Sukses

Ketika Kerupuk Menjadi Penyambung Hidup

Bermodal jualan kerupuk, Pak Darman bisa menghidupi empat orang anaknya. Berharap bisa menyekolahkan anaknya hingga ke bangku perguruan tinggi.

Citizen, Surabaya: Kerupuk adalah salah satu makanan kecil yang menjadi pendamping di saat makan nasi. Siapa yang menyangka jika kerupuk menjadi penyambung hidup seseorang.

Sudarman, yang biasa dipanggil Pak Darman menggantungkan hidupnya dengan berjualan kerupuk di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Jawa Timur. Pria yang berumur 48 tahun ini sudah 30 tahun berjualan kerupuk dan makanan kecil di FISIP UNAIR.

Kerupuk dipilih sebagai penyambung hidup karena harganya murah dan diminati mahasiswa. Beliau berangkat di pagi hari dengan berjalan kaki dari kosnya yang berada di Kecamatan Mulyosari. Semua itu dilakukan dengan niat untuk menghidupi anak-istrinya di desa.

Pria asal Nganjuk ini mempunyai  empat orang anak. Yang pertama bernama Lolita, memutuskan untuk berhenti sekolah karena keterbatasan biaya dan membantu orangtua. Kemudian dua anak lelaki yang masih duduk di sekolah dasar. Dan baru saja istrinya melahirkan anak keempat, perempuan masih berumur lima bulan.

Beliau memulai berjualan kerupuk di Surabaya dari umur 18 tahun. Ia tidak bisa bercocok tanam seperti yang dilakukan orang desa pada umumnya, karena tidak adanya lahan yang bisa dikerjakan sehingga beliau memutuskan untuk merantau. Pada awal berjualan, Pak Darman harus merelakan jualannya diminta oleh satpam sekitar.

Bahkan hampir lima pak rokok diminta dalam satu hari. Pak Darman pun ikhlas dan terus berdoa kepada Tuhan. Meskipun terjepit ekonomi yang sulit, beliau tidak pernah melupakan melaksanakan salat lima waktu. Beliau merasakan suka duka selama berjualan di FISIP UNAIR. Ia telah sering kali diajak wawancara dan foto bersama mahasiswa-mahasiswa.

Tak segan pula, mahasiswa mengirimkan foto tersebut untuk dipajang di kamar kosnya. Cobaan yang sangat berat untuknya adalah ketika peralihan dari Orde Baru menuju Reformasi di mana semua harga barang melambung. "Biyen iku krupuk regane 100 repes, mbari reformasi langsung larang kabeh. Aku kudhu torok bendinon," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa ketika peralihan dari Orde Baru ke Reformasi, ia harus rugi berhari-hari untuk menstabilkan kembali jualannya. Tapi berkat doa dan usaha yang terus menerus, jualan kerupuknya laris dan menjadi trademark di FISIP UNAIR.

Dalam lubuk hatinya ia ingin terus berusaha agar kelak ada salah satu anaknya bisa mencapai bangku kuliah. "Ndelok arek-arek iki pinter-pinter, aku pengen engkok anakku isok mlebu kene," ujarnya mengakhiri pembicaraan.

Semoga pendidikan Indonesia bisa memfasilitasi anak-anak Indonesia yang kurang beruntung di pelosok-pelosok.(Pengirim: Kelompok 8 SGTC Surabaya)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini