Sukses

Studi IMF: Penggunaan Kripto Lebih Tinggi di Negara Korup

Studi IMF tersebut mensurvei 55 negara dan menemukan hasil, aset kripto dapat digunakan untuk mentransfer hasil korupsi atau menghindari kontrol modal.

Liputan6.com, Jakarta - Dana Moneter Internasional (IMF) telah banyak menyerukan peraturan mengenai industri kripto, merujuk pada penggunaan aset digital ini secara umum di negara-negara yang dapat dianggap korup atau memiliki kontrol modal yang ketat.

Dengan kapitalisasi pasar industri lebih dari USD 2 triliun atau sekitar Rp 28,7 kuadriliun, sektor ini telah berkembang melampaui cakupan peraturan di beberapa negara.Kurangnya peraturan yang seragam ini telah menjadi penyebab utama keprihatinan otoritas global, termasuk IMF.

Sementara negara-negara seperti AS telah mengembangkan kerangka kerja yang mencegah pencucian uang, pendanaan terorisme, dan penipuan melalui kripto. 

Namun, sayangnya menurut IMF beberapa negara masih kekurangan kerangka kerja peraturan yang mengatur hal semacam itu.

Dilansir dari Yahoo Finance Kamis (14/4/2022), sebuah studi IMF baru-baru ini mensurvei 55 negara, dan menemukan hasil, aset kripto dapat digunakan untuk mentransfer hasil korupsi atau menghindari kontrol modal. 

IMF mengatakan, pihaknya menarik data dasar tentang penggunaan cryptocurrency dari informasi yang dikumpulkan dalam survei yang dilakukan oleh perusahaan Jerman, Statista. 

Survei tersebut mencakup 55 negara, dengan 2.000 hingga 12.000 responden dari masing-masing negara. Peserta ditanya apakah mereka memiliki atau menggunakan aset digital pada tahun 2020.

Organisasi tersebut mengatakan hasilnya layak untuk diperhatikan, tetapi juga mengatakan hasil tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, mengingat ukuran sampel yang kecil dan kualitas data yang tidak pasti.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tanggapan IMF Terkait Stablecoin

Sebelumnya, dua pemimpin teratas di Dana Moneter Internasional (IMF) membahas regulasi kripto dalam sebuah podcast Foreign Policy Live.

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva dan Deputi Direktur Pelaksana, Gita Gopinath ditanya bagaimana pemerintah harus menanggapi semakin banyak tantangan yang dihadapi ekonomi global, termasuk cryptocurrency.

Georgieva menjelaskan IMF memisahkan aset digital menjadi tiga jenis yaitu aset kripto seperti Bitcoin, Stablecoin, dan mata uang digital bank sentral (CBDC). 

"Waktu telah berlalu untuk memiliki kerangka peraturan yang sedapat mungkin diselaraskan di seluruh dunia. Saya berharap apa yang sekarang kita lihat bahwa mungkin ada lebih banyak perhatian pada topik ini diterjemahkan ke dalam tindakan kebijakan yang tepat,” ujar Georgieva, dikutip dari Bitcoin.com, Kamis, 14 April 2022.

Adapun Georgieva juga mengatakan stablecoin yang didukung oleh aset nyata jika diatur dengan benar, mereka dapat memainkan peran yang sangat positif.

Georgieva menjelaskan, peran kunci IMF adalah membangun terowongan yang menghubungkan CBDC yang berbeda ini untuk membuat fragmentasi itu tidak terlalu merusak ekonomi dunia.

Sedangkan Gopinath, yang seorang ekonom India-Amerika, telah menjabat sebagai wakil direktur pelaksana pertama IMF sejak 21 Januari tahun ini mengatakan mereka melihat lebih banyak pekerjaan yang dibutuhkan dalam regulasi kripto. 

“Kami tentu saja telah melihat peningkatan penggunaan mata uang kripto sebelum perang ini, dan kami telah melihatnya lebih banyak terjadi di pasar negara berkembang daripada di negara lain,” tutur Gopinath.

Mengenai banyak kripto yang digunakan karena perang Rusia-Ukraina, wakil direktur pelaksana IMF mengakui dirinya tidak memiliki banyak gambaran tentang hal tersebut.

“Tetapi kami melacak ini dengan sangat dekat, dan saya pikir dalam hal implikasi bagi tatanan ekonomi global, saya pikir adil untuk mengatakan bahwa peristiwa baru-baru ini akan mempercepat pertimbangan mata uang digital bank sentral secara lebih luas di sekitar dunia,: pungkas Gopinath.

 

3 dari 4 halaman

Skema Ponzi di Rusia Terkuak, Kerugian Sentuh Rp 143,5 Miliar

Sebelumnya, petugas dari Federal Security Service (FSB) dan Kementerian Dalam Negeri di republik Rusia Dagestan telah mengidentifikasi orang-orang yang dicurigai mengorganisir skema piramida ponzi keuangan. 

Skema tersebut menawarkan korban keuntungan hingga 500 persen per tahun pada investasi dalam aset digital seperti kripto, dilansir dari Bitcoin.com, Kamis, 14 April 2022.

Menurut sumber yang dikutip oleh harian bisnis Rusia, Kommersant, para tersangka adalah perwakilan dari proyek Yusra Global. Selain itu Dagestan mengumumkan, entitas penipu telah mendirikan kantor di wilayah Rusia lainnya, Kazakhstan di Asia Tengah dan Turki.

Publikasi tersebut mengungkapkan pihak berwenang telah menahan empat orang pada Januari, semuanya warga negara Rusia, yang diyakini berada di balik skema Ponzi. 

Mereka awalnya ditahan selama dua bulan namun para terdakwa bisa menghadapi hingga sepuluh tahun penjara di atas denda yang besar dan kuat.

Pelaku penipuan menggelembungkan kutipan nilai aset digital dan membayar keuntungan menggunakan dana yang diinvestasikan oleh peserta baru di skema piramida. Mereka membagikan sisa uang di antara mereka sendiri dan membeli real estat.

Perkiraan awal menunjukkan kerugian para korban mencapai 1 miliar rubel, atau lebih dari USD 10 juta atau sekitar Rp 143,5 miliar menurut nilai tukar saat ini. 

Berita tentang investigasi Yusra Global muncul setelah tahun lalu, ketika otoritas Rusia membongkar penipuan keuangan terbesar di negara itu sejak piramida MMM yang terkenal pada 1990-an.

 

4 dari 4 halaman

Terlibat Kasus Penipuan Kripto Rp 10,3 Triliun, Pria Nevada Ini Mengaku Bersalah

Sebelumnya, Departemen Kehakiman AS (DOJ) mengumumkan, Gordon Brad Beckstead, 57 tahun dari Henderson, Nevada, telah mengaku bersalah sehubungan dengan penipuan Jaringan Bitclub. 

"Seorang pria Nevada hari ini mengakui perannya dalam pencucian dana yang diminta untuk Bitclub Network, skema cryptocurrency penipuan senilai USD 722 juta (Rp 10,3 triliun),” isi pengumuman tersebut, dikutip dari Bitcoin.com, Rabu, 13 April 2022.

DOJ menjelaskan Jaringan Bitclub adalah skema penipuan yang berlangsung dari April 2014 hingga Desember 2019. Pencipta dan operatornya, Matthew Brent Goettsche, didakwa pada Desember 2019. 

Silviu Catalin Balaci, Russ Albert Medlin, Jobadiah Sinclair Weeks, dan Joseph Frank Abel juga didakwa pada saat yang sama sehubungan dengan skema tersebut.

Para penipu meminta uang dari investor dengan imbalan saham dari kumpulan penambangan crypcoturrency yang diklaim dan memberi keuntungan kepada investor karena merekrut investor baru ke dalam komunitas tersebut. 

Beckstead, investor Jaringan Bitclub dan mantan CPA, mengaku bersekongkol dengan Goettsche dan lainnya untuk mencuci dana kripto yang diperoleh melalui Jaringan Bitclub.

Dia juga membantu dalam persiapan pengembalian pajak federal pada 2017 dan 2018 Goettsche yang curang, yang memungkinkan dia untuk menghindari membayar lebih dari USD 20 juta pajak pendapatan federal. Menurut DOJ.

Beckstead mengakui, dia tahu pengembalian itu curang karena gagal melaporkan lebih dari USD 60 juta pendapatan yang diperoleh melalui pengoperasian Jaringan Bitclub.

Beckstead mengaku bersalah atas "satu tuduhan konspirasi untuk melakukan pencucian uang dan satu tuduhan membantu dalam persiapan pengembalian pajak palsu," catat departemen kehakiman.

Tuduhan pencucian uang memberikan hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda USD 500.000, atau dua kali nilai properti yang terlibat dalam transaksi, mana yang lebih besar. 

DOJ juga mengklarifikasi dan menambahkan penipuan biaya pajak menambah maksimum hukuman tiga tahun penjara dan denda USD 100.000.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.