Sukses

Cek Fakta: Hoaks MK Mengaku Ada Kecurangan di Pilpres 2019

Viral, kabar tentang MK mengaku ada kecurangan di Pilpres 2019. Benarkah?

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengaku ada kecurangan dalam Pilpres 2019 beredar di media sosial.

Kabar ini disebarkan oleh akun Facebook Nur Budi pada 16 Januari 2020. Akun ini mengunggah gambar tangkapan layar dari sejumlah artikel berita.

Dalam gambar tersebut terdapat sebuah artikel dari situs law-justice.co dengan judul artikel "KPU Akhirnya Akui C1 yang Diserahkan ke MK Palsu".

Pemberitaan tersebut kemudian dikaitkan dengan kecurangan Pilpres 2019. Selain itu terhadap juga gambar Jokowi dan Ketua MK Anwar Usman.

Lalu, ada narasi seakan-akan dari Anwar Usman yang berbunyi "MENGAKUI ADANYA KECURANGAN PILPRE TAPI HAKIM MK MEMENANGKAN. KAMI HANYA TAKUT PADA ALLAH".

Konten yang diunggah akun facebook Nur Budi telah 20 kali dibagikan dan mendapat 24 komentar warganet.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penelusuran Fakta

Setelah ditelusuri, kabar tentang MK mengaku ada kecurangan dalam Pilpres 2019 ternyata tidak benar.

Informasi ini dikutip dari situs Liputan6.com dengan judul artikel "KPU Bangkalan Buka Suara soal Tudingan Curang dari Nizar Gerindra".

Artikel tersebut sekaligus membantah berita yang menyebut bahwa KPU mengakui formulir C1 yang mereka serahkan MK adalah palsu.

Liputan6.com, Bangkalan - Ketua KPU Kabupaten Bangkalan, Zainal Arifin menggelar jumpa pers di kantornya, Kamis malam, 18 Juli 2019 untuk membantah berbagai tuduhan Arif Sulaiman. Pengacara Nizar Zahro itu menuding KPU Bangkalan berbuat curang, sehingga Nizar, caleg DPR RI Partai Gerindra dari daerah pemilihan Pulau Madura itu gagal lolos ke Senayan untuk periode kedua.

Tak hanya membantah, KPU Bangkalan juga tengah mengkaji apakah ada unsur pidana dalam pernyataan Arif Sulaiman yang beredar luas di media online itu. Zainal juga telah meminta masukan dari KPU Jatim dan KPU RI ihwal tudingan tersebut.

Bila ditemukan unsur pidana dan kemudian langkah hukum atas temuan itu direstui KPU RI, Zainal menegaskan akan melaporkan Arif Sulaiman ke polisi.

"KPU itu lembaga bersifat hierarki, tidak bisa bertindak sendiri tanpa persetujuan lembaga di atasnya," kata dia.

Perseteruan Arif Sulaiman versus KPU Bangkalan ini bermula Senin, 15 Juli lalu usai sidang gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi yang menyidangkan Gugatan Nizar Zahro kepada Zainuddin Amali, Caleg DPR RI dari Partai Golkar.

Dalam sidang itu, Arif menilai, KPU Bangkalan selaku termohon lebih banyak pasif. Sebaliknya, Bawaslu Bangkalan selaku pihak terkait justru lebih aktif menyodorkan data C1 pembanding.

Menurut Arif, dari data yang dibacakan Bawaslu Bangkalan itu perolehan suara kliennya tercatat hanya 8.000 suara. Padahal, berdasarkan data C1 asli kliennya mestinya lebih dari 35 ribu suara. Perbedaan yang jomplang itulah, diyakini Arif akibat pemalsuan dokumen C1. Di sejumlah desa, perolehan suara untuk Nizar berdasar C1 versi Bawaslu malah nihil.

Bagi Ketua KPU Bangkalan Zainal, tudingan-tudingan Arif Sulaiman tidak berdasar. Menurut dia, pemilih pasif atau aktif dalam suatu persidangan adalah bagian dari strategi pengacara KPU dalam memenangkan sebuah perkara.

Lagi pula, sewaktu membuka kotak suara untuk dibawa ke MK sebagai barang bukti, Bawaslu dan polisi turut menyaksikan.

"Yang terpenting, dalam salinan jawaban ke majelis hakim, jawaban kami sangat rinci. Termasuk data C1 dalam kotak suara, juga kami serahkan semua," kata dia.

Maka dia pun tak yakin bila dalam data Bawaslu perolehan Nizar Zahro hanya 8.000 suara. Sebab dalam DB1, perolehan Nizar di Bangkalan sebanyak 22.990 suara.

"Dokumen itu ada dua, yang salinan dan yang hologram. Yang salinan itu sangat mungkin diubah. Yang asli yang berhologram," ungkap Zainal.

Dalam laman resmi MK, Nizar Zahro menggugat Zainudin Amali karena suaranya berkurang sebanyak 37.992 suara. Nizar menduga suaranya beralih ke politikus Golkar itu. Berdasarkan dokumen C1 yang dimiliki Nizar, total suaranya berjumlah 246.682 suara. Sementara menurut data KPU, Nizar hanya mengantongi 208.690 suara.

Di sisi lain, suara partai Golkar di dapil XI Jatim melonjak. Berdasarkan data C1 versi Nizar, Golkar hanya mendapatkan 151.153 suara. Namun, berdasarkan data yang dirilis KPU, Golkar mengantongi suara sebesar 212.081 suara. pertambahan suara inilah yang diyakini Nizar berasal dari suara pemilihnya.

