Sukses

Asa Andika Arisman, Penyandang Disabilitas Gigih yang Jadi Driver Ojek Online

Andika, penyandang disabilitas tuna daksa kinetik dibuang keluarga pada saat usianya lima tahun di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

Liputan6.com, Makassar - Keterbatasan disabilitas yang dimiliki Andika Arisman tidak mematahkan semangatnya sama sekali dalam mencari penghasilan halal.

Hanya bermodalkan sepeda motor yang telah dimodif jadi beroda tiga, Andika, seorang penyandang disabilitas ini mampu menjalani pekerjaan sebagai driver ojek online.

Kisah inspiratifnya pun membuat Andika dikenal oleh banyak orang. Namun siapa sangka di balik semua itu, Andika mengalami kehidupan pahit sewaktu kecil.

Andika yang menyandang tuna daksa kinetik dibuang keluarga saat masih berusia lima tahun di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

"Sebesar ini di usia sudah dewasa, ditiup angin saja saya bisa jatuh. Dulu saya berpikir, keluarga malu miliki anak seperti saya. Tapi sekarang saya berpikir positif saja. Pasti keluarga bersikap begitu, membuang saya karena ada alasan. Mungkin supaya saya kelak tidak tergantung pada orang lain, saya harus mandiri," kata Andika.

Andika kini hidup bersama istrinya, Mira di sebuah rumah kontrakan yang dia sewa seharga Rp 500 ribu per bulan di Jalan Mamoa 5B, Kecamatan Tamalate, Makassar.

Istrinya berasal dari Bima, NTB dan masih berstatus mahasiswi Jurusan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Makassar. Jika tidak ada gangguan, Mira segera wisuda.

Kisah inspiratif driver ojek online asal Solo ini telah meluas setelah ramai di bincangkan media sosial. Curhatannya kerap mendapat penolakan dari calon penumpang membuat banyak orang simpati kepadanya.

"Sudah ada belasan orang menelpon dan kirim SMS atau WA mengaku ibu atau kakak saya. Tapi mereka sebut nama lengkap saya, Andika. Padahal yang saya tahu, keluarga saya tidak pernah panggil saya nama itu, ada nama lain yang mereka suka sebut. Jadi saya ragu kalau mereka keluarga saya. Saya rindu keluarga tapi sudahlah, kalau Tuhan mau, nanti akan dipertemukan juga," tutur Andika.

Andika mengaku sudah tidak ingat nama dan wajah orangtua serta kakak-kakaknya. Andika, penyandang disabilitas ini hanya mengigat namanya sendiri, daerah asalnya Solo dan tanggal lahirnya, tanggal 1, bulan 1, tahun 1991.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Cerita Andika Dibuang

Andika bercerita, suatu hari diajak pergi keluar rumah setelah kakaknya sedang terima telepon. Andika tidak tahu bagaimana caranya hingga akhirnya dia berada di tempat keramaian. Rupanya itu Bandara Sultan Hasanuddin.

Kakaknya meminta Andika untuk duduk menunggunya karena mau beli air minum. Berjam-jam saudaranya tidak ada yang muncul.

Ada petugas bandara yang mendekat dan bertanya ke padanya, lalu petugas itu menyampaikan lewat pengeras suara dari ruang informasi.

Tetapi hingga sore hari, tak seorang pun yang datang menjemput Andika. Akhirnya petugas bandara itu membawa Andika ke rumahnya, mengangkatnya sebagai anak dan disekolahkan di SD Mangasa.

"Saat duduk di kelas lima SD, bapak angkat saya meninggal dunia. Keluarga bapak angkat kemudian mengusir saya karena dianggap pembawa sial. Saya lalu keluar dari rumah itu, bawa baju sekolah dan baju sehari-hari. Naik pete-pete (angkot) minta ke sopir diturunkan di tempat ramai. Saya akhirnya diturunkan di Pantai Losari yang kala itu masih leluasa pengemis cari uang," tutur Andika.

Dia kemudian ikut mengemis untuk menyambung hidup. Selain di Pantai Losari, Andika juga sering berada di kawasan wisata Benteng Rotterdam dan gedung kesenian di Jalan Ahmad Yani.

"Tidurnya di mana saja, di halte hingga emperan toko," ucap Andika.

Meski hidup tidak jelas, Andika tetap sekolah. Dia berhasil menyelesaikan pendidikan di di SD Mangasa dari kucuran keringatnya sendiri dalam kondisi hidup yang sangat perih di usia masih sangat belia.

Suatu hari di Pantai Losari, seorang pengunjung prihatin dengan Andika. Andika kemudian dibawa ke rumah dan dijadikan anak angkat. Bahkan akan disekolahkan ke SMP, tetapi Andika menolak.

"Saya menolak karena bapak angkat saya hanya seorang sekuriti dan punya keluarga yang juga harus dihidupi. Diangkat saja saya sebagai anak, saya sudah bersyukur," tutur Andika.

Hingga suatu hari dia bertemu Mira yang sekarang menjadi istrinya. Dia diperkenalkan oleh temannya. Mira merasa cocok dan bersedia dilamar. Mereka berdua kemudian ke Bima.

Orangtua Mira menerima lamaran Andika untuk Mira anaknya karena melihat kesungguhan Andika yang meski berkebutuhan khusus, pantang menyerah naik tangga kapal dengan merangkak. Keduanya menikah pada 2016.

"Karena mengamen sudah tidak leluasa seperti dulu, saya kemudian mendaftar untuk jadi driver ojek online, Desember 2017 lalu tempat mengamen sekarang sudah dibatasi, penghasilan jadi menurun," kata Andika menambahkan bahwa penghasilan kini Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu.

Ironisnya karena dalam perjalanan banyak calon penumpang yang sering menolak menggunakan jasanya setelah tahu ternyata Andika penyandang disabilitas.

"Dalam sehari empat sampai tujuh orderan jadinya. Tidak pernah mencapai bonus dari 12 trip karena selalu ditolak. Tapi saya tidak menyerah, saya harus tetap kerja. Saya harus mandiri, karena sebagai kepala keluarga saya malu masih disubsidi mertua untuk bayar kos-kosan," tutup Andika.

 

Reporter : Salviah Ika Padmasari

Sumber  : Merdeka.com

 

(Annisa Suryanie)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.