Sukses

Bola Ganjil: Misi Mustahil Fabio Quartararo di MotoGP Valencia

Dalam 74 tahun gelaran Kejuaraan Dunia Balap Motor, 18 gelar juara dunia ditentukan pada balapan terakhir. Dari 18 momen tersebut, hanya tiga yang bisa mengejar ketertinggalan untuk menduduki takhta.

Liputan6.com, Jakarta - Pembalap Monster Energy Yamaha Fabio Quartararo mendapat tugas berat dalam usaha mempertahankan mahkota juara dunia MotoGP. Dia harus mengejar defisit 23 poin dari Francesco Bagnaia pada seri terakhir di Valencia, Minggu (6/11/2022).

Situasi ini tidak terbayangkan pada paruh kompetisi MotoGP 2022. Pasalnya, Quartararo sempat memimpin 91 angka atas andalan Ducati Lenovo tersebut.

Namun, situasi akhirnya berbalik akibat kontrasnya performa. Quartararo gagal menambah nilai pada empat dari sembilan ajang terakhir, serta cuma dua kali naik podium.

Sebaliknya, Bagnaia lima kali jadi pemenang lomba, plus tiga kali menduduki podium, pada kurun waktu sama.

Dengan situasi ini, Quartararo harus memenangkan balapan di Sirkuit Ricardo Tormo untuk memutar ketinggalan. Di saat bersamaan, Bagnaia mesti menduduki posisi 15 atau lebih buruk.

Syarat yang sulit terjadi melihat performa dua rider tersebut. Terlebih Bagnaia didukung tujuh pembalap Ducati lain.

Dalam keadaan terjepit, Managing Director Yamaha Lin Jarvis masih mengusung optimisme. Dia merujuk peristiwa 2006.

Ketika itu Valentino Rossi diunggulkan bakal menjadi juara dunia karena memimpin delapan poin atas Nicky Hayden memasuki balapan pamungkas. Rossi ternyata mengalami crash dan Hayden menyelesaikan lomba di urutan tiga.

"Kami masih terlibat pertarungan. Sebab, tidak ada yang tahu apa yang bakal terjadi. Kita harus menang balapan, yang jelas tidak mudah. Di sisi lain, rival juga mesti terpuruk. Semua mungkin di olahraga," ungkap Jarvis, dilansir Crash.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hanya 3 Kali

Dalam 74 tahun gelaran Kejuaraan Dunia Balap Motor, 18 gelar juara dunia ditentukan pada balapan terakhir. Momen perdana terjadi pada 1950. Umberto Masetti menduduki peringkat dua di Monza demi merebut gelar. Dia memimpin satu angka atas Geoff Duke yang memenangkan balapan pada klasemen akhir.

Sedangkan perebutan takhta pada seri pamungkas teranyar terjadi di 2017. Ketika itu Marc Marquez melakoni balapan di Valencia berbekal keunggulan 21 poin atas Andrea Dovizioso. Marquez menempati posisi tiga di lomba sementara Dovizioso gagal menyelesaikan balapan.

Dari 18 momen tersebut, hanya tiga yang bisa mengejar ketertinggalan untuk menduduki takhta. Selain 2006 yang melibatkan Rossi dan Hayden, dua anomali lain terjadi pada 1992 dan 2015.

Tahun 1992, juara bertahan Mick Doohan menderita cedera patah tulang di Assen sehingga harus melewatkan empat seri. Dia kembali untuk lomba di Interlagos dan bisa menempati posisi 12 dalam kondisi fisik belum 100 persen.

Capaian itu masih cukup untuk membuatnya tetap unggul atas Wayne Rainey di klasemen sementara jelang balapan penutup di Afrika Selatan. Namun, selisih keduanya kini cuma dua poin.

Rainey kemudian memutar keadaan setelah menempati peringkat tiga di Sirkuit Kyalami, dengan Doohan menempati posisi enam.

 

3 dari 3 halaman

Rossi Kembali Disalip

Pada 2015, Rossi memimpin tujuh angka atas rekan setim Jorge Lorenzo jelang seri penutup di Valencia. Namun, legenda asal Italia itu terlibat insiden dengan Marc Marquez pada lomba sebelumnya di Sepang.

Akibatnya, Rossi terkena penalti pengurangan tiga poin dan harus start di Ricardo Tormo dari urutan buncit. Meski tampil heroik dan menyelesaikan lomba di peringkat empat, capaian itu tidak cukup karena Lorenzo menduduki podium tertinggi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.