Sukses

Bola Ganjil: Jejak Korupsi di Lapangan Hijau, Sudah Ada 112 Tahun Lalu

Korupsi hadir di berbagai aspek, termasuk sepak bola. Jejak kecurangan demi kepentingan segelintir sudah ditemukan lebih dari satu abad lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Korupsi hadir di berbagai aspek, termasuk sepak bola. Jejak kecurangan demi kepentingan segelintir sudah ditemukan lebih dari satu abad lalu.

Guardian mencatat skandal tersebut terjadi 122 tahun silam pada 1900. Jack Hillman berusaha mengambil inisiatif demi membantu Burnley yang diperkuatnya.

The Clarest saat itu harus mengalahkan Nottingham Forest untuk menghindari degradasi. Hillman lalu menawarkan pemain Forest dua poundsterling, atau 273 poundsterling berdasar inflasi penghitungan Retail Price Index, agar bermain tidak serius.

Pinangan tersebut ternyata tidak menggoyahkan penggawa Forest. Mereka memimpin 2-0 pada babak pertama. Hillman makin frustasi. Dia menaikkan tawaran menjadi lima poundsterling (atau 683 poundsterling berdasar inflasi) saat jeda.

Kembali godaan tersebut tidak digubris. Forest akhirnya keluar sebagai pemenang dengan skor 4-0.

Selepas pertandingan, manajemen Forest melaporkan pendekatan Hillman kepada otoritas sepak bola (FA). Dalam pembelaannya, dia mengaku hanya bercanda dan tidak serius menawarkan uang kepada Forest.

Namun, FA tidak pandang bulu. Mereka menjatuhkan hukuman larangan bermain setahun kepada Hillman. Burnley pun terdegradasi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Skandal Besar

Skandal-skandal lain di sepak bola kemudian bermunculan dan mengguncang dunia. Fans sepak bola Jerman akan mengingat peristiwa mengejutkan pada 2005 lalu. Skandal itu adalah kasus suap dan memanipulasi hasil pertandingan.

Wasit divisi dua Robert Hoyzer mengaku bertanggung jawab atas pengaturan pertandingan. Pria yang gemar berjudi itu beroperasi di divisi dua dan tiga sepanjang Piala Jerman. Bundesliga dipercaya tidak terpengaruh, namun tidak ada keterangan terkait kasus ini.

Skandal tersebut meletus saat Jerman bersiap untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006. Sepak bola Jerman belum pernah melihat skandal seperti itu sejak 1970-an, di mana Hertha Berlin menyuap para pemain.

Hasil penyelidikan jaksa menemukan Hoyzer berkolaborasi dengan pejabat sepak bola lainnya, termasuk pelatih dan pemain.

 

3 dari 3 halaman

FIFA dan Calciopoli

Korupsi di sepak bola juga terjadi di federasi tertinggi FIFA yang terungkap pada 2015. FBI mendakwa 14 pejabat dan mantan FIFA karena kasus penipuan, penggelapan, serta pencucian uang.

Rupanya, negara harus membayar FIFA lebih dari US$ 100 juta untuk memenangkan hak sebagai tuan rumah Piala Dunia. Untuk menyelesaikan transaksi, para pejabat FIFA ini menggunakan rekening bank Amerika.

Kasus ini membuat semua orang yang terkait dengan sepak bola kecewa pada FIFA.

Sementara skandal pengaturan skor paling menghebohkan barangkali terjadi di Italia. Akibat aksi di belakang layar, dua gelar Serie A milik Juventus dicopot. 

Tidak hanya itu, tim berjuluk Si Nyonya Tua itu juga terdegradasi ke Serie B. Juventus dinilai terbukti bersalah dalam kasus korupsi.

Tokoh-tokoh kunci dalam sepak bola Italia, termasuk wasit, diduga ditekan untuk mendukung tim-tim tertentu. Rupanya, skandal tersebut terungkap saat jaksa menyelidiki kasus doping yang juga menjerat Juventus.

Juventus juga harus memulai kampanye Seri B 2006/07 dengan defisit sembilan poin dari rival mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.