Sukses

Dilema Juru Bahasa Isyarat, Antara Profesi dan Sukarela

Bahasa isyarat adalah bahasa yang digunakan oleh penyandang disabilitas tuli. Untuk mendapatkan akses informasi dari orang lain yang tidak tuli maka diperlukan bantuan dari juru bahasa isyarat.

Liputan6.com, Jakarta Bahasa isyarat adalah bahasa yang digunakan oleh penyandang disabilitas tuli untuk berkomunikasi. Guna mendapatkan akses informasi dari orang lain yang tidak tuli maka diperlukan bantuan dari juru bahasa isyarat.

Juru bahasa isyarat adalah orang non-tuli yang menguasai bahasa isyarat dan dapat mengubah kata menjadi gerakan isyarat. Sejauh ini, menurut seorang juru bahasa isyarat bernama Andhika Pratama, hanya ada sekitar 30 orang juru bahasa isyarat di seluruh Jakarta.

Jumlah ini sangat sedikit mengingat permintaan acara yang mulai inklusi semakin banyak. “Saking banyaknya, kami sempat keteteran. Ada beberapa permintaan acara yang kita batalkan karena kurangnya SDM,” ujar Andihka ketika ditemui di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2020).

Permintaan yang banyak ini belum termasuk yang datang dari luar Jakarta. Di luar Jakarta, SDM juru bahasa isyarat lebih sedikit lagi. Andhika memperkirakan setiap daerah hanya memiliki juru bahasa isyarat yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang.

“Bahkan ada beberapa daerah yang sama sekali tidak memiliki juru bahasa isyarat. Contohnya Brebes dan daerah Timur.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penyebab Sedikitnya Juru Bahasa Isyarat

Ada beberapa faktor penyebab sedikitnya juru bahasa isyarat di Indonesia. “Awalnya saya pikir bahwa ini karena masih banyak masyarakat yang tidak ingin belajar bahasa isyarat,” ujar Andhika.

Namun, sebetulnya sekarang ini banyak yang belajar bahasa isyarat tetapi tidak berniat untuk menjadi juru bahasa isyarat. Kebanyakan orang yang belajar bahasa isyarat hanya belajar untuk kepentingan pribadi.

Misal, orangtua yang belajar bahasa isyarat karena memiliki anak yang tuli. Beberapa lainnya belajar bahasa isyarat untuk menunjang pekerjaan di bidang pelayanan publik.

“Mungkin juga ada anak muda yang belajar bahasa isyarat hanya untuk meningkatkan popularitasnya agar dianggap unik oleh temannya.”

Menurut pengalamannya, dari 15 orang yang mengikuti kelas hanya satu atau dua orang yang memiliki tujuan menjadi juru bahasa isyarat.

3 dari 3 halaman

Antara Profesi dan Sukarela

Faktor lainnya adalah pendapatan yang tidak menjanjikan. Hal ini disebabkan masih adanya dua pandangan mengenai juru bahasa isyarat.

Pandangan pertama, juru bahasa isyarat sebagai profesi. Pandangan kedua, juru bahasa isyarat hanyalah kegiatan sukarela atau volunteering yang dapat dibayar dengan konsumsi dan uang transportasi saja.

Permasalahan profesi dapat termasuk belum adanya lembaga, sertifikasi, dan landasan hukum yang menaungi juru bahasa isyarat. Dengan demikian, juru bahasa isyarat mendapatkan bayaran yang tidak setara dengan profesi pada umumnya. Padahal, di luar negeri pekerjaan ini sudah diakui sebagai profesi.

Minimnya informasi mengenai juru bahasa isyarat juga menjadi salah satu faktor. Orang-orang menjadi segan untuk menjadi juru bahasa isyarat karena mereka tidak bisa mendapatkan informasi lengkap mengenai pekerjaan tersebut.

Selama ini, para juru bahasa isyarat menggunakan kode etik juru bahasa isyarat internasional. Dalam kode etik itu diatur beberapa hal seperti hak-hak yang bisa didapat oleh juru bahasa isyarat. Misal, mengalihbahasakan tak lebih dari 30 menit lamanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini