Sukses

Benarkah Antiperspirant Sebabkan Kanker Payudara? Ini Kata Ahli

Antiperspirant dikenal ampuh menghilangkan bau ketiak, lalu, benarkah dapat mengakibatkan kanker?

Liputan6.com, Jakarta - Satu hal yang membuat kita kurang percaya diri adalah ketiak yang bau. Masalah ini tidak hanya terjadi pada satu dua orang. Secara teknis, ketiak yang bau kerap disebut dengan bromhidrosis dan juga bau badan. 

Ketiak yang bau disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari pubertas, lingkungan, obat-obatan, atau makanan. Keringat yang bercampur dengan bakteri di kulit juga merupakan salah satu alasannya. 

Untuk mengatasi permasalahan ini, banyak orang menyarankan untuk menggunakan antiperspirant daripada deodoran. Karena, antiperspirant diklaim dapat membuat ketiak kering dan menahan bau seharian. 

Namun, beredar kabar bahwa antiperspirant sebenarnya dapat menyebabkan kanker payudara

American Cancer Society mengatakan bahwa tidak ada studi epidemiologi yang kuat yang menghubungkan risiko kanker payudara dan penggunaan antiperspirant. Bahkan, sangat sedikit bukti ilmiah untuk mendukung klaim ini. Lalu, apa sebenarnya perbedaan antara antiperspirant dan deodoran?

Mengutip dari Inverse, Kamis (27/10/2022), antiperspirant dan deodoran sering kali hadir dalam formula two-in-one, tetapi mereka bekerja melalui mekanisme yang berbeda. Deodoran, seperti namanya, hanyalah produk yang menetralkan aroma bakteri pemetabolisme keringat (bau badan). Deodoran bekerja melalui aromanya sendiri dan dengan membunuh beberapa bakteri yang membuat bau badan.

Berbeda dengan deodoran, Antiperspirant mencegah keringat. Mekanisme yang dilakukannya bergantung pada formulasi produk, tetapi produk yang mengandung garam logam seperti aluminium bekerja dengan memblokir kelenjar keringat secara fisik.

Produk yang mengandung zat antikolinergik seperti glikopirrolat bekerja dengan cara mengurangi aktivitas reseptor pada kelenjar keringat, yang mengakibatkan keringat berkurang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kata Penelitian

Para peneliti belum menemukan hubungan antara penggunaan antiperspirant dan timbulnya kanker payudara.

Menurut The Guardian, mitos ini berawal pada akhir 1990-an, ketika sebuah email berantai beredar dan menyatakan bahwa tubuh menghilangkan racun melalui keringat dan ketika kelenjar keringat di ketiak tersumbat, "racun menumpuk di kelenjar getah bening di belakangnya, menyebabkan kanker di kuadran luar atas payudara."

Meskipun keringat merupakan salah satu cara tubuh menghilangkan "racun," tetapi itu bukan satu-satunya cara, bahkan bukan cara yang utama.

Lebih jauh lagi, keringat dikeluarkan oleh tubuh sepanjang waktu, dan tidak selalu melalui ketiak kita. Klaim "penumpukan racun" itu meragukan, tetapi para peneliti tetap menyelidikinya. Pada masa ini, mitos tambahan bahwa mencukur ketiak dan menggunakan antiperspirant sangat berbahaya juga muncul.

Namun, sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2002 dalam Journal of the National Cancer Insitute mengamati lebih dari 1.600 wanita; kira-kira setengahnya mengidap kanker payudara, dan setengahnya lagi tidak. Para peneliti tidak menemukan hubungan antara risiko kanker payudara, pencukuran ketiak, atau penggunaan antiperspiran.

Studi selanjutnya juga menunjukkan hasil yang sama. Jadi mengapa mitos itu terus berlanjut?

Pada 2003, para peneliti mengirimkan kuesioner kepada wanita yang mengidap kanker payudara. Para peneliti menemukan bahwa wanita yang didiagnosis mengidap kanker pada usia yang lebih muda mulai mencukur ketiak mereka dan menggunakan antiperspiran lebih sering daripada wanita yang didiagnosis pada usia yang lebih tua.

