Sukses

Cek Fakta: Hoaks Bahaya Produk Pangan Rekayasa Genetika

Viral kabar bahaya produk pangan rekayasa genetika bagi kesehatan. Kali ini tempe yang jadi fokus. Ayo kita cek fakta bersama!

Liputan6.com, Jakarta - Kabar tentang produk pangan rekayasa genetika berbahaya bagi kesehatan, viral di media sosial.

Kabar ini beredar dalam pesan berantai di facebook. Misalnya seperti yang diunggah oleh akun facebook Yayah Ummu Farhan pada 12 November 2019.

Berikut narasinya:

"BELI TEMPE PERHATIKAN WARNA KACANG.🥔🥔🥔

Di pasaran, kita sering menemui tempe yg kedelainya putih (ketika mengering berubah menjadi kecoklatan), rasanya cenderung hambar tapi empuk (krn lbh mudah dibersihkan kulitnya dan tidak pecah meski dg pemanasan suhu tinggi). Sebelumnya saya suka nyari yg jenis ini karena anak2 suka yg empuk. But setelah sharing sama temen yg ahli gizi, herbalist dan ndilalah dr. Zaidul Akbar jg menguatkan, ternyata bahan baku tempe putih itu kedelai GMO (Genetically Modified Organisms alias transgenik ) yg ternyata fungsi plus nutrisinya berkebalikan dg tempe dari kedelai lokal yg kedelainya berwarna kuning..Menurut dokumentasi Dr Smith, setidaknya 65 risiko kesehatan serius dampak dari mengkonsumsi produk GMO, yang di jabarkan sebagai berikut:

🐀 Keturunan tikus diberi makan kedelai transgenik menunjukkan peningkatan lima kali lipat resiko kematian, bayi yang di lahirkan tidak cukup berat badan, ketidakmampuan bereproduksi🐀 Tikus jantan yang diberi makan kedelai Transgenik, mengalami kerusakan sel-sel sperma muda🐀 Dapat merubah Fungsi DNA dari Embrio Tikus yang di berikan makan Kedele Transgenik (GMO)🐀 Beberapa petani di AS telah melaporkan masalah kemandulan atau kesuburan antara babi dan sapi yang diberi makan Varietas Jagung GMO🐀 Penyidik di India telah mendokumentasikan masalah kesuburan, aborsi, kelahiran prematur, dan masalah kesehatan serius, termasuk kematian, di antara kerbau yang diberi makan biji kapas GMO .🐀 Hewan yang mengkonsumsi makanan GMO mengalami pendarahan perut, berpotensi bertumbuhnya sel pra-kanker, kerusakan organ dan sistem kekebalan tubuh, peradangan ginjal, masalah dengan darah, sel hati, dan kematian yang tidak dapat dijelaskan.🐀 Alergi terhadap kedelai telah meningkat setelah pengenalan cara menanam dengan metode GMO / Kedelai Transgenik🐀 Gen dari tanaman GMO men transfer bakteri usus manusia, yang mungkin akan mengubah flora usus Anda menjadi “hidup seperti pabrik pestisida”.Berbeda dg tempe berbahan dasar kedelai lokal (pict no 1 yg bungkusnya daun). Kedelai yg sudah mengalami fermentasi (tempe...klo tahu ga melalui fermentasi ya!) bisa menjadi probiotik yg menjaga imunitas kita. Bahkan menurut hasil lab, tempe dg bahan baku kedelai lokal tidak menyebabkan asam urat. Dan masih banyak lagi manfaat tempe..Ke depannya....mari kita lebih memilih tempe yg kedelainya berwarna kuning. Hal kecil ini, insyaAllah banyak manfaatnya, selain untuk kesehatan kita, insyaAllah bisa memotivasi petani kedelai lokal unt menanam kedelai jenis ini.....dan smoga akhirnya...kedelai kita lah yg menjadi penguasa pasar internasional...tak lagi ada cerita tentang negri agraris yg mengimpor komoditas yg mampu tumbuh subuh di atas tanahnya," tulis Yayah Ummu Farhan‎.

