Sukses

[Cek Fakta] Jokowi Sudah Sah Bukan Presiden dan Harus Mundur Sekarang?

Muncul unggahan dan meme di media sosial yang menyatakan bahwa Jokowi sudah sah bukan Presiden RI dan harus mundur.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) bakal menetapkan dua bakal calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres) Pilpres 2019 pada Kamis pekan mendatang, 20 September 2018. Selanjutnya, masa kampanye pilpres akan berlangsung mulai 23 September 2018 hingga 13 April 2019.

Kampanye Pilpres 2019 belumlah dimulai. Namun, media sosial atau medsos dan grup aplikasi perbincangan di telepon seluler (ponsel) mulai menghangat. Sejumlah tulisan, meme, dan unggahan mulai marak di dunia maya terkait pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Klaim:

Di tengah menghangatnya media sosial, muncul unggahan dan meme di Facebook melalui akun Oddyoesto Permana yang menyatakan bahwa Joko Widodo atau Jokowi sudah sah bukan Presiden RI dan harus mundur sekarang juga. sudah bukan Presiden RI yang sah.

Cek Fakta - Screenshot akun Oddyoesto Permana di Facebook terkait cuti Jokowi. (Liputan6.com)

Berdasarkan penelusuran Cek Fakta Liputan6.com, hingga Kamis (13/9/2018) sore, unggahan dan meme yang dimuat pada Kamis, 6 September 2018, itu sudah mendapat 81 Komentar dan 2,3 ribu kali dibagikan.

Berikut unggahan dan meme dari akun Oddyoesto Permana tersebut:

“SiOwie …Mulyono …Herbertus bukan Presiden lagi …Dia Harus mengundurkan diri”.

JOKOWI SUDAH SAH BUKAN PRESIDEN INDONESIA DAN HARUS TURUN SEKARANG JUGA!

UU RI NO. 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN.

Inilah yg perlu anda tahu sebagai warga negara Republik Indonesia..

Pasal 6

(1) Pejabat negara yang dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya.

(2) Pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat pada saat didaftarkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik di KPU sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

(3) Surat pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada KPU oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai dokumen persyaratan calon Presiden atau calon Wakil Presiden.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penjelasan Pakar Hukum Tata Negara

Terkait unggahan tersebut, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai, Presiden Jokowi yang mencalonkan kembali tak mempunyai kewajiban untuk cuti atau mengundurkan diri.

Menurut Yusril, pengaturan tentang keharusan mundur atau cuti itu tidak ada di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Terutama, dalam bab yang mengatur pencalonan presiden dan wakil presiden.

"Hal ini tidak saja berlaku bagi Presiden Jokowi, tetapi juga bagi siapa saja yang menjadi Presiden pejawat di negara kita," ucap mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut dalam keterangan persnya, Sabtu, 8 September 2018.

Yusril memaparkan, Pasal 6 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden memang mengatur pengunduran diri pejabat negara yang mencalonkan diri sebagai calon presiden. Hanya saja, ketentuan itu tidak berlaku bagi presiden yang mencalonkan kembali.

Padahal, menurut mantan Menteri Sekretaris Negara era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, UU Nomor 42 Tahun 2008 tersebut telah dicabut.

Ini berarti, aturan itu dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan Pasal 571 huruf a UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berlaku sejak 16 Agustus 2017.

Lantaran itulah, Yusril menegaskan bahwa tidak adanya ketentuan presiden dan wakil presiden pejawat untuk berhenti atau cuti merupakan aturan yang benar dilihat dari sudut hukum tata negara.

"Sebab, jika diatur demikian akan terjadi kerumitan yang membawa implikasi kepada stabilitas politik dan pemerintahan di negara ini," ujarnya.

Yusril mencontohkan, bila capres pejawat berhenti sebelum masa jabatannya berakhir, maka presiden wajib digantikan oleh wakil presiden sampai akhir masa jabatannya. Sebab itu, perlu Sidang Istimewa MPR untuk melantik wapres menjadi presiden.

