Sukses

Mengulik Keunikan Buku 'Antologi Matahari' Karya Musisi Sun Eater

Berikut masing-masing keunikan dari 6 buku 'Antologi Matahari'.

Liputan6.com, Jakarta Meski belum lama berdiri tetapi label musik Sun Eater telah menunjukkan bahwa perusahaan ini mampu bersaing di industri musik. Berangkat dari cerita, hal ini membawa Sun Eater mencoba untuk menggali kemampuan musisi mereka dengan menulis buku.

"Kalau lebih definitif sebenarnya Sun Eater adalah perusahaan yang menganggap musik sebagai salah satu bagian dari kontennya sehingga dari pemikiran ini kami tidak hanya berhenti di musik, tetapi juga bisa membagikan konten-konten lain. Seperti membagikan kisah-kisah yang menarik dari setiap musisi yang dinaungi," ujar Creative Director Sun Eater, Sahid Permana. 

Melalui buku 'Antologi Matahari' Sun Eater berharap dapat menjadi titik awal bagi orang-orang untuk mengenal label musik ini secara keseluruhan. 

"Antologi menggambarkan kondisi Sun Eater saat ini, sedangkan matahari dilambangkan sebagai bentuk perkenalan tentang bagaimana kita memulai sesuatu dan untuk perkambangan selanjutnya," tambahnya.

Harapannya, tulisan-tulisan para musisi dapat saling mengikat dengan karya musik mereka yang memiliki karakter tersendiri. Berikut sedikit gambaran dari enam buku yang dirilis: 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Buku Kedua-Hindia Menjawab

Di saat proyek ini dibuat, Baskara tampak kebingungan untuk menuliskan apa yang ingin diceritakan. Karena sebelumnya, Hindia telah lebih dahulu merilis album perdana yang juga merilis buku tentang Hindia yang hanya dibuat 500 buku. Berangkat dari kebuntuannya, vokalis band Feast dan solois Hindia ini mulai berdiskusi dengan Sahid.

Alhasil, dirinya pun menemukan jalan keluar yang menjadi keunikan dari buku 'Hindia Menjawab'. Konsepnya sederhana, dirinya pun melontarkan pertanyaan kepada penggemar lewat akun media sosial dan nantinya dikemas jadi sebuah cerita menarik.

"Dari sesi pertanyaan yang saya buka, kami kurasi bersama yang terbaik yang memungkinkan jadi satu kesatuan yang utuh. Dan ternyata hasilnya menarik, setelah saya llihat lagi saya tersadar bahwa pertanyaan ini yang paling sering ditanyakan ke saya di internet atau sama siapapun lah di luar sana," ujar Baskara.

Bagi yang pernasaran dengan jawabannya, Anda bisa langsung membacanya di buku ini yang memiliki tingkat visual dengan sensibilitas yang memanjakan mata. 

3 dari 6 halaman

Buku Ketiga-Perjalanan Singkat ke Multisemesta

Berbicara tentang konsep multisemesta, ide ini telah ada jauh sebelum album pertama Feast rilis. Dalam pembuatan buku 'Perjalanan Singkat ke Multisemesta', mereka tidak berfokus pada Feast, melainkan pada terbentuknya dunia fiksi dari hasil pengamatan kehidupan. 

"Multisemesta juga menggambarkan elemen diriku yang juga peduli akan politik, lingkungan, agama, dan negara," kata editor Gramedia Pustaka Utama, Ruth Angelina.

Hal ini tidak terlepas dari campur tangan Rivanlee Anandar yang mencoba menginterpretasi ulang dengan mengaitkan kondisi di masa pandemi COVID-19.

"Sentuhan lain yang saya berikan hanya membaca pola sejarah yang sebenarnya berulang, tetapi hanya saja orang-orang banyak tidak menyadari akan hal itu," katanya via Zoom.

