Sukses

Benarkah Depresi Membuat Orang Lebih Rentan terhadap Misinformasi? Simak Jawabannya

Pada penelitian Dr. Roy disajikan empat pernyataan misinformasi terkait pandemi Covid-19.

Liputan6.com, Jakarta - Dr. Roy Perlis, seorang psikiater Harvard Medical School melakukan penelitian tentang misinformasi Covid-19 dan kaitannya dengan orang yang mengidap depresi pada musim semi 2020 lalu.

Pada penelitian terdahulunya, dia menemukan adanya pengaruh misinformasi Covid-19 terhadap kondisi kesehatan mental seseorang. Penelitiannya itu menunjukkan misinformasi dapat berdampak negatif terhadap kondisi mental seseorang.

Berangkat dari penelitiannya itu, ia ingin melihat apakah seseorang yang mengidap depresi cenderung lebih rentan terhadap misinformasi. Seseorang dengan depresi cenderung lebih mengingat dan merenungkan pengalaman-pengalaman buruk.

Pada penelitiannya, disajikan empat pernyataan misinformasi terkait pandemi Covid-19. Responden akan menjawab apakah mereka percaya akan pernyataan tersebut atau tidak, ada 15.464 responden yang terlibat dalam penelitian ini.

Ditemukan, orang dengan depresi klinis cenderung lebih memercayai misinformasi yang beredar. “Menurut saya, apa yang kami temukan dalam penelitian ini dapat menjadi suatu alasan tambahan mengapa kita harus lebih memerhatikan kondisi depresi dan kecemasan,” jelas Dr. Roy, seperti dikutip dari Mashable.

Namun, penelitiannya tidak hanya fokus terhadap kondisi mental responden saja, tetapi juga melihat adanya pengaruh media sosial, polarisasi, dan latar belakang responden. Dr. Roy berhati-hati dalam penelitiannya agar tidak menimbulkan konotasi negatif dan stigma terhadap orang dengan kondisi mental tertentu.

Ia menegaskan, pola perilaku memercayai misinformasi bukan berarti orang tersebut memiliki kondisi mental, melainkan kondisi mental yang kurang baik ditambah faktor pendukung lainnya akan membuat seseorang cenderung menjadi korban misinformasi.

Melalui penelitiannya itu, ia lebih lanjut merekomendasikan untuk mencari bantuan profesional untuk merawat kondisi mentalnya. Perawatan yang dimaksud di antaranya, terapi kognitif perilaku (CBT) dan pengobatan antidepresan.

Dua hal ini dinilai ampuh untuk memperbaiki gejala-gejala depresi. Apalagi ditambah dengan pola hidup sehat seperti berolahraga, tidur yang cukup, bersosialisasi, hingga mengurangi konsumsi media sosial.

Seorang psikolog klinis, Dr. Zindel Segal, juga menambahkan pentingnya terapi mindfulness untuk membantu seseorang agar mampu berpikir dan bertindak lebih hati-hati. Terapi mindfulness ini dapat dilakukan dengan bermeditasi oleh siapapun.

Viona Pricilla/Universitas Multimedia Nusantara

Sumber: https://mashable.com/article/depression-misinformation-mental-health

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.