Sukses

Bola Ganjil: Tidak Melulu Mulus, Team Order Rawan Pemberontakan

Dengan dukungan tujuh pembalap, jalan Francesco Bagnaia menuju gelar juara dunia MotoGP 2022 semestinya mulus. Namun, ada alasan mengapa rider Ducati Lenovo itu enggan meminta bantuan team order.

Liputan6.com, Jakarta - Dengan dukungan tujuh pembalap, jalan Francesco Bagnaia menuju gelar juara dunia MotoGP 2022 semestinya mulus. Namun, ada alasan mengapa rider Ducati Lenovo itu enggan meminta bantuan team order.

Pertama adalah gengsi. Bagnaia merasa bisa berjuang sendiri untuk menjadi penguasa lomba kuda besi pertama dari Ducati sejak Casey Stoner pada 2007.

Dia merasa tidak perlu membutuhkan pertolongan rekan setim Jack Miller serta enam pembalap tim satelit Ducati, mulai Enea Bastianini-Fabio Di Giannantonio (Gresini Racing), Johann Zarco-Jorge Martin (Pramac Racing), dan Luca Marini-Marco Bezzecchi (Mooney VR46 Racing).

Sebagai buktinya, Bagnaia bertarung melawan Bastianini pada tiga seri terakhir MotoGP 2022. Dia meraih satu kemenangan (San Marino) dengan seri lain berakhir runner-up (Aragon).

Kinerja tersebut membantunya memangkas defisit dari pimpinan klasemen sekaligus juara bertahan Fabio Quartararo (Monster Energy Yamaha). Sempat tercecer 91 angka, dia kini cuma tertinggal 10 poin.

Namun, persaingannya dengan Bastianini sudah berdampak negatif. Terlibat persaingan posisi tengah pada balapan teranyar di Jepang, Bagnaia terjatuh sehingga kini jarak dengan Quartararo kembali melebar jadi 18.

Kini dengan kompetisi menyisakan empat ajang lagi, mungkinkah Bagnaia meminta bantuan dari Ducati?

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gengsi Pembalap

Ada alasan lain mengapa Bagnaia fokus pada performa sendiri dan tidak mengindahkan uluran tangan. Faktor pertama adalah keunggulan Desmosedici GP22 yang ditungganginya atas YZR-M1 yang dinaiki Quartararo.

Pertimbangan kedua tidak kalah krusial. Sejarah menunjukkan pertolongan rekan sepabrikan justru kerap menghadirkan petaka. Lagipula, tidak ada jaminan rekan bakal membantu.

Contoh pertama terjadi puluhan dekade lalu. Honda memutuskan pergi dari kompetisi pada 1967. Langkah tersebut memudahkan Yamaha untuk mendominasi.

Tiga Garpu Tala pun menyusun skenario untuk musim 1968. Phil Read diplot sebagai juara 125cc dengan Bill Ivy dipersiapkan berjaya pada 250cc. Sebagai gambaran, ketika itu pembalap bisa turun di dua kelas berbeda.

Awalnya rencana berjalan mulus. Read mengamankan takhta juara dunia pada seri Republik Ceko di Brno, atau ketujuh dari 10 lomba. Namun, dia kemudian memberontak.

Read merasa tidak puas dengan gelar juara dunia ketujuh yang baru direbutnya. Dia memberitahu Ivy dan Yamaha niatnya merebut titel ganda di musim tersebut.

Sosok kelahiran Bedfordshire itu lalu mengalahkah Ivy pada seri pamungkas di Monza. Capaian tersebut membuat koleksi poinnya sama dengan Ivy di klasemen 250cc. Jumlah kemenangan mereka di kelas tersebut juga identik yakni lima.

Panitia akhirnya menghitung total kemenangan di dua kelas 125cc dan 250cc demi menemukan pembeda. Kali ini Read unggul atas Ivy (11 berbanding 7) hingga akhirnya ditahbiskan sebagai juara dunia 250cc.

Pengalaman pahit itu mengganggu mental Ivy. Dia langsung berpaling ke persaingan roda empat, sebelum kembali membalap motor.

Ivy tewas tragis akibat kecelakaan pada latihan bebas seri Sachsenring di kelas 350cc 1969. Di sisi lain, Read terus berkarier dan memenangkan gelar juara dunia.

 

3 dari 3 halaman

Blunder Dani Pedrosa

Niat ingin bersaing antarpembalap juga berpeluang menciptakan kesalahan. Dani Pedrosa melakukannya pada MotoGP 2006.

Rekan setimnya di Repsol Honda Nicky Hayden berkuasa di puncak klasemen sementara dengan memimpin 12 angka atas Valentino Rossi. Dia bakal mempertahankan status karena menduduki peringkat tiga balapan di Portugal, atau kedua sebelum penutup, belakang Rossi dan Colin Edwards. Sementara Pedrosa berada di urutan empat.

Dalam kecepatan tinggi usai trek lurus, Pedrosa terlambat mengerem saat memasuki tikungan kiri. Dia tergelincir hingga menyapu Hayden.

Keunggulan yang dimiliki Hayden atas Rossi pun menguap. Rossi balik memimpin delapan angka jelang seri pamungkas di Valencia.

Beruntung kesalahan tersebut tidak mengganggu usaha Hayden. Dia menduduki takhta juara dunia setelah menempati podium tiga di Sirkuit Ricardo Tomo, dengan Rossi gantian terjatuh. Rossi bisa kembali naik motor tapi cuma bisa finis di peringkat 13.

Pedrosa belajar dari kesalahan. Dia melindungi Hayden dari posisi empat nyaris sepanjang balapan tanpa pernah mendekatinya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.