Sukses

5 Bahaya Jika Anda Tidur dengan Lampu Menyala di Malam Hari

Berikut ini deretan bahaya jika Anda tidur dengan lampu menyala.

Liputan6.com, Jakarta Kita semua mungkin dapat mengingat saat ketika kita tertidur dengan lampu menyala ketika kita masih anak-anak. Itu satu-satunya cara untuk melindungi diri kita dari rasa takut di malam hari.

Terlebih lagi, beberapa orang dewasa mungkin lebih suka membiarkan lampu menyala juga, dan bukan karena kegelapan. Tidur dengan lampu menyala mungkin telah dilakukan oleh banyak orang dalam waktu yang lama. 

Tapi ternyata bahaya sebenarnya telah bersembunyi di balik lampu selama ini. Dilansir dari Bright Side, berikut ini bahayanya jika Anda tidur dengan lampu menyala.

1. Dapat membahayakan kesehatan reproduksi Anda

Satu studi menemukan bahwa paparan cahaya buatan di malam hari dapat meningkatkan risiko infertilitas. Percobaan dilakukan pada mencit betina. Tikus yang tidur dengan lampu menyala di malam hari cenderung tidak subur. Dipercaya juga bahwa ritme sirkadian (jam internal tubuh) mempengaruhi waktu proses reproduksi pada wanita.

Studi lain memantau perawat yang bekerja shift malam dan efek paparan cahaya malam hari. Ternyata sebagian besar perawat mengeluh siklus menstruasi mereka terganggu.

2. Dapat menyebabkan masalah yang berhubungan dengan jantung

Melatonin tidak hanya menurunkan suhu tubuh tetapi juga tekanan darah. Jika Anda terkena cahaya di malam hari, produksi melatonin Anda ditekan. Akibatnya, tekanan darah Anda meningkat. Fluktuasi yang teratur, pada gilirannya, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bahaya selanjutnya

3. Berat badan bertambah

Kelebihan cahaya buatan di malam hari bisa menjadi penyebab metabolisme melambat. Selain itu, gangguan tidur dan ritme sirkadian dapat menyebabkan obesitas. Sebuah penelitian yang memantau lebih dari 43.000 wanita mengungkapkan bahwa mereka yang tidur dengan TV mengalami kenaikan berat badan. Perubahan terjadi terlepas dari kualitas atau durasi tidur mereka.

4. Dapat menyebabkan perubahan hormonal

Bahkan satu sumber cahaya pun dapat mengubah keseimbangan hormonal. Cahaya dari smartphone, TV, atau komputer berkontribusi terhadap defisiensi melatonin. Selain itu, proses biologis lainnya terganggu. Sebagian besar waktu, melatonin yang menderita lebih dulu. Tidur yang terganggu meningkatkan hormon penuaan dan mengurangi hormon anti-penuaan.

5. Anda mungkin menderita depresi

Sebuah penelitian menemukan bahwa paparan cahaya di malam hari meningkatkan risiko depresi. Atau, gangguan ritme sirkadian cenderung memperburuk gejala depresi yang sudah ada. Menariknya, lampu merah memiliki efek merugikan yang lebih sedikit karena kita kurang sensitif terhadap panjang gelombang merah.

  

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Studi Terbaru: Pandemi COVID-19 Membuat Banyak Orang Mengalami Mimpi Buruk saat Tidur

Pandemi COVID-19 yang terjadi sejak awal 2020 telah mengubah pengalaman bermimpi banyak orang. Hal itu terungkap dalam studi baru bertajuk "Journal of Sleep Research" dari Monash's Turner Institute for Brain and Mental Health.

"Banyak yang melaporkan mengalami lebih banyak mimpi dan mimpi buruk daripada biasanya pada tahap awal pandemi COVID-19. Mimpi-mimpi ini dijelaskan dalam definisi tinggi – lebih hidup dan berwarna dari biasanya, dengan peningkatan kejernihan visual – tetapi sering kali memiliki perubahan yang aneh," kata peneliti utama, dosen dan psikolog di Monash's Turner Institute Dr. Melinda Jackson, dalam keterangan persnya, Jumat (29/7/2022).

Menurutnya, mimpi saat pandemi COVID-19 ini memiliki "valensi" atau nada yang lebih negatif, dengan peserta melaporkan lebih banyak mimpi buruk, memimpikan skenario menakutkan atau mengancam seperti perang dan bencana.

"Ada 'tema bertahan hidup' yang nyata untuk mimpi pandemi," kata Hailey Meaklim, psikolog dan kandidat PhD yang memimpin studi bersama Dr. Jackson.

Tidak semua orang yang disurvei mengalami tingkat perubahan mimpi yang sama. Para peneliti menemukan orang yang mengalami kesulitan tidur – dengan insomnia – lebih mungkin melaporkan perubahan mimpi daripada individu yang terus tidur nyenyak selama pandemi.

Secara khusus, orang yang mengalami insomnia selama pandemi memiliki proporsi perubahan mimpi tertinggi (55 persen), dibandingkan dengan mereka yang memiliki insomnia sebelumnya (45 persen), atau mereka yang tidur dengan baik (36 persen).

Para peneliti menggunakan analisis Linguistic Inquiry Word Count untuk membandingkan bahasa yang digunakan oleh partisipan untuk menggambarkan mimpi mereka. Peserta dengan insomnia menggunakan kata-kata negatif secara signifikan lebih untuk menggambarkan perubahan mimpi mereka daripada orang-orang yang tidur nyenyak.

"Secara keseluruhan, penderita insomnia, ketika akhirnya tertidur, memiliki mimpi yang lebih negatif dan menakutkan daripada orang yang tidur nyenyak," kata Meaklim.

Pada saat stres, ternyata normal untuk mengalami peningkatan aktivitas mimpi. "Peningkatan dalam mimpi yang jelas dan mimpi buruk telah diamati setelah perang, bencana alam, dan serangan teroris seperti 9/11," kata Dr. Jackson.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.