Sukses

Menguak Beragam Makna pada Lukisan Penangkapan Diponegoro

Lukisan Pieneman dan lukisan versi Raden Saleh memperlihatkan intrepretasi pelukisnya terhadap peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro.

Liputan6.com, Jakarta - Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

("Diponegoro" karya Chairil Anwar)

Kepahlawanan Pangeran Diponegoro bagi rakyat Indonesia sudah tak diragukan lagi. Pangeran Diponegoro adalah musuh Belanda yang mampu menimbulkan kerepotan luar biasa, bahkan sampai membuat kondisi kas pemerintah kolonial defisit.

Meski demikian, lewat sebuah tipu rayu licik oleh Kolonel Cleerens, Pangeran Diponegoro mampu dibujuk untuk datang ke Magelang pada suatu pagi 28 Maret 1830. Pangeran Diponegoro awalnya dijanjikan untuk berunding. Namun, perundingan tak terjadi. Pangeran Diponegoro dilarang kembali, serta dipersilakan naik kereta menuju Batavia, sebelum akhirnya diasingkan ke Manado.

Momen penangkapan Diponegoro begitu menggemparkan dunia. Sang pemberontak Jawa itu berhasil ditangkap, begitu kira-kira berita yang disiarkan Belanda.

Momen itu rupanya diabadikan oleh dua pelukis tersohor dunia, yakni Nicolas Pieneman dan Raden Saleh. Lukisan Pieneman lebih dulu dibuat dibandingkan dengan lukisan Raden Saleh. Namun demikian, ada perbedaan yang sangat besar antara kedua lukisan tersebut.

Pieneman dan Saleh sama-sama mengabadikan peristiwa saat panglima tentara Belanda, Jenderal H.M. de Kock, yang dikelilingi stafnya mengisyaratkan Diponegoro untuk menuju kereta yang telah disediakan, yakni kereta yang akan membawanya ke tahap pertama pengasingan.

Menurut Peter Carey, sejarawan Universitas Oxford, kekakuan dan keresmian terpancar kuat dari lukisan Pieneman. Sebaliknya, lukisan Raden Saleh diperkaya oleh nuansa kesedihan dan drama, dengan gambaran sikap keras para perwira Belanda yang berlawanan dengan wajah-wajah sendu pengikut Diponegoro.

Menurut Peter Carey, sejarawan Universitas Oxford, kekakuan dan keresmian terpancar kuat dari lukisan Pieneman (Istimewa).

Lukisan Penangkapan Diponegoro versi Pieneman diselesaikan ketika Raden Saleh masih menempuh pendidikan di Belanda. Dalam lukisan itu, tanda kegemilangan pemerintah kolonial Belanda tampak jelas. Bendera merah-putih-biru berkibar di belakang gedung pertemuan. Wajah sang Pangeran juga digambarkan feminin, dengan tangan Jenderal De Kock menunjuk, seolah mengusir Pangeran Diponegoro menuju keretanya. Bahkan, Pangeran Diponegoro juga ada di anak tangga di bawah De Kock, seolah menggambarkan adanya perbedaan derajat di antara mereka.

Menurut Werner Krauss, Pieneman menggambarkan Diponegoro melalui ekspresi bahasa tubuhnya bahwa ia menerima penaklukkannya. Diponegoro dan para pengikutnya secara fisik dilukiskan menerima keputusan Jenderal De Kock dan bahwa keputusan itu baik, seperti seorang ayah yang menunjukkan jalan kepada salah seorang putranya yang salah asuh. Tidak ada bantahan, kehebohan, serta melalui sandiwara yang dan mengejek, berkibar bendera tiga warna Belanda.

Namun dalam versi Raden Saleh, gaya yang tampil sangat kuat dan berbeda dengan versi Pieneman. Tidak berbekas lagi tampilan pesta kemenangan kekuasaan kolonial.

Pangeran Diponegoro dalam lukisan Raden Saleh tampak menunjukkan air muka penuh amarah dan sikap menghina (Istimewa).

Jika Pieneman menggambarkan Diponegoro sebagai orang yang terpukul dan tanpa emosi dalam menghadapi nasibnya, maka sang pangeran dalam lukisan Raden Saleh tampak menunjukkan air muka penuh amarah dan sikap menghina. Ia memandang De Kock dengan sikap menantang, sementara De Kock mengambil jarak dengan sikap dingin dan pandangan hampa.

Bila Pieneman menempatkan Panglima Belanda itu lebih tinggi daripada tawanan Jawa, Raden Saleh menempatkan keduanya pada ketinggian yang sama. Pada lukisannya, Pieneman menempatkan De Kock dan Diponegoro dalam ruangan sebagai orang per orang, sementara Raden Salah menempatkan keduanya sebagai pasangan. Ditambah lagi Raden Saleh menggambarkan kepala para kolonel Belanda dengan terlalu besar, seolah-olah mengingatkan orang pada hantu-hantu jahat di Jawa.

Lukisan Penangkapan Diponegoro versi Raden Saleh jelas menyiratkan keinginan si pelukis untuk mengangkat kembali martabat orang Jawa. Bahkan dalam lukisan itu tampak potret Raden Saleh sebagai seorang saksi sebuah perbuatan yang memalukan.

Meski lukisan ini dipersembahkan untuk Raja Belanda, Raja William III, yang merupakan patron dan donatur sang pelukis, banyak pihak menduga ini adalah sedikit percikan nasionalisme dalam diri Raden Saleh.

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.