Sukses

Kapolda Jatim Dicopot Pasca 9 Hari Tragedi Kanjuruhan, dari Irjen Nico Afinta ke Irjen Teddy Minahasa

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut Irjen Nico Afinta dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur, Senin (10/10/2022). Sebagai pengganti hadir Irjen Teddy Minahasa yang dulunya merupakan ajudan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut Irjen Nico Afinta dari jabatannya sebagai Kapolda Jawa Timur, Senin (10/10/2022). Sebagai pengganti hadir Irjen Teddy Minahasa yang dulunya merupakan ajudan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Mutasi adalah hal yang alamiah di organisasi Polri dalam rangka promosi dan meningkatkan kinerja organisasi," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.

Dalam Surat Telegram Nomor: ST/2134/X/KEP./2022, jabatan Kapolda Jawa Timur ditempati oleh Irjen Teddy Minahasa yang sebelumnya Kapolda Sumatera Barat. Irjen Nico Afinta yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur dipindahtugaskan ke posisi Sahlisosbud Kapolri.

Adapun posisi Kapolda Sumatera Barat kemudian dijabat oleh Irjen Rusdi Hartono yang sebelumnya Widyaiswara Utama Sespim Lemdiklat Polri.

Keputusan ini diambil sembilan hari setelah tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober lalu. Insiden tersebut menewaskan 131 orang selepas laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan bahwa kematian ratusan orang dalam tragedi Kanjuruhan akibat kerusuhan dan gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan. Tindakan represif itu dinilai memiliki unsur pelanggaran HAM.

Usman mengatakan, dalam tragedi ini, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta patut dimintai tanggung jawab, bahkan dicopot. Pencopotan disertai alasan karena Nico memegang unsur keamanan tertinggi di wilayah Jatim, sehingga harus bertanggung jawab penuh atas keselamatan masyarakat, termasuk di Stadion Kanjuruhan.

"Kapolda Jawa Timur layak dimintai tanggung jawab termasuk dicopot, jika memang gagal atau tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan untuk mencegah kejadian tersebut, atau tidak segera menindak anggotanya yang menyebabkan banyak kematian warga," kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa (4/10/2022).

Ia juga menyentil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memantau dan memeriksa kinerja anak buahnya di lapangan. "Bahkan Kapolri harus dimintai tanggung jawab atas banyaknya masalah kepolisian, terutama rendahnya kinerja Polri," ujar Usman. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Masuk Pidana

Usman menjelaskan, kematian ratusan orang di Stadion Kanjuruhan seharusnya tak perlu terjadi jika aparat mengetahui pengamanan sesuai prosedur. Ia pun meminta Kapolda Jawa Timur dan Ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Mochamad Iriawan harus mundur sebagai dampak keteledoran mereka.

"Semua pihak yang bertanggung jawab atas kejadian itu, termasuk Ketua PSSI, seharusnya mundur. Sebab ini sudah berskala tragedi nasional bahkan tragedi dunia," katanya memungkasi.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) juga menyayangkan 28 personel Polri yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan hanya diperiksa berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik. Padahal, menurut ICJR, tragedi ini sudah masuk pidana.

Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mendesak agar para personel Polri yang diduga terlibat tragedi Kanjuruhan diseret ke pengadilan. Pasalnya, tindakan mereka menyebabkan meninggalnya ratusan suporter Aremania.

"Sayangnya, pemeriksaan tersebut diarahkan sebagai pemeriksaan kode etik. ICJR menegaskan bahwa tragedi ini bukanlah bentuk pelanggaran etik, melainkan sudah memasuki ranah pidana karena jatuhnya korban jiwa terjadi karena penggunaan kekuatan yang belebihan," ujar Erasmus dalam keterangannya yang diterima Liputan6.com, Selasa (4/10/2022).

Menurut Erasmus penggunaan kekuatan yang berlebihan atau excessive use of power yang tidak proporsional dan menyebabkan kematian, sudah seharusnya diusut menggunakan jalur pidana.

"Sangat penting bagi Polri untuk dapat memeriksa kasus ini dengan imparsial dan akuntabel, walaupun aktor-aktor yang terlibat adalah bagian dari kesatuan sendiri," kata dia.

Menurut Erasmus, selain pelanggaran Pasal 359 dan 360 KUHP, menyebabkan kematian karena kealpaan. Pasal 338 KUHP yang berkaitan dengan pembunuhan pun harus diusut oleh Polri dalam tragedi ini.

"Beberapa kronologi yang diperoleh dari pemberitaan media maupun citizen journalism menunjukkan bahwa buruknya kontrol konflik massa yang dilakukan Polri sebagai penanggung jawab pengamanan di dalam stadion ketika peristiwa tersebut terjadi, menyebabkan orang-orang menuju pintu keluar pada waktu yang sama dan menimbulkan kepadatan," kata dia.

Dia menyebut, dalam beberapa video yang beredar, terlihat adanya penggunaan gas air mata, walaupun FIFA sudah melarangnya. Gas air mata tersebut juga diarahkan ke arah tribun penonton yang diketahui bukan pihak yang menimbulkan kerusuhan.

"Kematian pun terjadi karena banyak orang terinjak-injak dan mengalami sesak napas pada saat keluar stadion karena menghindari gas air mata yang terus diberikan aparat. Bahkan, sempat beredar video yang menunjukkan supporter memohon pihak pengamanan untuk tidak melemparkan gas air mata kepada penonton," kata Erasmus.

Dari kronologi tersebut, menurut Erasmus, dapat dilihat bahwa kematian para penonton tersebut bukanlah permasalahan kode etik, melainkan sudah menjadi perbuatan pidana.

"Peristiwa ini harus menjadi titik balik Kepolisian untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena tidak seluruh kesalahan yang dilakukan personel adalah pelanggaran kode etik," ucapnya menandaskan.

3 dari 4 halaman

Pernyataan Kontroversial

Kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang terjadi sesaat laga Arema FC vs Persebaya usai. Dalam pertandingan itu, Arema kalah dari Persebaya dengan skor 2-3.

Sejumlah Aremania kemudian turun ke lapangan dan disambut tindakan represif dari aparat. Kericuhan kian menjadi setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah penonton dan menyebabkan kepanikan hingga banyak yang meninggal.

Pada awal tragedi Kanjuruhan Malang, Nico Afinta yang kala itu menjabat Kapolda Jawa Timur menjadi sorotan publik atas pernyataannya. Dia mengungkapkan, penggunaan gas air mata sudah sesuai prosedur. Menurutnya, gas air mata ditembakkan karena massa mulai anarkis.

"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak nafas, kekurangan oksigen," kata Nico dalam keterangan resminya di Malang, Minggu, 2 Oktober 2022.

Pernyataan itu pun disambut dengan gelombang protes dari netizen. Bahkan soal gas air mata menjadi Trending topic di lini masa Twitter pada Minggu (2/10/2022).

Dalam aturan FIFA, sebenarnya pembubaran suporter menggunakan gas air mata tidak diperbolehkan oleh FIFA. Itu tercantum dalam FIFA stadium safety and security regulation. Di pasal 19, poin b, disebutkan tidak diperbolehkan menggunakan senjata api atau gas pengendali masa.

Akun @theflankerID pun membagikan informasi mengenai larangan FIFA soal penggunaan gas air mata yang tertuang di dalam pasal 19 soal Steward di pinggir lapangan.

Selain itu, Nico juga menjadi sorotan terkait pernyataannya yang dianggap menyudutkan suporter Arema. Dia mengungkapkan, selama 2x45 menit pertandingan berjalan lancar tanpa gejolak berarti. Namun usai pertandingan, sejumlah suporter yang tak puas dengan hasil itu turun dari tribun lalu merangsek masuk ke dalam lapangan.

“Masalah terjadi usai pertandingan. Mereka kecewa kalah di kandang sendiri, sebelumnya selama 23 tahun tak pernah kalah," ujar dia.

Ia mengatakan, tidak semua dari total 42 ribu penonton yang memenuhi Stadion Kanjuruhan berbuat anarkistis. Diperkirakan ada sekitar 3 ribu penonton yang merangsek masuk lapangan.

"Seandainya suporter mematuhi aturan, peristiwa ini tidak akan terjadi. Semoga tidak terjadi lagi peristiwa semacam ini," ujar dia.

4 dari 4 halaman

6 Tersangka

Mabes Polri menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam tragedi Stadion Kanjuruhan Malang. Mereka mulai dari unsur PT Liga Indonesia Baru (PT LIB), panitia pelaksana Arema dan anggota kepolisian. Dinilai lalai, menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.

Para tersangka tragedi Stadion Kanjuruhan itu yakni, AHL, selaku Direktur Utama PT LIB, AH ketua panpel Arema, SS selaku kepala security officer atau keamanan stadion. Ketiganya dijerat pasal 359, 360 dan pasal 103 ayat (1) jo pasal 52 UU nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Tiga tersangka lainnya yakni Kompol Wahyu Setyo P selaku Kabag Ops Polres Malang, H, Danyon Brimob Polda Jatim dan Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi. Ketiganya dijerat dengan pasal 359 dan pasal 360 KUHP.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit, mengatakan, berdasarkan alat bukti yang cukup maka keenam orang itu ditetapkan sebagai tersangka karena lalai dan menyebabkan kematian orang di Stadion Kanjuruhan. Masing – masing memiliki peran tersendiri.

“Tadi pagi sudah gelar perkara penyebab kematian. Berasarkan alat bukti yang cukup maka ditetapkan enam orang tersangka,” kata Listyo Sigit dalam keterangan resminya, Kamis, 6 Oktober 2022.

Ia menambahkan, Mabes Polri akan terus bekerja maksimal untuk mendalami kasus ini. Baik itu pada 20 orang yang melanggar kode etik maupun terhadap 6 orang tersangka. Tidak menutup kemungkinan jumlah pelaku dalam tragedi Stadion Kanjuruhan akan bertambah.

“Tim betul-betul serius dalam menyelesaikan kasus ini dan kami juga bekerjasama dengan Kejaksaan Agung,” ujar Listyo Sigit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.