Konten yang diunggah akun facebook Yayah Ummu Farhan‎ telah dibagikan 16 ribu kali dan mendapat 477 komentar warganet.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penelusuran Fakta

Setelah ditelusuri, kabar tentang produk pangan rekayasa berbahaya bagi kesehatan ternyata tidak didukung bukti sahih. 

Informasi tersebut  dikutip dari situs Liputan6.com dengan judul artikel "Produk Pangan Rekayasa Genetika Berbahaya bagi Kesehatan?".

Liputan6.com, Jakarta Beberapa hari terakhir muncul pesan berantai (broadcast) tentang bahaya produk Pangan Rekayasa Genetika (Genetically Modified Food). Tertulis dalam pesan berantai tersebut bahwa Pangan Rekayasa Genetik (PRG) adalah sejenis makanan sangat beracun dan terkait dengan penyebab tumor.

Pesan berantai yang tidak disertai dengan siapa penulisnya ini sontak membuat kaget banyak orang. Bagaimana tidak beberapa makanan seperti jagung manis dan ubi ungu disebutkan dalam broadcast ini sebagai makanan beracun.

Berikut isi tulisan broadcast tersebut:

Amerika Serikat akhirnya secara resmi mengumumkan bahwa: Pangan Rekayasa Genetika (GMF: Genetically Modified Foods) adalah sejenis makanan yang sangat beracun.

Sebagian besar penyakit tumor ada kaitannya dengan GMF. Segera sebarkan info ini kepada teman dan saudara Anda! Mintalah mereka berhati-hati!

Saat pergi belanja di Mall harus lihat dengan teliti: kalau barcode yang dimulai dengan angka “8” itu artinya makanan yang telah dimodifikasi secara genetika!

Tidak peduli makanan apa saja, asalkan pengolahannya secara genetika, jangan beli apalagi dimakan!

Sebagus apapun alasan para ahli dalam mempromosikan makanan genetika dan mengkleim bahwa makanan tersebut tidak membahayakan, tapi kita harus tahu bahwa:Orang Amerika tidak makan;Uni Eropa melarang;Dilarang keras oleh Sistem Pangan Khusus China;Dilarang keras oleh Expo Dunia;Dilarang keras oleh Asian Games;Orang Afrika rela mati kelaparan daripada konsumsi GMF;Dilarang keras oleh Universiade;Rusia membuktikan bahwa GMF dapat membuat hewan punah dalam tiga generasi.

Hindari konsumsi makanan-makanan (beracun) seperti dibawah ini:Tomat sapi genetika berwarna merah mengandung racun kalajengking;Jagung manis adalah sungguhan rekayasa genetika;Ubi jalar warna ungu adalah hasil modifikasi genetika.

Jagung manis adalah makanan yang dimodifikasi secara genetika oleh Amerika, selama ini jagung manis yang kita konsumsi sebenarnya .... adalah makanan genetika (GMF) yang digunakan oleh orang barat sana sebagai makanan binatang. Namun, selama bertahun-tahun masih banyak orang sama sekali tidak tahu, masih saja suka membeli jagung manis untuk dimakan. Himbauan untuk semua orang, baik kaum muda, yang belum menikah, atau yang belum punya anak, jangan makan lagi! Setelah pesan yang begitu mengerikan ini diumumkan, harap semua orang dapat berpikir demi kebaikan sendiri dan keluarga, harus dicamkan baik-baik: jangan pernah konsumsi makanan genetika (GMF) lagi.

Harus diingat bahwa…semua jenis makanan dan buahan yang bukan musiman secara alami, tidak boleh makan.

Sesibuk apapun Anda, tolong sempatkan diri untuk dibagikan ke yang lain.

Menanggapi pesan berantai di atas Staf Pengajar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Adil Basuki Ahza mempertanyakan siapa penulisnya dan berasal dari sumber terpercaya atau tidak.

"Menurut saya pesan tersebut 90 persen tidak benar ya. Pertama-tama definisi beracun itu apa? Sekarang lihat saja padi yang disemprot pestisida. Apakah itu sudah pasti bebas racun? (Penggunaan kata) racun harus didefinisikan dahulu apa," kata Adil.

Adil menuturkan ketika sebuah varietas PRG akan dilepaskan ke pasaran, sebelumnya harus melalui serangkaian pengujian. Mulai dari tes struktur, toksisitas, uji kepada hewan, dilepaskan ke kelompok terbatas, baru kemudian dipasarkan.

Misalnya ingin menghasilkan bahan pangan yang tahan dari serangan hama. Pertama-tama dilakukan uji apakah benar bisa tahan dari serangan hama penyakit. Lalu tingkat kadar senyawa yang menimbulkan reaksi naik atau tidak. Lalu dicek toksisitas apakah muncul senyawa beracun. Kemudian dilakukan pengujian pada hewan dahulu. Lalu, disebarkan secara terbatas, baru kemudian dirilis secara internasional seperti dicontohkan Adil.

"Sebelum sebuah produk atau varietas PRG dilepas ke masyarakat itu kompleks. Tidak sembarang seseorang melepas sebuah varietas," tutur Adil saat dihubungi dalam sambungan telepon pada Senin (29/8/2016).

Ketika sebuah varietas sudah dilepas ke masyarakat, Komisi Keamanan Pangan dari Kementerian Pertanian akan melakukan penelitian dan pengujian di lapangan. Sehingga petani tidak bisa sembarangan menanam jagung atau kedelai PRG.

"Jadi masyarakat tenang-tenang saja. Tak perlu gelisah. Pasti pemerintah sudah lakukan pengujian," kata Adil.

Faktanya lagi sebagian produk jagung, kedelai, dan beras impor merupakan hasil PRG.

"Suka atau tidak suka kita pasti akan makan makanan yang dimodifikasi genetik untuk mengejar pertambahan manusia," lanjut pria yang juga aktif di Lab Rekayasa Proses Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Lalu mengenai konsumsi PRG bisa memicu tumor, Adil pun tak setuju. Kembali lagi, sebelum varietas PRG dijual ke masyarakat pasti sudah melalui aneka tes. Ketika produk tersebut aman baru diperkenankan dijual.

Jika tidak ada PRG lalu menggunakan proses produksi pangan secara alamiah cenderung hasilnya tidak stabil. Hal ini malah membuat kebutuhan manusia yang begitu besar jadi tidak terpenuhi.

Isu Lama

Sementara itu Tejo Wahyu Jatmiko dari Koordinator Aliansi untu Desa Sejahtera mengungkap inti pesan broadcast ini sebenarnya sudah didengungkan sejak 16 tahun lalu.

"Pernyataan dari US (Amerika Serikat) itu hanya menegaskan peringatan kami sejak 16 tahun lalu. Kami sudah memprotes karena ketidakcukupan kajian ilmiah dan keamanan pangan," kata Tejo dalam singkat.

Menurut Tejo, selama ini pemerintah Indonesia menganggap produk-produk PGR dari luar negeri itu aman karena dianggap memiliki substansi yang sama. Sehingga tidak ada kewajiban pengujian terhadap varietas PRG. Di luar negeri, tepatnya profesor asal Prancis--Serralini--sudah melakukan kajian terbaru dengan pendekatan pada sisi keamanan PRG.

"Jadi karena dianggap secara substansi sama maka dinyatakan aman. Meski belum dilakukan pengujian keamanan pangannya. Itulah yang ditentang kawan-kawan pecinta lingkungan," kata Tejo.

Informasi lainnya dikutip dari situs resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) dengan judul artikel "Klarifikasi Penjelasan tentang Isu Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik".

1. Prinsip bioteknologi sendiri telah digunakan sejak lama oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya.Contoh pemanfaatan bioteknologi tradisional adalah persilangan tanaman secara konvensional, pembuatan tempe, cuka, kecap dan roti.

2. Pangan Produk Rekayasa Genetik mencakup pangan olahan yang diproduksi, bahan baku pangan, bahantambahan pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik. Namun pemanfaatan pangan PRG mengundang kekhawatiran bahwa pangan tersebut mungkin dapat menimbulkan risikoterhadap kesehatan manusia antara lain alergi, adanya transfer gen, dan menimbulkan penyakit (kanker,AIDS dan flu). Oleh karenanya, kemungkinan timbulnya risiko perlu diminimalkan melalui pengkajian yang dilakukan dengan pendekatan kehati – hatian ( precautionary approach).