"Bagaimana jika wapres sama-sama menjadi pejawat bersama dengan Presiden, atau Wapres maju sebagai capres, maka keduanya harus berhenti secara bersamaan," tuturnya.

Bila itu terjadi, maka menteri pertahanan, menteri dalam negeri, dan menteri luar negeri (Triumvirat) akan membentuk Presidium Pemerintahan Sementara. Dalam rentang 30 hari, Triumvirat wajib mempersiapkan SI MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.

"Kalau hal seperti di atas terjadi setiap lima tahun, maka bukan mustahil akan terjadi kerawanan politik di negara kita ini," ucap Yusril.

Kerawanan itu bisa mengancam keutuhan bangsa dan negara. Negara itu tidak boleh vakum kepemimpinan karena bisa menimbulkan keadaan kritis yang sulit diatasi.

Ia menyebut seumpama jabatan Presiden vakum, terjadi keadaan darurat atau keadaan bahaya. "Siapa yang berwenang menyatakan negara dalam keadaan bahaya? Hanya Presiden yang bisa melakukan itu. Wakil Presiden apalagi Triumvirat, tidak punya kewenangan melakukannya," kata Yusril.

Karena itu, Yusril berpendapat presiden yang juga menjadi pejawat, baik Jokowi atau siapapun, demi kepentingan bangsa dan negara tidak perlu berhenti atau cuti. Ia menambahkan meme yang mengutip sepotong UU Nomor 42 Tahun 2008 yang sudah tidak berlaku lagi itu sebagai informasi menyesatkan.

"Sangat berbahaya, khususnya dalam menyongsong Pemilu serentak tahun 2019 yang akan datang," Yusril memungkasi.

 

3 dari 4 halaman

Aturan Cuti Presiden

Layaknya calon pada umumnya, Jokowi akan melakukan serangkaian kampanye untuk mendulang suara pemilih saat Pilpres 2019. Sebenarnya bagaimana aturan cuti untuk presiden saat kampanye?

1. Tak Gunakan Fasilitas Jabatan

Presiden yang akan melakukan cuti untuk kampanye tetap harus memperhatikan keberlangsungan tugas negara. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Dalam UU Pemilu, ketentuan presiden harus melakukan cuti terdapat pada pasal 281.

1) Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan:

a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

(2) Cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan KPU.

2. Punya Hak Kampanye

Menjadi calon petahana, Jokowi tetap mempunyai hak untuk berkampanye untuk Pilpres 2019 mendatang. Aturan ini ada dalam UU Pemilu pasal 299 berisikan presiden mempunyai hak untuk berkampanye:

(1) Presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye

(2) Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

(3) Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai, anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai:

a. Calon presiden atau calon wakil presiden;

b. Anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU atau

c. Pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.

3. Memperhatikan Keberlangsungan Tugas Negara

Pada saat kampanye nanti, Presiden Jokowi diminta tetap memperhatikan keberlangsungan tugas negara. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Pasal 300 yang berbunyi, "Selama melaksanakan Kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, dan pejabat daerah wajib memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah".

 

4 dari 4 halaman

Kesimpulan

Merujuk penjelasan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan aturan cuti bagi Presiden, maka unggahan dan meme di Facebook melalui akun Oddyoesto Permana yang menyatakan bahwa Joko Widodo atau Jokowi sudah sah bukan Presiden RI dan harus mundur sekarang juga, dapat menyesatkan masyarakat. Sebab, bisa menimbulkan penafsiran berbeda.

 

Banner Cek Fakta: Salah (Liputan6.com/Triyasni)

 

Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama 49 media massa lainnya di seluruh dunia.

Kami juga bekerja sama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi hoax yang tersebar di masyarakat.

Jika anda memiliki informasi seputar hoax yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini