. “Saya luar biasa terinspirasi oleh yang lain dengan disabilitas yang lebih parah. Orang-orang ini difabel, namun berani pergi ke sana dan mengatasi tantangan besar”.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.