Sukses

5 Alasan Sebaiknya Anda Tak Terlalu Sering Konsumsi Air Minum dalam Kemasan

Berikut deretan alasan mengapa Anda sebaiknya tak terlalu sering konsumsi air minum dalam kemasan.

Liputan6.com, Jakarta Meningkatnya jumlah masalah kesehatan dan kurangnya air minum bersih telah menyebabkan pertumbuhan pasar air minum dalam kemasan di beberapa negara. 

Air kemasan apa pun, terlepas dari rasa atau nilai mereknya, tetaplah air kemasan. Para ahli dan penelitian telah menemukan dan terbukti secara ilmiah air minum dalam kemasan tidak baik untuk kesehatan kita dalam jangka panjang. Dilansir dari Boldsky, berikut alasan mengapa Anda harus berhenti konsumsi air minum dalam kemasan

1. Tingkat bakteri

Dalam kebanyakan kasus, air mineral alami diperoleh dari mata air atau lubang bor. Air mineral dapat mengandung berbagai organisme, seperti coliform, yang dapat hidup dalam waktu yang cukup lama, terutama jika air tersebut diberikan dalam botol plastik atau dibotolkan secara manual. Dalam beberapa tahun terakhir, air kemasan telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang mungkin untuk infeksi Campylobacter, penyakit bawaan makanan yang umum.

2. Kesalahpahaman tentang 'kualitas yang lebih baik' 

Kenyamanan, rasa, dan kebersihan air kemasan membuat air kemasan menarik bagi banyak orang. Konsumen percaya bahwa kualitas air lebih baik daripada air ledeng. Kenyataannya, bagaimanapun, sangat berbeda. Menurut penelitian, tingkat bakteri dalam air kemasan lebih tinggi daripada di air keran. Tingkat bakteri dalam beberapa kasus jauh lebih tinggi daripada di air keran.

3. Kontaminasi plastik 

Plastik yang digunakan untuk pembotolan diproduksi menggunakan produk minyak bumi dan bahan kimia lainnya. Akibatnya, wadah plastik air minum dalam kemasan dapat terdegradasi dari waktu ke waktu, menyebabkan senyawa plastik bocor ke dalam air tergantung pada metode produksi dan kondisi penyimpanan.

Sementara beberapa produsen air minum dalam kemasan menghentikan penggunaan botol yang mengandung BPA, hal ini tidak berlaku untuk semua perusahaan. Senyawa plastik telah terbukti bocor ke dalam air dalam penelitian. Selain itu, sebagai hormon, BPA dipercaya berkontribusi terhadap perkembangan kanker payudara di tubuh kita.

4. Risiko karsinogen 

Air hangat dalam botol plastik lebih cenderung mengandung senyawa karsinogenik karena reaksi antara air dan plastik. Simpan air hangat dalam botol kaca daripada botol plastik.

5. Komplikasi Kehamilan 

BPA yang digunakan dalam botol air plastik Tipe 7 terbukti menyebabkan komplikasi bagi ibu hamil dan janin yang dikandungnya. BPA meniru estrogen palsu, yang dapat menyebabkan kelainan kromosom dan cacat lahir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Waspada Keamanan Air Minum dari Depo Isi Ulang, Apa Bahayanya?

Ketua Asosiasi di Bidang Pengawasan dan Perlindungan terhadap Para Pengusaha Depot Air Minum (Asdamindo), Erik Garnadi, mengktritisi pernyataan BPOM.

Dikatakan Erik, pernyataan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito yang mengatakan keamanan air minum yang ada di depo-depo air minum isi ulang bukan tanggung jawab BPOM dalam pengawasan.

 “Itu kan sama saja BPOM tidak peduli atau cuek terhadap kesehatan masyarakat yang menggunakan air minum isi ulang dari depo-depo air. Meskipun tidak dalam pengawasannya, seharusnya kalau memang ada temuan BPOM bahwa BPA dalam kemasan itu berbahaya, kan itu harus juga didiskusikan bersama kementerian terkait lainnya seperti Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan supaya sama-sama memikirkan solusinya,” ujar Erik, Kamis (30/6/2022).

Dengan pernyataannya itu, kata Erik, itu mengisyaratkan BPOM tidak mengikuti arahan Presiden yang pernah mengingatkan para menteri dan kepala lembaganya untuk selalu berkoordinasi dan konsolidasi bersama sehingga keluar kebijakan yang sudah solid dan berguna bagi kemajuan bangsa dan negara, dengan menghilangkan ego sektoral, apalagi ego kementerian dan ego kepala lembaga.

“Jadi, seorang kepala lembaga itu tidak boleh hanya mengedepankan ego kepala lembagaannya,” katanya.

Dia mengatakan persoalan BPA ini sebetulnya lebih berat di depo-depo air isi ulang dibanding dengan air minum dalam kemasan (AMDK). Menurutnya, saat ini banyak ditemukan pengisian-pengisian galon yang berbahan lebih dari BPA yang pengisiannya memakai selang buat menyiram tanaman.

“Apakah selang itu tidak mengandung BPA. Itu lebih berbahaya lagi. Apakah BPOM juga menutup mata dengan kondisi seperti ini? Apakah mereka-mereka itu tidak memiliki dan peduli dengan keluarga atau saudara mereka yang menggunakan air minum isi ulang dari depo ini,” tukasnya dengan penuh tanda tanya terhadap pernyataan BPOM.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Legalitas

Makanya, Erik mengatakan selalu mengimbau para anggota Asdamindo baik langsung maupun melalui sosial media agar memiliki legalitas dan sertifikat layak higienis yang diwajibkan untuk keamanan air yang dijual ke masyarakat.

“Bagi asosiasi, yang penting itu kan kesehatan masyarakat yang harus dijaga. Bahwa masyarakat yang mengkonsumsi air minum isi ulang itu harus memenuhi standar baku kesehatan. Itu harapan saya,” ucapnya.

Yang lebih berbahaya lagi, kata Erik, sekarang ini banyak galon-galon AMDK isi ulang yang digunakan masyarakat sebagai wadah untuk membeli air minum di depo-depo air minum isi ulang.

“Ngisi itu ada yang pakai galon yang berbahan PET, apakah itu sesuai standar baku mutu. Seharusnya pihak BPOM itu peduli juga dengan hal-hal seperti ini sebagai badan yang ikut mengawasi makanan dan minuman di masyarakat. Harapan saya, BPOM kan bisa bersinergi antara Kementerian Kesehatan atau Kementerian Perdagangan, dan BPOM ikut mengawasi depot air minum isi ulang juga. Karena itu kan bahaya kalau dikonsumsi sama masyarakat, dan diminum oleh bayi juga,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.