Sukses

Cek Fakta: Viral Kabar MUI Kecewa Larangan Berkumpul Hanya Berlaku di Masjid, Ini Faktanya

Beredar kabar MUI kecewa sebab larangan berkumpul hanya berlaku di masjid dan tidak di mal, untuk memutus penularan Covid-19. Simak penelusuran fakta di balik itu.

Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecewa sebab larangan berkumpul hanya berlaku di masjid dan tidak di mal, untuk memutus penularan virus corona baru (Covid-19).

Kabar tersebut merupakan judul artikel "MUI Kecewa Larangan Berkumpul Hanya Berlaku di Masjid, di Mal Tidak!" yang dimuat situs law-justice.co.

Berikut isinya:

Jakarta, law-justice.co - Majelis Ulama Indonesia mengaku kecewa dengan sikap Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak tegas melarang orang berkumpul di pusat perbelanjaan maupun yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta beberapa waktu lalu ditengah kondisi Pandemi Corona.

Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas mengatakan hal ini menyebabkan kebingungan dikalangan masyarakat.

Harusnya kata dia, Pemerintah bisa tegas mengatur masyarakat untuk tidak berkumpul tanpa terkecuali di tengah pandemi Covid-19. Anwar menegaskan, tindakan tegas bukan hanya untuk berkumpul di rumah ibadah saja.

“Hal demikian tentu saja telah mengundang tanda tanya di kalangan umat, apalagi melihat pihak pemerintah dan petugas tahunya hanya melarang dan itu mereka dasarkan kepada fatwa MUI,” kata Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Minggu (17/05).

Anwar menambahkan, sebelumnya pihaknya telah mengeluarkan fatwa agar umat Islam di daerah yang penyebaran virusnya tidak terkendali, melaksanakan ibadah di rumah saja. Mulai dari salat jumat, salat berjamaah lima waktu serta salat tarawih, semua diimbau dilakukan di rumah saja.

Fatwa MUI ini oleh pihak pemerintah tampak sangat diperhatikan dan dipegang kuat sebagai dasar untuk mencegah orang untuk berkumpul ke masjid, baik untuk melaksanakan salat jumat dan salat berjamaah.

"Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat lainnya," tegasnya.

Dia berharap Pemerintah dapat mengevaluasi kebijakan dan tindakannya untuk membuat aturan yang jelas dan tegas dalam menyikapi pandemi Covid-19 tanpa terkecuali. Dapat memberikan perlakuan yang sama untuk semuanya.

“Kecuali untuk hal-hal yang memang sangat penting, sehingga semua elemen masyarat dapat dengan ikhlas menerimanya. Masyarakat dapat hormat serta tunduk dan patuh kepada ketentuan yang ada dengan sebaik-baiknya,” tegasnya.

Benarkah MUI Kecewa sebab larangan berkumpul hanya berlaku di masjid dan tidak di mal? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Cek Fakta Liputan6.com menelusuri klaim yang menyebut, MUI Kecewa sebab larangan berkumpul hanya berlaku di masjid dan tidak di mal, dengan meminta konfirmasi Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas.

Anwar pun membagi keterangan tertulis yang terkait dengan klaim tersebut, berikut isinya:

"IRONI DAN HAL2 YANG TIDAK MENGENAKKAN DALAM PENANGANAN COVID-19

Ada ironi atau hal2 yang sangat sulit kita terima dengan akal sehat karena adanya pertentangan sikap dalam hal usaha kita untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona yang sudah sama2 kita ketahui sangat berbahaya tersebut dimana disatu sisi kita tegas dalam menghadapi masalah tapi disisi lain kita longgar sehingga usaha kita untuk membendung dan menghentikan secepatnya penyebaran virus corona tersebut menjadi terkendala karena adanya ambivalensi sikap dari pemerintah yang tegas dengan rumah ibadah tapi tidak tegas dengan lainnya.

Bagi MUI setelah melihat dan mengkaji tentang virus corona ini serta bahaya dan dampak buruk serta kemudaratan yang bisa ditimbulkannya MUI telah mengeluarkan fatwa agar umat islam di daerah yang penyebaran virusnya tidak terkendali supaya tidak melaksanakan shalat jumat dan shalat berjamaah lima waktu serta shalat tarawih di mesjid dan mushalla tapi mengerjakannya di rumah saja.

Fatwa MUI ini oleh pihak pemerintah tampak sangat diperhatikan dan dipegang kuat sebagai dasar untuk mencegah orang untuk berkumpul ke mesjid bagi melaksanakan shalat jumat dan shalat berjamaah.

Saya rasa hal ini sudah merupakan satu tindakan yang benar. Tapi yang menjadi pertanyaan mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di mesjid tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang2 yang berkumpul di pasar, di mall2 , di bandara , di kantor2 dan di pabrik2 serta di tempat2 lainnya ? Bahkan di beberapa daerah para petugas dengan memakai pengeras suara mengingatkan masyarakat untuk tidak berkumpul di mesjid bagi melaksanakan shalat jumat dan shalat jamaah serta tarawih di mesjid karena berbahaya.

Tetapi di wilayah dan daerah yang sama tidak ada petugas yang dengan pengeras suara menghimbau masyarakat di pasar, di mall, dijalan, di bandara , di kantor dan di pabrik2 dll untuk mengingatkan mereka supaya menjauhi ber kumpul2 karena berbahaya.

Hal demikian tentu saja telah mengundang tanda tanya di kalangan umat apalagi melihat pihak pemerintah dan petugas tahunya hanya melarang dan itu mereka dasarkan kepada fatwa MUI padahal dalam fatwa MUI yang ada dijelaskan bahwa di wilayah dan atau daerah yang penyebaran virusnya terkendali umat islam bisa menyelenggarakan shalat jumat dan shalat berjamaah dengan memperhatikan protokol medis yang ada.

Tetapi pemerintah dan petugas tetap saja melarang tanpa memperhatikan situasi dan kondisi yang ada sehingga terjadilah adu mulut diantara masyarakat dengan petugas di daerah tersebut. Sebenarnya umat dan masyarakat saya yakin akan bisa menerima apa yang disampaikan dan diinginkan oleh pemerintah dan petugas dimana mereka tidak boleh berkumpul untuk melakukan shalat jumat dan berjamaah di mesjid karena berbahaya asal pemerintah dan petugas benar2 konsisten dalam menegakkan aturan yang melarang semua orang untuk berkumpul2 dimana saja tampa kecuali.

Jadi penegakan latangan itu tidak hanya untuk berkumpul di mesjid saja tapi juga di pasar, di mall, di jalan di terminal di bandara di kantor2, pabrik2, industri dll yang tujuannya adalah agar kita bisa memutus mata rantai penularan virus ini secara cepat.

Kalau pemerintah dan petugas bisa bersikap seperti itu tentu kegelisahan dan keresahan di masyarakat tidak akan ada karena semua kità sudah tahu bahaya dari virus tersebut.Tetapi karena yang terjadi tidak seperti itu maka akhirnya masyarakat menggerutu-gerutu dan mencaci maki pemerintah dan petugas dengan berbagai ucapan yang tidak enak untuk di dengar.

Kita tentu saja jelas2 tidak mau dan tidak ingin hal itu terjadi karena bagaimanapun juga kita tentu tidak mau pemerintah dan petugas tidak dihormati tetapi karena ada ironi dan kenyataan2 yang paradoks di dalam tindakan pemerintah dan petugas tersebut akhirnya itulah yang terjadi. Untuk itu ke depan bagi kebaikan kita semua dan bagi terciptanya ketenangan dalam masyarakat maka pemerintah harus bisa mengevaluasi kebijakan dan tindakannya yang ada selama ini untuk kemudian membuat aturan yang jelas serta menegakkan dan memberikan perlakuan yang sama untuk semuanya - kecuali untuk hal2 yang memang sangat penting - sehingga semua elemen masyarat dapat dengan ikhlas menerimanya sehingga mereka benar2 hormat serta tunduk dan patuh kepada ketentuan yang ada dengan sebaik-baiknya. Tks.

Anwar AbbasSekjen MUI."

Dalam keterangan tertulis tersebut, Anwar Abas mengingatkan pemerintah untuk tegas dalam menjalankan kebijakan protokol Covid-19, untuk menghindari kesalahpahaman dalam masyarakat.

Anwar mengaku, keterangan tertulisnya telah menimbulkan berbagai penafsiran. "Rilis saya seperti ini, bagaimana penafsirannya, saya lihat bermacam-macam. Tapi maksud saya seperti yang sudah saya tulis," kata Anwar saat berbincang dengan Liputan6.com.

 

Respons Pemerintah

Pihak pemerintah sebelumnya telah menanggapi kabar tersebut, seperti dikabarkan dalam artikel berjudul Mahfud Tanggapi Sekjen MUI Soal Larangan Salat di Masjid Tapi Pasar Ramai yang dimuat merdeka.com.

Dalam artikel itu disebutkan, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menanggapi terkait pernyataan Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas yang menilai pemerintah tidak konsisten terkait kebijakan kerumunan masyarakat dan Salat berjemaah di masjid.

"Saya tidak melihat MUI kecewa dengan apa yang terjadi karena itu pernyataan orang MUI bukan MUI-nya," kata Mahfud dalam siaran telekonferensi, Selasa (19/5).

Dia menjelaskan ada beberapa sektor yang dibuka oleh pemerintah. Seperti bandara yang hanya mengangkut para penumpang yang memiliki surat tugas dan kriteria sehat dan protokol kesehatan.

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Dalam keterangan tertulisnya Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas tidak menyatakan kecewa atas larangan berkumpul di masjid tetapi di mal tidak. Dia mengaku, keterangan tertulisnya telah menimbulkan berbagai penafsiran.

Sementara, pihak pemerintah yang diwakili Mahfud MD menilai, soal kekecewaan adalah sikap orang MUI, bukan MUI sebagai lembaga. 

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.