Sukses

Kisah Pebasket Difabel, Merajut Asa dari Balik Kursi Roda

Puluhan orang diajari bermain basket dengan teknik dasar seperti mengoper, lay-up, dribble, shoot dan tentu saja menjalin kerja sama.

Liputan6.com, Bandung - Nadhifa Ramadhani menggiring bola basket di atas kursi rodanya. Tak berapa lama, rekannya dari arah berlawanan mendekat. Nadhifa lalu melempar bola ke arah keranjang dan masuk. Sementara rekannya yang membayangi menuju ke arah bola dan mengoper ke sisi pemain yang sudah menanti melempar bola.

Begitulah pemandangan para peserta yang tergabung dalam pemusatan latihan bola basket kursi roda yang diselenggarakan Jakarta Swift Wheelchair Basketball di Lapangan Basket GOR Pajajaran, Kota Bandung, Senin (9/9/2019). Acara ini berlangsung mulai 9-11 September 2019.

Puluhan orang diajari bermain basket dengan teknik dasar seperti mengoper, lay-up, dribble, shoot, dan tentu saja soal menjalin kerja sama. Aktivitas tersebut dilakukan sembari mengendalikan laju kursi roda.

Nadhifa adalah orang yang sudah cukup terbiasa bermain basket di atas kursi roda. Berbeda dengan 43 orang lainnya yang memang baru kali pertama menyentuh bola basket. Mereka ada yang berasal dari Bandung, Garut, Tasikmalaya, Bekasi, dan Banjar.

Belum adanya komunitas basket kursi roda khususnya di Bandung dan Jawa Barat pada umumnya, membuat sekretariat National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Kota Bandung berinisiatif mengundang para difabel untuk mengikuti pemusatan latihan.

Kegiatan ini ternyata merupakan lanjutan dari sesi coaching clinic yang digelar Jakarta Swift pertengahan Maret 2019 lalu yang diprakarsai Donald Putra Santoso, seorang atlet profesional sekaligus Kapten Timnas Indonesia pada Pesta Olah Raga Difabel Asia 2018. Donald juga dikenal sebagai pendiri dari Jakarta Swift Wheelchair Basketball.

"Kita memang sudah rencanakan ini dari dua bulan yang lalu. Karena butuh lapangan, fasilitas seperti kursi roda akhirnya NPCI Kota Bandung ikut membantu. Penyelenggaranya tetap dari Jakarta Swift," kata Sekretaris NPCI Bandung Juwono kepada Liputan6.com.

Menurut Juwono, seluruh peserta pemusatan latihan tidak dikenakan biaya. Oleh karena itu, dia berharap dari pertemuan ini dapat membantu perkembangan basket kursi roda di Kota Kembang.

"Teman-teman yang ikut latihan bersama ini sangat antusias apalagi dari selesainya acara ini kita ada program untuk pengembangan basket di Kota Bandung yang difasilitasi oleh Jakarta Swift untuk kursi rodanya. Jadi nanti sistemnya pinjam pakai nanti akan ada pelaporan untuk program di Bandung," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Datangkan Tiga Pelatih dari AS

Donald Santoso tidak sendirian kali ini. Ia bersama rekannya dari Jakarta Swift berkolaborasi dengan para pelatih basket kursi roda dari Amerika Serikat.

Ada tiga bule yang melatih puluhan peserta pemusatan latihan. Ketiganya ialah Pete Hughes sebagai Direktur Atletik Program Penjas Adaptif Universitas Arizona, Mia Hansen selaku Direktur Eksekutif Program Penjas Adaptif Universitas Arizona, serta Dan Oten.

Ringkasnya, kehadiran ketiga pelatih asal Negeri Paman Sam itu bertujuan memberikan warna latihan dan bobot yang berbeda dari sebelumnya.

"Kita pernah sih datang ke sini, waktu itu sehari saja mungkin sekitar tiga jam. Waktu itu kita sama pelatih lain datang untuk lihat kondisi di Bandung, lapangannya, dan teman-teman komunitas. Di Jakarta kan kita sudah ada programnya tapi kita punya tujuan bikin Jakarta Swift bukan untuk fokus di Jakarta saja tapi juga bagaimana caranya bisa hadir di mana saja.

Donald menyebutkan, keunikan dari pemusatan latihan kali ini lebih bervariasi dalam keikutsertaan peserta. Dia mengajak 15 atlet dari Jakarta yang sudah berpengalaman sedikitnya 3-4 bulan. Kemudian ada juga beberapa pemain tim nasional.

Menurut Santoso, tercetusnya ide menggabungkan sesi latihan bareng ini bertujuan untuk memberi motivasi serta berbagi pengalaman bermain basket kursi roda kepada generasi baru.

"Kegiatan ini sangat mendasar dalam teknis permainan. Karena tujuan kita datang pertama untuk kasih ilmu kepada pemain-pemain di Bandung tapi juga ketemu komunitas di Jakarta dan timnas," ujar Donald.

Dari sisi potensi atau bakat peserta baru, Donald yakin bakal terlahir sebuah tim yang kuat di Bandung. Hal itu dilihat dari motivasi para pesertanya.

"Semangat mereka luar biasa. Tujuan awal mau bikin camp ini kita perkirakan sekitar 40 orang. Tapi hari ini yang pemain yang datang ternyata lebih dari perkiraan. Jadi semangatnya luar biasa dan mereka yang datang dari luar Bandung banyak juga," kata Donald.

Sementara, dari sisi komunikasi antara pemain dan pelatih tidak ada kendala berarti. Para peserta pemusatan latihan basket kursi roda ini bisa mengikuti instruksi yang diberikan ketiga pelatih asing tersebut.

Menurut Donald, kehadiran ketiga pelatih tersebut menjadi pembeda dari latihan biasa. Soal teknik permainan, di zaman sekarang sudah ada video bimbingan yang tersebar di internet.

"Tapi untuk bermain secara fundamental mereka butuh pelatih yang sudah banyak pengalaman. Kehadiran mereka juga bisa membantu coaching star seperti saya untuk menimba ilmu dari mereka," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Membuat Liga Domestik

Jakarta Swift Wheelchair Basketball merupakan cikal bakal Timnas Basket Kursi Roda Indonesia yang tampil di Pesta Olah Raga Difabel Asia 2018 lalu. Komunitas itu didirikan pada pertengahan 2017.

Seperti dilansir situs Kemenpora, kecintaan Donald pada olah raga basket sudah dimulai sejak kecil. Akan tetapi pada usia 17 tahun, kehidupannya berubah drastis. Lututnya divonis menderita cedera ligamen. Hal itu memang tidak membuat Donald lumpuh total, tetapi cedera itu memaksanya tidak bisa berlari dan bermain basket seperti dulu.

Bagi kebanyakan atlet, cedera ligamen bisa disembuhkan melalui beberapa cara pengobatan termasuk operasi. Namun, hal itu tidak berlaku untuk Donald. Total sudah enam kali operasi dijalani Donald tetapi semuanya berjalan negatif. Hal itu tentu saja membuat Donald kecewa dan sempat tidak percaya diri.

Keluarga dan Donald terus mengupayakan pemulihan. Setelah operasi ketiga, Donald memutuskan kembali ke Amerika Serikat (AS), negara yang sudah lekat dengan kehidupannya. Maklum di sana dia pernah menghabiskan sebagian masa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Ketika kuliah S1 di Berkeley University of California, Donald mendapatkan sebuah pencerahan. Kampusnya memiliki tim basket kursi roda. Namun, ia belum bisa sekadar latihan bersama apalagi bergabung ke dalam tim. Alih-alih mendapatkan harapan baru, dirinya malah mengalami penolakan karena tidak memenuhi kualifikasi disabilitas. Donald pun harus puas memperpanjang masa kecewanya.

Kegagalan itu membuka pintu lain. Saat melanjutkan S2 di Arizona State University, sarjana hukum itu memenuhi kualifikasi disabilitas. Awalnya, cuma latihan bersama, tapi lama kelamaan Donald masuk tim dan dipercaya sebagai kapten tim universitas. Selama dua tahun membela tim kampusnya, Donald mendapatkan tawaran bergabung dengan klub basket kursi roda bernama Phoenix Suns. Masa-masa bersama Phoenix Suns adalah pengalaman yang membentuk karakter Donald.

Saat kembali ke Indonesia pada 2017, dia berkomunikasi dengan National Paralympic Committee (NPC) untuk membangun timnas basket kursi roda. Dia merasa Indonesia jauh tertinggal dengan negara-negara Asia lain terkait pengembangan olah raga basket kursi roda.

Dengan senang hati, NPC Indonesia menerima usulan Donald. Timnas akhirnya terbentuk, dan Donald Santoso didaulat menjadi kapten angkatan pertama.

Meski Asian Para Games telah berakhir, keinginan Donald untuk mengembangkan basket kursi roda justru semakin besar. Oleh karenanya, dia tak mau Jakarta Swift Wheelchair Basketball hanya berkibar di ibu kota.

"Saya lihat sekarang ini perkembangan basket kursi roda sudah berkembang juga di Bali. Timnas pun kebanyakan dari Jakarta dan Bali. Bukan apa-apa, untuk sekarang ini masih belum banyak kota yang sediakan kursi roda dan lapangan untuk menjalankan program latihan," kata pria 29 tahun itu.

Menurutnya, dua daerah penghasil atlet nasional belumlah cukup untuk menghadapi tim-tim kuat di Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia.

"Makanya untuk ke depannya, sekitar 1-2 tahun lagi perlu bikin kompetisi dalam negeri," ujar Donald.

Rencana membuat kompetisi domestik, kata dia, sudah menunjukkan gejala yang baik. Hal itu bisa dilihat dari komunitas dan semangat serta dukungan pemerintah yang mulai muncul belakangan ini.

"Makanya kami datang ke sini (Bandung) sebagai salah satu langkah bikin program supaya ada banyak kota yang terlibat dan bisa bikin komunitasnya. Meski program kita hanya tiga hari di sini, saya berharap latihan terus berlanjut sampai liga benar-benar bisa terwujud," ucapnya.

Meski demikian, Donald tak menampik ada hambatan dalam memopulerkan basket di kalangan difabel, seperti peralatan kursi roda yang masih mahal dan masih minimnya fasilitas lapangan.

"Untungnya dalam kesempatan ini pelatih dari Amerika membawa 11 kursi roda, mereka berikan donasi ke yayasan kami. Kami rencananya akan membagikan ke Bandung jika latihan sudah berjalan rutin. Kedua, mendapatkan lapangan yang aksesnya ramah untuk disabilitas seperti kami sulit juga," katanya.

Meski demikian, Donald tak akan putus asa menghadapi tantangan tersebut. Dia bahkan sudah menyiapkan rencana lain agar basket kursi roda bisa mendapatkan perhatian masyarakat.

"Kita ada beberapa proyek ke depan untuk bikin program buat anak muda kategori usia 10-15. Jadi, saat kompetisi berjalan, ada anak muda juga yang siap tampil. Tapi kalau target itu sulit kita mau kerja sama dengan pihak sekolah untuk menyosialisasikan basket kursi roda," ujarnya.

Simak video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.