Sukses

Seram, Jasad Pendaki Gunung Everest Dijadikan Penanda Jejak

Lebih dari 200 pendaki Gunung Everest meninggal dalam pendakian. Sejumlah jasad mereka di antaranya digunakan sebagai penanda jejak.

Liputan6.com, Jakarta - Gunung Everest, dikenal sebagai puncak tertinggi di dunia. Tak sedikit para pendaki tertarik untuk menjelajahi gunung bersalju tersebut. Namun di balik ketinggian gunung itu, ada sejumlah misteri tersimpan sejak lama di antara para pendaki.

Untuk mencapai puncak tertinggi, bisa dibilang tak sedikit orang tewas ketika melakukan pendakian. Mulai dari terjatuh di jurang, kekurangan oksigen hingga hancur oleh longsoran salju. Jumlah pendaki yang tewas di Gunung Everest diperkirakan mencapai lebih dari 200 orang. Hal tersebut membuat Gunung Everest juga terkenal sebagai tempat pemakaman yang tragis.

Karena tempat yang sulit diraih dan kemungkinan evakuasi sulit untuk dilakukan. Jasad yang jatuh dalam jurang atau telah membeku dalam tumpukan salju dibiarkan selama bertahun-tahun. Namun bagi para pendaki lain yang telah mendaki puncak gunung tersebut juga menggunakan jenazah mereka sebagai penanda jejak.

1. Jasad dengan boots hijau

 

(Foto: интересное.ru) Green boots sebagai titik penanda di Gunung Everest.

Jasad tersebut diperkirakan merupakan seorang pendaki India yang meninggal pada tahun 1996. Pemilik jasad tersebut memiliki nama Tsewang Paljor. Tubuhnya terletak di dekat sebuah gua yang perlu dilalui oleh semua pendaki pada perjalanan menuju puncak.

Jasad Paljor yang menggunakan boots hijau, sempat digunakan sebagai penanda titik arah untuk mengukur seberapa dekat mereka dengan puncak.

Cerita kematian Paljor sendiri sebenarnya cukup memilukan. Sebelum meninggal karena mengalami hipotermia, ia terpisah dengan timnya dan mencari perlindungan. Sayangnya, usahanya sia-sia karena tak pernah ada orang yang datang untuk menyelamatkannya ataupun mencarinya sampai akhirnya ia tutup usia di Gunung Everest.  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

2. Jasad David Sharp

10 tahun kemudian, jenazah pendaki asal Inggris David Sharp bergabung bersama sepatu boots hijau. Tak jauh dari jasad Paljor, pria itu membeku di gua tempatnya beteduh. Sebelum meninggal, pria itu masih bisa hidup namun tak bisa begerak karena seleuruh tubuhnya membeku dan tak menunjukan tanda-tanda kehidupan.

Lebih dari 40 pendaki sempat melewati pria malang itu. Namun di antara mereka tak pernah ada yang memeriksa keadaan David. hal itu dikarenakan mereka mengira David telah tewas dan mengidentikannya sebagai si boots hijau.

Setelah pendaki sherpa melintas, mereka mendengarkan erangan responsif dari pria malang itu. David hanya bisa menggumam namanya sendiri serta tim ekspedisinya ketika ditemukan.

Dari situ, para pendaki tahu bahwa David masih bernyawa. Para pendaki itu berbaik hati mau menolong David dengan memberikan pria itu oksigen dan membantunya keluar dari gua. Namun, kondisi David yang buruk menyulitkan baginya dirinya untuk berdiri.

Hingga para pendaki yang menolongnya, meninggalkan David sebentar untuk mencari bantuan ke basecamp mereka. Ketika mereka kembali untuk menyelamatkan David hal itu terlambat dan nyawa David tak bisa diselamatkan.

 

 

3 dari 4 halaman

3. Francys Arsentiev dan suaminya

"Tolong jangan tinggalkan aku" ucapan terakhir Francys sebelum ia meninggal kepada para pendaki yang melintas. Wanita itu terjatuh di zona kematian dan terpisah dari suaminya ketika turun dari gunung tersebut.

Francys Arsentiev sebenarnya merupakan wanita Amerika pertama yang berhasil mencapai puncak Everest pada tahun 1998. Ia berhasil melakukan pendakian tanpa menggunakan bantuan oksigen atau semacamnya. Namun, pencapaian tersebut sebenarnya tak disebut sebagai pendakian yang berhasil.

Hal itu dikarenakan Francys tidak pernah turun gunung setelah berhasil menaklukan puncak Everest. Ketika turun dari puncak gunung di malam hari dalam kondisi cuaca bersalju, suami Francys, Sergei, menyadari istirnya menghilang. Hilangnya Francys membuat, pria itu kelimpungan dan menantang maut untuk mencarinya.

Suami Francys sempat bertemu dengan tim pendaki dari Uzbekistan dan mencoba untuk membantu kesulitan yang dihadapi pria itu. Sayangnya, mereka tak bisa membantu banyak karena tabung oksigen mereka mulai menipis.

Keesokan harinya kedua pendaki lain menemukan Fracys dalam kondisi yang sangat buruk. Tak jauh dari lokasi ia ditemukan terdapat kapak dan tali milik suaminya. Namun pria malang itu tak pernah ditemukan.

Francys sendiri tak selamat setelah pendaki lain yang menemukannya berusaha membantu wanita itu. Delapan tahun kemudian, pendaki yang sempat menolongnya kembali menemui  Francys. Hal itu mereka lakukan untuk menutup jasad Francys dalam bautan kain bendera Amerika sebagai bentuk memorial untuknya.

Sedangkan suami Francys ditemukan beberapa tahun kemudian ketika para pendaki menemukan mayatnya di bawah gunung. Ada kemungkinan pria itu meninggal karena terjatuh tak jauh dari lokasi Francys tewas.

Kebanyakan pendaki yang tak bisa berbuat banyak untuk menolong Francys dan suaminya. Hal itu disebabkan mereka akan berisiko terhadap nyawa mereka sendiri, untuk menyelamatkan pasnagan tersebut yang terjatuh di sisi tebing curam. 

 

4 dari 4 halaman

4. George Mallory

George Mallory merupakan salah satu pemanjat yang mengakhiri nasibnya di gunung Everest. Namanya terkenal sebagai seorang pendaki gunung yang terkenal di Inggris. Di tahun 1924, Mallory dan tim ekspedisi Irvine research melakukan pendakian ke Gunung Everest.

Di tahun yang sama setelah berhasil mencapai puncak, Mallory jatuh ketika badai salju terjadi dan mayatnya baru ditemukan pada tahun 1999. Beberapa dekade sebelumnya para pemanjat Tiongkok, melaporakan bahwa mereka menemukan jasad dengan fisik-fisik seperti orang Eropa.

Dalam penemuan tersebut, jasad Mallory mulanya disangka sebagai Andrew Irvine, sang pemipin ekspedisi pendakian bersama dengan Mallory. Pria itu tewas dalam badai yang sama.

Setelah diselidiki lebih lanjut di tahun 1999, penemuan jasad tersebut diyakini sebagai Mallory. Ia temukan terlengkup dan tangan yang melebar. Cuaca yang ekstrem di Everest membuat kulit pria itu dalam kondisi yang baik.

Jasad itu diduga kuat sebagai Mallory karena tim peneliti menemukan hipotesis bahwa pria itu terjatuh dari tebing. Hal itu diketahui dari penemuan tali yang putus dalam ikat pinggang Mallory.

Mereka juga menemukan lubang seukuran bola golf dikening pria itu. Ada dugaan kuat setelah terjatuh, pria itu mengalami trauma otot ketika menabrak batu yang tajam hingga akhirnya tewas di tempat.

Meskipun peneliti sudah mengidentifikasi jasad Mallory, Andrew Irvine sampai saat ini masih belum ditemukan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.