Sukses

Cek Fakta: Pihak Istana Tegaskan Warga Tionghoa Bisa Jadi Presiden? Cek Faktanya

Situs law-justice.co membuat judul artikel 'Pihak Istana Tegaskan Warga Tionghoa Bisa Jadi Presiden', benarkah klaim tersebut? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) Fadjroel Rachman diklaim menegaskan warga Tionghoa bisa menjadi presiden, klaim ini merupakan judul artikel dalam situs law-justice.co yang diunggah pada 8 Februari 2020.

Berikut judul berita tersebut:

"Pihak Istana Tegaskan Warga Tionghoa Bisa Jadi Presiden"

Berikut isi beritanya:

"law-justice.co - Juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, menghadiri perayaan Cap Go Meh 2020 di Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Fadjoel menyebut Indonesia sudah tidak lagi mengenal istilah `pribumi` yang membedakan di antara anak bangsa.

"Hanya satu menurut konstitusi, yaitu warga negara Indonesia," kata Fadjroel saat menghadiri perayaan Cap Go Meh 2020 di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (7/2/2020).

Ia mengatakan istilah `pribumi` sudah tak lagi dikenal dalam kehidupan berbangsa di Indonesia setelah amandemen UUD 1945. Atas amandemen tersebut sudah tak dikenal lagi pembedaan terhadap WNI.

"Dari mana pun asalnya, suku bangsa, agama, ras apa pun, sepanjang dia warga negara Indonesia, maka dia adalah WNI, itu saja. Jadi, setelah kita amandemen UU `45, maka tidak ada lagi orang yang dikenal sebagai asli, tidak asli, pribumi, tidak pribumi mayoritas atau minoritas, itu semua hilang," kata dia.

Berdasarkan konstitusi bangsa Indonesia semua warga termasuk Tionghoa bisa menjadi Presiden. Saat ini UU yang menyebut presiden harus asli Indonesia sudah dihapus.

“Salah satu yang paling hebat menurut saya dalam amandemen itu adalah di mana ada penghapusan istilah menjadi Presiden itu harus orang Indonesia asli,” kata Juru Bicara Presiden Joko Widodo (Jokowi) Fadjroel Rachman saat menghadiri perayaan Cap Go Meh 2020 di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (7/2/2020).

Fadjroel menambahkan siapa pun yang ada di Indonesia berhak mengembangkan nilai-nilai kesukuannya, kebangsaannya, ataupun segala hal terkait yang ada di Indonesia. Sebab, hal tersebut merupakan bagian kekayaan bangsa Indonesia.

"Indonesia sekarang kalau saya tidak keliru ada 700-an lebih suku bangsa. Mungkin belum termasuk Tionghoa. Dan kemudian, bahasa yang hampir seribuan lebih. Itu adalah kekayaan kita,” katanya lagi. (detik)"

Benarkah pihak istana menegaskan warga Tionghoa bisa menjadi presiden seperti dalam judul? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penelusuran Fakta

Berdasarkan penelusura, situs law-justice.co ternyata melansir artikel news.detik.com dan mengubah judulnya. Artikel tersebut diunggah pada 7 Februari 2020, yang berjudul "Hadiri Cap Go Meh, Jubir Presiden: Istilah Pribumi Sudah Tak Ada di RI".

Cek Fakta Liputan6.com kemudian melihat artikel news.detik.com, berikut isinya:

"Padang - Juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, menghadiri perayaan Cap Go Meh 2020 di Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Fadjoel menyebut Indonesia sudah tidak lagi mengenal istilah 'pribumi' yang membedakan di antara anak bangsa.

"Hanya satu menurut konstitusi, yaitu warga negara Indonesia," kata Fadjroel dalam acara Ngopi Sore dan Bincang-bincang Kebangsaan di kawasan pecinan, Pondok Padang, Jumat (7/2/2020).

Ia mengatakan istilah 'pribumi' sudah tak lagi dikenal dalam kehidupan berbangsa di Indonesia setelah amandemen UUD 1945. Atas amandemen tersebut sudah tak dikenal lagi pembedaan terhadap WNI.

"Dari mana pun asalnya, suku bangsa, agama, ras apa pun, sepanjang dia warga negara Indonesia, maka dia adalah WNI, itu saja. Jadi, setelah kita amandemen UU '45, maka tidak ada lagi orang yang dikenal sebagai asli, tidak asli, pribumi, tidak pribumi mayoritas atau minoritas, itu semua hilang," kata dia.

"Salah satu yang paling hebat menurut saya dalam amandemen itu adalah di mana ada penghapusan istilah menjadi Presiden itu harus orang Indonesia asli," tambah dia.

Fadjroel menambahkan siapa pun yang ada di Indonesia berhak mengembangkan nilai-nilai kesukuannya, kebangsaannya, ataupun segala hal terkait yang ada di Indonesia. Sebab, hal tersebut merupakan bagian kekayaan bangsa Indonesia.

"Indonesia sekarang kalau saya tidak keliru ada 700-an lebih suku bangsa. Mungkin belum termasuk Tionghoa. Dan kemudian, bahasa yang hampir seribuan lebih. Itu adalah kekayaan kita," katanya lagi."

Pada artikel tersebut, Juru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman tidak menyebut warga Tionghoa bisa jadi presiden, yang ditegaskan Fadjoel Rachman adalah sudah tidak adalagi istilah pribumi yang ada adalah warga negara Indonesia.

Arikel serupa pun diunggah vivanews.com pada 7 Februari 2020, dengan judul "Di Perayaan Cap Go Meh, Jubir Jokowi: Tidak Ada Istilah Pribumi".

Berikut isi artikel tersebut:

"VIVAnews – Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menyebut masterpiece atau karya besar kebangsaan Indonesia dimulai sejak adanya amandemen UUD 1945. Dari hasil amandemen itu, kemudian lahir sebuah kesepakatan dengan tidak lagi mengenal istilah pribumi yang membedakan di antara masyarakat.

Menurutnya, hanya satu istilah yang diakui konstitusi yakni, Warga Negara Indonesia (WNI). Hal ini disampaikannya dalam rangka perayaan Cap Go Meh di Padang, Jumat 7 Februari 2020.

“Darimana pun asalnya, suku bangsa, agama, ras apa pun, sepanjang dia warga negara Indonesia maka dia adalah WNI, itu saja,” kata M. Fadjroel Rachman saat menjadi narasumber Bincang-Bincang Kebangsaan."

Dalam artikel yang diunggah vivanews.com juga tidak menyebut Juru Bicara Presiden Jokowi Fadjroel Rachman mengatakan warga Tionghoa bisa jadi presiden.

Artikel kompas.com yang dimuat pada 16 Mei 2014 menyebut syarat menjadi presiden, dengan judul: 

"Ini Syarat Jadi Capres dan Cawapres"

Berikut isi artikel tersebut: 

"Syarat menjadi capres dan cawapres sebagaimana diatur Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2014 adalah sebagai berikut.

1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.

3. Tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.

4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wapres.

5. Bertempat tinggal di wilayah NKRI.

6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.

7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.

8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.

9. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

10. Terdaftar sebagai pemilih.

11. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.

12. Belum pernah menjabat sebagai presiden atau wapres selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

13. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

14. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.

15. Berusia minimal 35 tahun.

16. Berpendidikan paling rendah tamat SMA atau bentuk lain yang sederajat.

17. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.

18. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan."

Dari artikel tersebut, salah satu syarat menjadi presiden adalah warga negara Indonesia.

 

3 dari 4 halaman

Kesimpulan

Dari hasil penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, arikel situs law-justice.co berjudul "Pihak Istana Tegaskan Warga Tionghoa Bisa Jadi Presiden" tidak sesuai dengan isi berita asli yang dimuat situs news.detik.com.

Situs law-justice.co mengutip, kemudian mengubah judul dan sebagian isi berita yang diunggah news.detik.com. Berita yang berjudul "Hadiri Cap Go Meh, Jubir Presiden: Istilah Pribumi Sudah Tak Ada di RI" diubah menjadi "Pihak Istana Tegaskan Warga Tionghoa Bisa Jadi Presiden".

4 dari 4 halaman

Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini