Sukses

Nadia Nadim, Pesepak Bola Wanita yang Sukses Setelah Melarikan Diri dari Afghanistan

Ini kisah Nadia Nadim, pesepak bola wanita yang pernah meninggalkan negaranya dan menjadi pengungsi di Denmark

Liputan6.com, Jakarta- Nadia Nadim adalah pesepak bola wanita Denmark berdarah Afghanistan. Kiprahnya telah membawa Nadia dikenal sebagai role model bagi jutaan orang. Ia bahkan menjadi salah satu pemain sepak bola wanita terbaik dan paling berpengaruh selama berkarier di Manchester City, Portland Thorns, dan Fortuna Hjørring. Pada musim lalu, Nadia juga sukses membawa Paris Saint-Germain meraih gelar Divisi 1 pertamanya dengan mencetak 18 gol dari total 27 pertandingan.

Namun, di balik keberhasilannya, Nadia mempunyai pengalaman berat ketika harus melarikan diri dari Afghanistan yang dikuasai Taliban. Lahir di Herat, Afghanistan, pada 2 Januari 1988, Nadia dibesarkan oleh ayah dan ibunya bersama empat orang saudara perempuan. Ayahnya Rabani Nadim, merupakan bagian dari tentara Afghanistan. Pada tahun 2000, ketika Nadia masih berusia 11 tahun, Taliban membawa ayahnya.

Kala itu, Taliban memang sedang menguasai Afghanistan. Mereka memanggil Rabani Nadim ke sebuah pertemuan. Namun, setelah enam bulan, Rabani tak kunjung kembali. Nadia dan keluarganya sempat berpikir bahwa sang ayah mungkin dipenjara akibat perannya sebagai tentara. Belakangan, mereka mendengar kabar bahwa Rabani telah dieksekusi mati oleh Taliban.

“Untuk waktu yang sangat lama, aku pikir ia (ayahku) akan kembali. Ayahku adalah pria seperti James Bond. Ia terlihat layaknya pahlawan super,” ujar Nadia seperti dikutip dari SportBible.

“Seperti kebanyakan diktator dalam sejarah manusia, Anda umumnya harus menyingkarkan semua orang yang memiliki kekuasaan jika ingin mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu, ketika Taliban memperoleh kekuasaan, hal pertama yang mereka lakukan adalah memenggal kepala orang-orang (yang memiliki jabatan) tinggi di pemerintahan. Ayahku adalah salah satunya,” kenang Nadia.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kacau dan Mengerikan

Sejak hari itu, wanita di Afghanistan tak diizinkan keluar tanpa ditemani seorang pria. Anak-anak perempuan pun tidak diperbolehkan untuk pergi ke sekolah.

“Anda (wanita) harus selalu bersama seseorang. Anda juga tak diizinkan untuk menunjukkan bagian kulit Anda. Akibatnya, orang-orang terus hidup dalam ketakutan,” tutur Nadia.

Nadia juga menjelaskan bahwa orang-orang di negaranya tidak boleh mendengarkan musik. Semua stasiun televisi diputus. Laki-laki dilarang mengenakan jeans dan wajib memiliki janggut. Nadia menggambarkan masa-masa itu sebagai sesuatu yang kacau dan mengerikan.

“Itu (situasi) menjadi sangat mengerikan sehingga tak mungkin bagi kami untuk terus tinggal di sana (Afghanistan).”

Selanjutnya, Nadia dan keluarganya berupaya melarikan diri dari Afghanistan. Ibunya bahkan menjual seluruh harta miliknya, mulai dari apartemen, mobil, dan sejumlah perhiasan, agar bisa mengumpulkan uang untuk melarikan diri.

3 dari 4 halaman

Meninggalkan Afghanistan

Pada tengah malam, Nadia dan keluarganya meninggalkan Afghanistan. Mereka berkendara dengan mini van hingga melewati perbatasan Pakistan. Di Karachi, mereka menetap selama dua bulan sambil menunggu paspor. Singkat cerita, Nadia dan keluarganya bertemu seorang pria yang membantu mereka hingga berhasil mengambil penerbangan menuju Italia.

Sesampainya di Italia, Nadia dan keluarganya menghabiskan waktu berhari-hari untuk menaiki sebuah truk dengan harapan akan tiba di London. Sayangnya, mereka justru diturunkan di kamp pengungsian Denmark.

“Itu (tiba di Denmark) tak terlalu penting. Yang penting adalah kami aman,” ungkap Nadia.

Nadia kemudian diberi makanan berupa susu, roti dan pisang oleh seorang penjaga di kamp tersebut. Nadia menggambarkan momen itu sebagai salah satu momen terpenting dalam hidupnya. Nadia bahkan menyebut bahwa perilaku penjaga kamp adalah hal terbaik yang pernah dilakukan orang lain untuknya.

“Tindakan kebaikan itu melekat pada diri saya sepanjang hidup. Tindakan tersebut juga berdampak besar pada saya dan membuat saya berpikir, ‘inilah hal yang ingin saya lakukan untuk orang lain’,” tutur Nadia.

4 dari 4 halaman

Sepak Bola dan Karier Lain

Di lingkungan baru, Nadia mengasah kemampuan sepak bolanya. Karier profesionalnya pun dimulai ketika ia bergabung dengan klub B52 Aalborg. Selanjutnya, Nadia juga turut membela Team Viborg, IK Skovbakken dan Fortuna Hjørring sebelum pindah ke Amerika. Ia kemudian dikenal sebagai penyerang produktif setelah mencetak 19 gol dalam 37 pertandingan bersama Portland Thorns.

Meski karier sepak bolanya melejit, Nadia ternyata memiliki mimpi yang jauh dari ciri-ciri seorang atlet. Nadia kini sedang menjalani semester terakhir untuk menjadi dokter ahli bedah rekonstruksi.

“Aku ingin membantu orang lain. Aku memang menyukai sepak bola, tetapi aku tidak pernah menganggapnya sebagai pekerjaan. Itu (sepak bola) hanyalah passion. Aku akan dengan senang hati bermain sepak bola secara gratis. Akan tetapi, aku ingin lebih dari itu. Aku ingin melakukan sesuatu yang berdampak bagi kehidupan orang.”

Di sisi lain, Nadia juga mengunjungi kamp pengungsian di seluruh dunia untuk membagikan cerita serta menginspirasi orang lain dalam meraih mimpi.

“Aku ingin memberi tahu anak-anak, perempuan, dan mereka yang pernah melalui masa-masa kelam bahwa hal tersebut bukan masalah. Kita semua telah melewati waktu-waktu sulit. Anda mampu keluar darinya,” tutur Nadia.

Penulis: Melinda Indrasari

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.