Namun sayangnya, tidak ada kontrol - atau perbandingan - dengan wanita yang tidak mengidap kanker. 

“Desain penelitian tidak menyertakan kelompok kontrol wanita tanpa kanker payudara dan telah dikritik oleh para ahli karena tidak relevan dengan keamanan praktik kebersihan ketiak ini,” kata American Cancer Society.

3 dari 4 halaman

Amankah Alumunium dan Paraben?

Bahan-bahan yang banyak diteliti di antiperspirant adalah paraben dan alumunium. Paraben adalah pengawet dan digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur berbahaya. Mereka ditemukan di banyak produk perawatan pribadi, seperti pelembab, shower gel, sampo, dan krim wajah.

Shoshana Marmon, asisten profesor dan direktur penelitian klinis di bidang dermatologi di New York Medical College dan ahli dermatologi bersertifikat di New York, mengatakan kepada Inverse bahwa paraben tidak selalu membuat suatu produk baik atau buruk.

CDC memberikan bukti bahwa "paraben yang masuk ke dalam tubuh dengan cepat diekskresikan," dan " dampak terhadap kesehatan manusia dari paparan paraben tingkat rendah  tidak diketahui."

Beberapa penelitian menemukan hubungan antara pubertas dini pada anak perempuan dan bahan kimia seperti paraben, tetapi hubungan tersebut belum diketahui secara pasti.

Meskipun aluminium mungkin terdengar seperti sesuatu yang berisiko untuk dikenakan di bawah lengan Anda, penelitian menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil (0,012 persen) aluminium chlorohydrate yang diaplikasikan pada ketiak sebagai antiperspirant.

"Jumlah aktual alumunium yang diserap akan jauh lebih sedikit daripada apa yang diperkirakan akan diserap dari makanan dalam waktu yang sama,” kata American Cancer Society.

“Karena deodoran atau antiperspirant biasanya hanya diaplikasikan pada area kecil secara lokal, bahan kimia ini benar-benar tidak diserap oleh tubuh dalam jumlah yang signifikan untuk menyebabkan kerusakan,” kata Marmon.

4 dari 4 halaman

Kata Dermatologi

"Ada beberapa laporan tentang paraben yang terkait dengan dermatitis kontak alergi, gangguan endokrin, dan kanker payudara, tetapi bukti ilmiahnya tidak cukup kuat atau persuasif untuk menghalangi saya menggunakan bahan-bahan ini," kata Ivy Lee kepada Inverse. Ivy Lee merupakan seorang ahli dermatologi bersertifikat di Los Angeles.

Lee juga menyebut bahwa ia tidak khawatir jika antiperspirant dapat menyumbat saluran keringat. 

"Antiperspirant [hanya] menyumbat saluran keringat untuk sementara dan dangkal. Ketika diaplikasikan pada area fokal dan kecil seperti ketiak, kemungkinan besar tidak secara signifikan mempengaruhi kemampuan tubuh kita untuk mengatur suhu," kata Lee.

"Idealnya, antiperspirant seharusnya tidak menyebabkan reaksi kulit dan hanya bertindak untuk memblokir pelepasan keringat secara sementara," kata Mormon, menyetujui Lee.

"Jika seseorang mengalami kemerahan atau iritasi akibat deodoran atau antiperspirant mereka, itu dianggap sebagai 'dermatitis kontak'. Seringkali, wewangian dalam formulasi ini yang menyebabkan iritasi. Jadi, ahli dermatologi biasanya merekomendasikan alternatif bebas pewangi untuk orang dengan kulit sensitif,” tambah Mormon.

Saluran keringat yang tersumbat juga sebenarnya berbeda dengan pori-pori yang tersumbat. 

"'Pori-pori tersumbat' biasanya mengacu pada komedo yang merupakan folikel rambut yang tersumbat oleh keratin dari sel kulit mati dan minyak," kata Lee.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.