Selain itu, Presiden Jokowi juga tidak pernah mengucapkan Pilpres 2019 terdapat kecurangan. Informasi ini dikutip dari situs periksafakta.afp.com dengan judul artikel "Tidak, video ini tidak menunjukkan Presiden Jokowi mengakui ada kecurangan di Pemilu 2019".

Sebuah video YouTube yang telah ditonton lebih dari setengah juta kali mengklaim menunjukkan Presiden Indonesia Joko Widodo mengakui ada kecurangan di Pemilu 2019. Klaim tersebut salah; tayangan menyesatkan itu telah diedit dari video asli di mana sang presiden tidak berbicara tentang kecurangan pemilu.Video ini telah ditonton lebih dari 523.000 kali di YouTube sejak diunggah tanggal 28 April 2019. Tangkapan layar video yang sama juga telah dibagikan lebih dari 100 kali sejak diunggah di Facebook pada tanggal 30 April 2019.

Judul video YouTube menyesatkan itu adalah: “BARU NGAKU! Jokowi Akui Ada Kecurangan di Pemilu 2019, PRABOWO: Terima Kasih Anda Telah JUJUR!”

Jokowi adalah nama panggilan Presiden Joko Widodo, sedangkan Prabowo merujuk kepada Prabowo Subianto, penantang utama Jokowi di pilpres tanggal 17 April 2019. Laporan AFP tentang Pilpres 2019 bisa dibaca di sini.

Di video YouTube yang berdurasi 11 menit dan 15 detik itu, seorang narator membaca sejumlah artikel berbarengan dengan tayangan video editan tentang Jokowi.

Tulisan di kotak biru di bagian bawah layar terbaca: “BARU NGAKU!!! Jokowi Akui Ada Kecurangan di Pemilu 2019, PRABOWO: Terima Kasih Anda Telah JUJUR!”

Tayangan video keliru itu diupload oleh akun YouTube bernama Upil Gajah, yang mengklaim menyajikan “BERITA POPULER di TANAH AIR” namun tidak menyediakan satu pun link ke media mainstream Indonesia di profilnya. Profil akun YouTube tersebut bisa di lihat di sini.

Untuk menentukan dari mana tayangan yang menunjukkan Jokowi sedang berbicara itu diambil, salah satu cuplikan di tayangan tersebut diambil menggunakan InVid kemudian dilakukan pencarian reverse image menggunakan Yandex.

Salah satu hasilnya merujuk ke berita video berdurasi 1 menit dan 34 detik ini yang diunggah CNN Indonesia pada tanggal 23 April 2019.

Di bawah ini gambar yang membandingkan tangkapan layar dari video CNN Indonesia (kiri) dan tangkapan layar dari video menyesatkan (kanan). Kedua tayangan tersebut identik, dan AFP telah menandai fitur-fitur yang sama dengan lingkaran merah.

Di samping itu, video yang menyesatkan, seperti terlihat di gambar sebelah kanan, juga terlihat telah dipotong dan diperbesar, dan judul hitam dan putih di sisi bawah video CNN Indonesia telah ditutupi sehingga tidak terlihat.

Kesamaan kedua video juga terlihat di tangkapan layar di bawah ini. Perhatikan gambar TV dan bendera di tayangan video CNN Indonesia (kiri) dan video menyesatkan itu (kanan):

Judul video CNN Indonesia itu adalah: “Jokowi minta kementerian kurangi belanja barang.”

Pada detik ke-50 di video CNN Indonesia, Jokowi terdengar mengatakan: “Sudah kita sampaikan bahwa belanja modal agar diperkuat agar ditingkatkan, semua kementrian harus bisa memaksa organisasinya agar penyerapan anggaran itu betul-betul bisa direalisasikan. Yang kedua, belanja barang kurangi sebanyak-banyaknya.”

Tak sekalipun di video asli CNN Indonesia Jokowi menyebut tentang kecurangan pemilu.

Suara narator di video menyesatkan itu telah diambil dari beberapa artikel berita.

Beberapa kalimat pertama yang diucapkan dalam video tersebut adalah:

“Calon wakil presiden Sandiaga Uno mengatakan bahwa Jokowi telah mengakui adanya kecurangan di Pemilu 2019. Hal itu dikatakan Sandi di hadapan pendukungnya yang tergabung dalam Relawan M-16, di Masjid At-Taqwa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Ahad tanggal 28 April tahun 2019.”

Sandiaga adalah cawapres Prabowo dalam Pilpres 2019. Namanya tercantum sebagai cawapres di situs resmi Komisi Pemilihan Umum ini, dan akun Twitter resminya bisa dilihat di sini.

Pencarian Google dengan menggunakan kalimat yang diucapkan narator tersebut menemukan bahwa kalimat tersebut berasal dari artikel media Suara yang diterbitkan tanggal 28 April 2019 ini.

MK juga tidak pernah memberikan pernyataan jika Pilpres 2019 terdapat kecurangan.

 

3 dari 3 halaman

Kesimpulan

Tidak ada pernyataan MK, Presiden Jokowi dan penyelenggara pemilu yang menyebut bahwa Pilpres 2019 terdapat kecurangan.

Narasi yang disampaikan oleh akun facebook Nur Budi tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Data: Eka M

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.