Sukses

Cek Fakta: Tidak Benar Vaksin Covid-19 Hanya untuk Orang yang Tidak Punya Penyakit

Beredar di aplikasi percakapan video yang menyebut vaksin tidak efektif bagi orang yang punya penyakit.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar di aplikasi percakapan video yang menyebut vaksin covid-19 tidak efektif bagi orang yang punya penyakit. Video itu ramai dibagikan sejak pekan lalu.

Video berdurasi dua menit 27 detik itu menampilkan seseorang bernama Ustadz Prof. DR.dr Yuwono M.Biomed. Dalam video tersebut ia menyampaikan beberapa klaim.

Pada detik ke-35 ia menyebut bahwa orang yang memiliki vaksin tidak usah divaksin covid-19. Ia juga menyebut vaksin tidak akan bekerja baik dalam tubuh orang yang punya penyakit.

Ia juga menyebut untuk mencapai herd immunity hanya butuh 40-60 persen orang yang divaksin. Ia juga mengklaim beberapa orang yang sudah divaksin dilaporkan masuk ICU.

Video tersebut juga disertai narasi: "Vaksin Hanya untuk yang tidak punya penyakit".

Lalu benarkah sejumlah klaim yang disebutkan dalam video tersebut terkait vaksin covid-19?

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com meminta penjelasan dari dr. Muhamad Fajri Adda'i. Ia menyebut klaim yang disampaikan dalam video tersebut tidak benar.

"Vaksin justru diprioritaskan pada orang yang punya penyakit kronis. Pasalnya angka kematian pada orang yang punya penyakit kronis sangat tinggi. Itu sebabnya WHO dan banyak negara memprioritaskan vaksin ini untuk masyarakat rentan atau yang punya penyakit kronis," ujar dr. Fajri, sapaan akrabnya saat dihubungi Rabu (30/6/2021).

"Orang lansia dan komorbid justru punya peluang gejala lebih berat saat terkena covid-19, jadi itu sebabnya mereka harus mendapat prioritas vaksin."

Untuk klaim selanjutnya dr. Fajri juga menyebut vaksin tetap bisa bekerja efektif bagi orang dengan komorbid atau lansia.

"Di dunia nyata efektivitas vaksin covid-19 sudah terbukti bekerja untuk orang dengan komorbid atau lansia. Bahkan hal ini juga sudah terbukti sejak uji klinis dilakukan."

Klaim lain yang menyebut hanya butuh 40-60 persen orang untuk divaksin juga tidak benar. dr. Fajri menyebut angka 181 juta target vaksinasi covid-19 di Indonesia sudah ada perhitungannya:

"Menghitung cakupan vaksinasi sudah ada rumusannya. Semakin besar efikasi vaksin maka cakupannya juga semakin kecil, jadi untuk Indonesia yang memakai vaksin Sinovac memang dibutuhkan cakupan yang lebih luas."

Beberapa bukti terkait vaksin covid-19 bekerja efektif untuk orang dengan komorbid atau lansia bisa dilihat di link ini, ini, dan ini

Target cakupan vaksinasi covid-19 di Indonesia bisa dilihat di link ini...

Terkait klaim yang menyebut orang yang punya penyakit kronis masuk ICU juga tidak ada dasarnya. Dalam artikel Liputan6.com berjudul "Ada 229 Laporan KIPI Serius terkait Vaksinasi COVID-19" yang tayang 21 Mei 2021 sudah dijelaskan mengenai hal ini.

Berikut isi artikelnya:

"Liputan6.com, Jakarta -Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Hinky Hindra Irawan Satari menyebutkan ada 229 laporan KIPI menurut data dari awal vaksinasi COVID-19 hingga 16 Mei 2021.

Dari 229 laporan KIPI serius tersebut, 211 berasal dari laporan usai divaksin Sinovac dan 18 laporan usai divaksin AstraZeneca.

Yang dimaksud dengan KIPI serius adalah penerima vaksin itu sampai dirawat di rumah sakit, mengancam jiwa atau menimbulkan keresahan di masyarakat.

Sementara itu, data yang diterima Komnas KIPI mendapatkan laporan KIPI non serius sejumlah 10.627.

"Laporan non serius seperti demam, mual, muntah, pusing, sakit kepala, nyeri sendi itu ada 10.627. Terdiri dari 9.738 laporan yang disuntik Sinovac dan 889 AstraZeneca," kata Hindra dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta pada Kamis (20/5/2021).

Hindra mengucapkan terima kasih pula kepada Komite Daerah KIPI yang sudah bekerja keras dan sesuai prosedur saat menangani kasus- kasus terutama berat.

"Alhamdulillah, KIPI serius bisa ditanggulangi dengan sebaik-baiknya, ditangani serius, kegawatan diberi pertolongan yang appropriate, respons bagus sehingga bisa ditolong," kata Hindra lagi.

Hindra juga menyebutkan bahwa ada beberapa kasus kematian usai vaksinasi COVID-19. Dari laporan vaksinasi Sinovac, ada 27 orang meninggal. Setelah diselidiki semuanya tidak terkait dengan vaksin Sinovac.

"Yang meninggal usai divaksin Sinovac ada 27 dengan rincian 10 orang karena terinfeksi COVID-19, 14 karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 1 orang karena gangguan fungsi ginjal mendadak, lalu dua orang karena diabetes melitus dan hipertensi tidak terkontrol," kata Hindra.

Komnas dan Komda KIPI mengetahui alasan di balik meninggal ke-27 orang tersebut karena mereka menjalani perawatan di rumah sakit. Sehingga data-data kondisi kesehatan lengkap termasuk hasil pemeriksaan lab dan CT scan.

Sementara, yang meninggal usai divaksin AstraZeneca ada tiga. Kasus itu adalah kematian anak muda bernama Trio asal Jakarta, seorang ojek daring berusia 57 tahun asal Jakarta, dan seseorang berumur 45 tahun di Ambon, Maluku.

Pertama, terkait kasus Trio, Komnas KIPI belum bisa menyimpulkan apakah kematian disebabkan oleh vaksin AstraZeneca. KIPI kekurangan data akibat Trio yang tidak menjalani pemeriksaan kesehatan setelah muncul keluhan sakit.

"Jadi sulit untuk menentukan penyebab kematiannya karena enggak ada data. Enggak pernah diperiksa dokter, datang sudah meninggal tidak ada lab, tidak ada Rontgen. Tidak ada CT scan kepala," tutur Hindra.

Kasus berikutnya, seorang ojek daring berusia 57 tahun. Temuan KIPI, kematian tidak karena vaksinasi. Namun, orang tersebut memiliki penyakit radang paru.

"Jadi bukan gara-gara vaksin tapi dia radang paru. Radang paru sebelum divaksin," ucapnya.

Kasus ketiga terjadi di Ambon. Orang tersebut meninggal setelah menerima vaksinasi COVID-19 AstraZeneca karena terpapar COVID- 19. Beberapa hari sebelum divaksin ternyata sudah positif COVID-19."

Sumber:

https://cdn.who.int/media/docs/default- source/immunization/sage/2021/april/5_sage29apr2021_critical- evidence_sinovac.pdf

https://www.thelancet.com/pdfs/journals/laninf/PIIS1473-3099(21) 00354-6.pdf

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33320183/

https://www.cidrap.umn.edu/news-perspective/2021/03/pfizer- astrazeneca-covid-19-vaccines-may-offer-high-efficacy-elderly

https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2021.05.19.21257472v1.full. pdf

https://www.liputan6.com/health/read/4563284/ada-229-laporan-kipi- serius-terkait-vaksinasi-covid-19

https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20210128/2636884/pemerintah-tergetkan-70-cakupan-vaksinasi-covid-19/

https://www.kemkes.go.id/article/view/21021800001/kelompok-komorbid-bisa-divaksinasi-begini-ketentuannya.html

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Sejumlah klaim yang disebutkan dalam video tersebut terkait vaksin covid-19 adalah tidak benar.

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi partner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.