Sukses

Binance Batasi 281 Akun Pengguna dari Nigeria

Masyarakat Nigeria mengeluhkan kendala untuk memulai atau menyelesaikan transaksi di platform Binance.

Liputan6.com, Jakarta - Binance Holdings Ltd, salah satu bursa kripto terbesar di dunia, mengatakan pihaknya telah membatasi akun pribadi beberapa pengguna Nigeria untuk mematuhi peraturan anti pencucian uang dan memastikan keamanan platform bagi para pengguna.

"Mekanisme perlindungan seperti Know Your Customer (KYC), tindakan anti pencucian uang, kolaborasi dengan penegak hukum, dan pembatasan akun ada untuk memastikan komunitas kami tetap terlindungi," isi pernyataan perusahaan, seperti dikutip dari Yahoo Finance, Senin (31/1/2022).

"Sekitar 281 akun Nigeria telah terdampak oleh pembatasan akun pribadi ini, dengan sekitar 38 persen dari kasus ini dibatasi atas permintaan penegakan hukum internasional,” lanjut pernyataan tersebut. 

CEO Binance, Changpeng Zhao juga turut memberikan pernyataan terkait masalah yang terjadi pada akun milik warga Nigeria.

"Saat ini, kami telah menyelesaikan 79 kasus dan terus bekerja melalui yang lain. Semua kasus yang tidak terkait dengan penegakan hukum akan diselesaikan dalam waktu dua minggu," kata Changpeng Zhao.

Banyak masyarakat Nigeria yang melakukan perdagangan di platform Binance baru-baru ini mengeluhkan kendala untuk memulai atau menyelesaikan transaksi. 

Pengguna dari negara Afrika Barat itu telah menghadapi tantangan perdagangan kripto sejak Bank Sentral Nigeria tahun lalu meminta pemberi pinjaman untuk tidak bertransaksi dengan pertukaran cryptocurrency dan memerintahkan trader mata uang digital untuk menutup akun.

Meskipun demikian, Nigeria masih menggunakan mata uang virtual untuk melakukan lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan Naira, serta untuk mengirimkan uang. Menurut sebuah survei oleh perusahaan bernama Statista, individu di negara tersebut memegang proporsi tertinggi di dunia dari aset per kapita.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Gandeng Gulf Energy Luncurkan Bursa Kripto di Thailand

Sebelumnya, Binance, sebagai salah satu pertukaran aset kripto terbesar, telah menandatangani perjanjian dengan perusahaan miliarder Thailand untuk meluncurkan pertukaran aset digital.

Dalam informasi kemitraan yang diumumkan Senin, 17 Januari 2022, Binance akan bermitra dengan Gulf Energy Development PC, yang merupakan perusahaan di balik miliarder Sarath Ratanavadi. Bergabungnya Binance, memiliki tujuan untuk melembagakan operasi globalnya.

"Tujuan kami adalah bekerja dengan pemerintah, regulator, dan perusahaan inovatif untuk mengembangkan ekosistem kripto dan blockchain di Thailand,” kata juru bicara Binance, seperti dikutip dari Yahoo Finance, Selasa (18/1/2022)

Sebuah surat kepada Bursa Efek Thailand mencatat kemitraan ini didorong oleh kemungkinan pertumbuhan pesat infrastruktur digital Thailand pada tahun-tahun mendatang. 

Sebelumnya, pada tahun lalu, Binance sempat menerima pengaduan pidana dari regulator Thailand, karena beroperasi tanpa lisensi.

Komisi Sekuritas dan Bursa Thailand (SEC) memperingatkan Binance pada April 2021, atas bisnis pertukaran aset digitalnya yang tidak berlisensi dalam sebuah surat, tetapi tidak mendapat tanggapan. Hal ini menyebabkan regulator untuk mengajukan pengaduan pidana dengan polisi Thailand.

Terlepas dari tuduhan pada Binance, pengguna tetap berdagang di situsnya tanpa meragukan kekuatan pemerintah untuk mencegahnya.

"Binance saat ini tidak memiliki operasi pertukaran di Thailand, kami juga tidak secara aktif meminta pengguna Thailand," kata juru bicara Binance kepada publikasi pada saat itu. 

Binance sendiri telah mengalami peningkatan tekanan regulasi di seluruh dunia. Binance menghadapi penyelidikan anti pencucian uang di AS, sementara di Inggris, bank seperti Barclays dan Santander telah memblokir penarikan fiat dari bursa setelah menerima peringatan dari Financial Conduct Authority (FCA).

Thailand telah bergerak dalam hal mengakui kripto sebagai alat pembayaran yang sah. Bangsa ini meletakkan dasar untuk menjadi negara “crypto-positive”. Seperti yang dikatakan pemerintah Thailand minggu lalu bahwa mereka sedang melanjutkan mengatur ekosistem cryptocurrency lokal dengan memperkenalkan aturan pajak baru.

Negara tersebut telah memberlakukan pajak capital gain 15 persen atas keuntungan dari perdagangan kripto. Pada Desember, Bank of Thailand memiliki rencana untuk membuat kerangka peraturan cryptocurrency untuk meminimalkan risiko perdagangan dan meningkatkan perlindungan investor.

Selain itu, Otoritas Pariwisata Thailand sedang mengerjakan token digital barunya sendiri yaitu TAT Coin, yang akan diterima untuk pemesanan perjalanan bagi para turis. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.