Sukses

Hari Pahlawan, Ini 5 Profil Pahlawan Perempuan Indonesia yang Harus Kamu Ketahui

Hari Pahlawan, perempuan Indonesia juga berperan besar dalam kemerdekaan bangsa Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam memperingati Hari Pahlawan Nasional yang bertepatan pada hari Rabu, 10 November 2021, kita dapat menghormati para pahlawan yang telah berjuang bangsa Indonesia. Berkat jasa dan perjuangan para pahlawan nasional, negara Indonesia telah merdeka dan menjadi bangsa yang besar. 

Tetapi tidak hanya pahlawan laki-laki saja, nyatanya para pahlawan perempuan Indonesia juga berjasa dan memiliki peran yang besar bagi bangsa Indonesia. Penasaran siapa saja? Untuk menyemarakkan Hari Pahlawan, ini dia 5 tokoh pahlawan perempuan Indonesia, dilansir dari kemdikbud.go.id.

 

Nyi Ageng Serang (1752 - 1828)

Nama Nyi Ageng Serang atau Raden Ajeng Kustiah Retno Edi yang lahir pada tahun 1752 di Dewsa Serang adalah salah satu pahlawan wanita yang patut diingat pada Hari Pahlawan. Ayah dari Nyi Ageng Serang adalah seorang Bupati Serang yang kemudian diangkat oleh Sultan Hamengkubuwono 1,  menjadi Panglima Perang. 

Nyi Ageng Serang sebagai pejuang wanita yang berjiwa nasionalis berjuang sampai akhir hidupnya tanpa kenal lelah. Ia berjuang dengan penuh  tekad kepahlawanan dan semangat patriot untuk menentang penjajahan. 

Ketika berperang, Nyi Ageng Serang menggunakan taktik kamuflase “daun lumbu” atau daun keladi hijau. Pada strategi ini, pasukannya berperang dengan berkerudung daun lumbu sehingga dari jauh terlihat seperti tanaman keladi. 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Martha Khristina Tiahahu (1800 - 1818)

Martha Khristina Tiahahu lahir pada tanggal 4 Januari 1800 di Nusa Laut Kepulauan Maluku. Ia adalah anak pertama dari Kapitan Paulus Tiahahu. Pada umur 17 tahun, ia mengikuti ayahnya berperang melawan kekuasaan Belanda. 

Setelah ayahnya meninggal, Martha Khristina Tiahahu meneruskan perjuangannya berperang melawan Belanda. Sayangnya, ia ditangkap bersama 39 orang lainnya dan di bawa ke Pulau Jawa sebagai pekerja paksa di perkebunan kopi. 

Tidak lama kemudian, kondisi kesehatan Martha Khristina Tiahahu semakin melemah, dan pada 2 Januari 1818, ia menghembuskan nafas terakhirnya. 

 

3 dari 5 halaman

Cut Nyak Dien (1848 -1908)

Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848, di Lampadang, Aceh Besar. Wanita tangguh asal Aceh ini adalah seorang anak dari Teuku Nanta Setia Uleebalang VI Mukim. Cut Nyak Dien menikah dengan seorang pejuang Aceh yang bernama Teuku Ibrahim Lamnga. 

Dalam pertempuran melawan Belanda, suami Cut Nyak Dien menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1878. Sejak saat itu Cut Nyak Dien meneruskan perjuangannya untuk berperang melawan penjajah.

Kemudian pada tahun 1880, ia menikah untuk yang kedua kalinya. Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar yang juga seorang pejuang Aceh. Berkat kegigihannya, Teuku Umar berhasil merebut daerah VI Mukim dari tangan Belanda. Sayangnya pada 11 Februari 1899, Teuku Umar meninggal dunia yang membuat Cut Nyak Dien harus berperang sendirian. 

Namun, setelah Cut Nyak Dien dan pasukannya bergerilya selama enam tahun, mereka tertangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Kemudian ia meninggal pada 6 November 1908. 

 

4 dari 5 halaman

Cut Meutia (1870 - 1910)

Cut Meutia lahir pada tahun 1870 di Perlak, Aceh. Ia merupakan seorang panglima Aceh ketika melawan Belanda. Selain itu, Ia bersama dengan suaminya, Teuku Cik Tunong, membentuk dan menyerang patroli Belanda di pedalaman Aceh. 

Pada saat itu, Belanda berusaha membujuk Cut Meutia untuk menyerah tetapi bujukan tersebut tidak berhasil. Namun, Pada Mei 1905, Suami Cut Meutia ditangkap oleh Belanda dan meninggal. Kemudian Cut Meutia kawin lagi untuk yang kedua kalinya dengan Pang Nangru yang merupakan kerabat dari mantan suaminya, Teuku Cik Tunong. 

Mereka berperang melawan penjajah yang menewaskan suaminya pada 26 September 1910, tetapi Cut Meutia berhasil meloloskan dirinya. Setelah itu Ia terus melanjutkan perjuangan dan ia meninggal dunia pada tahun 1910. 

 

5 dari 5 halaman

H. Rasuna Said (1910 - 1965)

H. Rasuna Said lahir pada tanggal 14 September 1910 di Maninjau, Sumatera Barat. Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut mendirikan organisasi “Pemuda Nippon Raya” di Padang, namun dibubarkan oleh pemerintah Jepang. 

Setelah proklamasi kemerdekaan, Rasuna Said  menjadi Anggota Dewan Perwakilan Sumatera mewakili Sumatera Barat. Kemudian, ia menjadi anggota Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah itu, pada tanggal 2 November 1965, ia menghembuskan nafas terakhirnya dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Penulis:

Stephanie

Universitas Universitas Multimedia Nusantara

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.