3. Sejak tahun 1996, pangan PRG telah tersedia di pasaran internasional antara lain : jagung, kedelai, canoladan kentang. Pangan PRG tersebut telah melalui kajian keamanan pangan sebelum diedarkan, dan hinggasaat ini, belum ditemukan adanya pengaruh merugikan terhadap kesehatan manusia ( WHO ). (http://www.who.int/foodsafety/areas_work/food-technology/faq-genetically-modified-food/en/).

4. Beberapa negara yang sudah mengatur peredaran pangan PRG antar lain Amerika Serikat, Uni Eropa,Cina, Afrika, Australia, Filipina. Berdasarkan database Biosafety Clearing House (https://bch.cbd.int/) terdapat 117 jagung PRG, 33 kedelai PRG, dan 99 kentang PRG yang sudah dinyatakan aman pangan. Sedangkan berdasarkan database Center for Evironmental Risk Assesment ( http://cera-gmo.com), saat ini telah ada sektar 184 jenis PRG yang sudah dinyatakan aman pangan.

5. Indonesia sudah mengatur peredaran pangan PRG. Sebelum diedarkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat, pangan PRG harus dikaji terlebih dahulu. Kebijakan ini telah dimulai sejak tahun 1996 pada saat disahkannya UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan saat ini telah direvisi menjadi UU No. 18 Tahun 2012tentang Pangan. Selain itu, Indonesia telah meratifikasi Cartagena Protocol on Bio-safety to theConvention on Biological Diversity menjadi Undang – Undang No. 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Bio-Safety to The Convention on Biological Diversity yang menerapkan prinsip pendekatan kehati–hatian ( precautionary approach) dalam penanganan PRG.

6. Untuk menjalankan kebijakan tersebut, Pemerintah telah menyusun peraturan perundang-undangan terkait pengkajian keamanan pangan PRG, yaitu:

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan;

Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan;

8. Pengkajian keamanan pangan PRG dilakukan oleh lembaga non struktural yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yaitu Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik ( KKH PRG) yang terdiri atas unsur pemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat. Hasil pengkajian berupa rekomendasi keamanan pangan PRG yang disampaikan kepada Kepala Badan POM sebagai acuan untuk menerbitkan Surat Keputusan Izin Peredaran Pangan PRG yang sekaligus merupakan sertifikat keamanan pangan PRG.

9. Berdasarkan pengkajian keamanan pangan PRG, sampai tahun 2016 telah diterbitkan sertifikat keamanan pangan PRG untuk 21 pangan produk rekayasa genetik (tebu, jagung, kentang, kedelai) yang dapat diakses melalui website http://indonesiabch.or.id.

10. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait pangan PRG melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 35 tahun 2013 Tentang Rekayasa genetik dan Produknya. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa:

Melakukan rekayasa genetik terhadap hewan, tumbuhan, dan mikroba adalah mubah (boleh) dengan syarat :

a. Dilakukan untuk kemaslahatan (bermanfaat);

b. Tidak membahayakan (tidak menimbulkan mudharat), baik pada manusia maupun lingkungan; dan

c. Tidak menggunakan gen atau bagian lain yang berasal dari tubuh manusia.

Produk hasil rekayasa genetika pada produk pangan, obat–obatan, dan kosmetika adalah halal dengan syarat:

a. Bermanfaat

b. Tidak membahayakan dan sumber asal gen pada produk rekayasa genetika buka berasal dari yang haram.

 

Dalam artikel berjudul, Amankah Kedelai Transgenik (GMO) sebagai bahan baku Tempe?, situs Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, juga menjelaskan hal senada.

Kedelai transgenik dari Amerika Serikat yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe secara ilmiah aman dan tidak berbahaya.

3 dari 3 halaman

Kesimpulan

Produk pangan rekayasa genetika ternyata tidak berbahaya bagi kesehatan, termasuk kedelai bahan baku tempe.  Isu ini juga diluruskan oleh Badan POM dan Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian

Narasi yang disampaikan oleh akun facebook Yayah Ummu Farhan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. 

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia. 

Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu. 

Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini