Sukses

Gara-Gara Polusi, Alat Kelamin Pria di Dunia Makin Menyusut

Akibat polusi, alat kelamin pria modern makin menyusut

Liputan6.com, Jakarta Seorang ilmuwan lingkungan memperingatkan bahaya alat kelamin pria (penis) yang menyusut dan cacat karena polusi. Hal tersebut diungkapkan oleh Dr Shanna Swan dalam sebuah buku baru yang merinci tantangan yang dihadapi sistem reproduksi manusia modern.

Dalam buku yang berjudul "Count Down", Swan menulis bahwa umat manusia tengah menghadapi krisis eksistensial dalam tingkat kesuburan akibat ftalat. Ini merupakan bahan kimia yang digunakan saat membuat plastik yang berdampak pada sistem endokrin penghasil hormon.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Makin banyak bayi lahir dengan penis kecil

Akibat polusi, semakin banyak bayi di dunia yang lahir dengan penis kecil. Buku tersebut juga membahas "bagaimana dunia modern telah mengancam jumlah sperma manusia, mengubah perkembangan reproduksi pria dan wanita, serta membahayakan masa depan umat manusia."

Penelitian Dr Swan dimulai dengan memeriksa sindrom ftalat, zat kimia yang diamati pada tikus. Ia menemukan bahwa ketika janis tikus terpapar bahan kimia tersebut, mereka kemungkinan akan lahir dengan alat kelamin yang menyusut.

3 dari 5 halaman

Bahaya ftalat

Melansir dari News.Sky, Swan menemukan bahwa bayi laki-laki yang terpapar ftalat di dalam rahim memiliki jarak anogenital yang lebih pendek. Ini merupakan sesuatu yang berkorelasi dengan volume penis.

Bahan kimia tersebut biasa digunakan dalam industri untuk membuat plastik lebih fleksibel. Tapi Swan mengatakan bahan kimia tersebut ditularkan lewat mainan dan makanan dan kemudian membahayakan perkembangan manusia.

 

4 dari 5 halaman

Gangguan perkembangan seksual

Phathalates meniru hormon estrogen dan dengan demikian mengganggu produksi alami hormon dalam tubuh manusia. Oleh para peneliti, ini dikaitkan dengan gangguan perkembangan seksual pada bayi dan perilaku pada orang dewasa.

Dr Swan, seorang profesor di bidang kedokteran lingkungan dan kesehatan masyarakat di Rumah Sakit Mount Sinai di New York, mendasarkan penelitiannya pada serangkaian studi penelitian peer-review.

 

5 dari 5 halaman

Studi yang ditemukan

Satu studi yang diterbitkan pada 2017 menemukan bahwa tingkat sperma di antara pria di negara-negara Barat telah turun lebih dari 50% selama empat dekade terakhir setelah memeriksa 185 studi yang melibatkan hampir 45 ribu pria sehat.

Dr Swan percaya bahwa tingkat kesuburan yang menurun dengan cepat menandakan kebanyakan pria tidak akan dapat menghasilkan sperma yang layak pada tahun 2045.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.