Harapannya, dengan membaca ini penggemar atau orang banyak dapat menemukan pola sejarah dari masa lalu dan masa kini.

"Buku Feast adalah salah satu penjelasan konsep multisemesta yang sejauh ini paling definitif, tetapi bukan yang paling lengkap untuk ke depannya," kata vokalis Feast, Baskara Putra. 

4 dari 6 halaman

Buku Keempat-Jadi, Bagaimana?

Buku 'Jadi, Bagaimana?' menjadi tantangan bagi Aldrian Risjad yang sangat membatasi ruang geraknya untuk mengeksplorasi. Dengan lirik lagu biasanya dia bisa menciptakan berbagai notasi dan ritme, kini dia punya tanggung jawab untuk lebih memperjelas pesan yang disampaikan.

Berbeda dengan buku lainnya, buku buatan Aldrian ini cukup terbilang unik karena setiap tulisan mengandung unsur pertanyaan. Tujuannya, Aldrian ingin mengajak pembaca untuk kritis saat mulai menelusuri alur ceritanya.

"Gua banyak bingung dan banyak bertanya tetapi gua ingin kalian merasakan seperti yang gua rasakan. Bahkan kalau bisa pertanyaan-pertanyaan bisa lebih dari buku ini," ujar rockstar muda itu. 

Pengalaman ini turut dibagikan oleh Ruth Angelina. Menurutnya buku ini relevan dengan kehidupan banyak orang yang kerap kali tidak berani menyampaikan pertanyaan yang ingin diketahui. Dan buruknya pertanyaan itu seolah hanya barang usang yang terus tersimpan untuk diri sendiri. 

 

5 dari 6 halaman

Buku Kelima-After Dark

Berangkat dari kebiasaan membaca komik di masa kecil, menghantarkan karya bertajuk 'After Dark' garapan dua produser, Pandu dan Rasta divisualisasikan seperti komik. Dari segi isi buku, mereka lebih memperjelas lirik-lirik album sebelumnya yang menggambarkan suatu tempat di masa depan. 

"Menurut saya karya Mothern ini lebih mengajak orang-orang untuk menginterpretasikan lagu kita secara visual," kata Pandu, personil Mothern.

Hal ini membuka kesempatan bagi penikmat musik Mothern untuk memudahkan menangkap makna dari lagu yang dihasilkan. Dengan begitu, Mothern berusaha memberikan sensasi dengan perpaduan indera pendengaran dan penglihatan.

"Karena buku komik mungkin orang-orang bisa lebih tahu meskipun hanya fiksi," kata rekannya, Rasta. 

6 dari 6 halaman

Buku Keenam-The 4 Stages in Being Yourself Again

Buku yang terakhir ditulis oleh salah satu mantan personil girlband Blink, Agatha Pricilla, dan lebih menggambarkan cerita percintaan remaja yang penuh kebimbangan. Uniknya, dia bersama temannya, Salma Chetisza, mengemas buku tersebut dengan kumpulan-kumpulan puisi. 

Meski ini pengalaman pertama untuk Priscilla, tetapi dirinya tetap nyaman menjalani setiap prosesnya karena buku ini sengaja dibuat sesuai dengan karakter Priscilla yang tenang dan berani. 

Buku 'The 4 Stages in Being Yourself Again' sebagai jembatan yang menghantarkan pada lagu-lagunya yang lebih mengangkat konflik dewasa. 

"Kumpulan puisi ini yang dibuat belum ada di lagu-laguku yang konfliknya lebih dewasa. Jadi aku memilih topik yang lebih childish yang diidentikan dengan fase-fase percintaan remaja sebagai masa peralihan," ucap gadis 23 tahun itu. 

Dirinya juga mengharapkan karya puisi ini dapat dibaca berulang-ulang ketika pembaca mulai merasakan sesuatu yang relevan di dalamnya. 

Penulis:

Ignatia Ivani 

Universitas Multimedia Nusantara 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.