Sukses

Bayang-Bayang Seksisme di Sepak Bola Indonesia

Dunia sepak bola tak terlepas dari dunia suporter yang tidak melulu laki-laki. Namun, sudah banyak wanita yang menjadi suporter sepak bola.

Liputan6.com, Denpasar Dunia sepak bola tidak bisa dilepaskan unsur pendukung atau suporter. Nah, beberapa tahun ini, keberadaan suporter tidak hanya didominasi kaum laki-laki tetapi juga perempuan. Bahkan "tribun stadion" dari waktu ke waktu makin terlihat nyaman untuk wanita bahkan anak-anak dan keluarga.

Namun, sayangnya kenyamanan menonton sepak bola untuk saat ini untuk sementara terpaksa dibatasi menyusul mewabahnya pandemi Covid-19. Salah satu contoh teranyar adalah penyelenggaraan Piala Menpora 2021. Dengan aturan dan protokol kesehatan yang ketat, turnamen tak bisa dihadiri penonton atau suporter. 

Terlepas dari itu, fenomena soal pendukung klub, akhir-akhir ini diwarnai dengan banyaknya oknum suporter khususnya wanita memanfaatkan dunia pertribunan untuk mendapatkan follower atau jadi selebgram. Mereka menjual keseksian yang justru mengembalikan dunia persuporteran ke zaman "jahiliyah' dimana wanita selalu digoda jika hadir ke tribun stadion.

Hal ini membuat beberapa pengamat persepak bolaan resah. Fajar Junaedi, dosen di salah satu universitas ternama di Indonesia dan juga penulis banyak buku tentang persepak bolaan Indonesia ini, mengatakan bahwa tantangan ke depan adalah menyadarkan bahwa tiada ruang bagi obyektifikasi perempuan sebagai obyek tatapan kepuasan seksual laki-laki di sepak bola.

Fajar menyebut, dalam buku yang berjudul Visual and OtherPleasure (1989) karya Laura Mulvey, disebutkan soal teori male gaze. Mulvey mengintroduksi teorinya dalam konteks perempuan dalam film. Pernyataan dari Mulvey adalah bahwa film memberikan beberapa kepuasan, salah satunya adalah kepuasan dalam pandangan atau disebut dengan "scopophilia".

Kepuasan dalam memandang dibagi menjadi dua, yaitu laki-laki sebagai pihak yang aktif dan perempuan sebagai pihak yang pasif. Perempuan yang pasif menjadi obyek seksual dari pandangan laki-laki heteroseksual yang melihatnya dan laki-laki tersebut memperoleh kenikmatan dari pandangan tersebut.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Menjaga Eksistensi Positif Suporter Wanita

Dalam bukunya Laura Mulvey menyebut relasi fans sepak bola laki-laki dan perempuan yang masih dikungkungi ideologi maskulinitas dan patriarki.

"Fans perempuan menjadi obyek tatapan dari fans laki-laki, dengan direproduksi di media sosial. Tantangan ke depan adalah menyadarkan bahwa tiada ruang bagi obyektifikasi perempuan sebagai obyek tatapan kepuasan seksual laki-laki di sepak bola," ujar Fajar kepada Liputan6.com, Kamis (1/4/2021).

 

 

 

 

3 dari 5 halaman

Kecewa

Sementara itu Hilda, Anggota The Jakangel (sebutan suporter wanita Persija Jakarta) mengaku kecewa  jika hal tersebut di atas terjadi dialami suporter wanita, ia melanjutkan butuh waktu lama untuk wanita bisa dipandang sama dengan kaum laki-laki dalam hal mendukung klub sepak bola favoritnya.

“Ketika kita berbicara supporter sepak bola, artinya klub kebanggaan dan komunitas adalah nama Sakral yang harus kita jaga kehormatannya. Saat ini The Jakmania atau Jakangel sedang berkampanye “No More Sexism” yang bertujuan untuk menciptakan suasana aman dan nyaman di stadion untuk supporter perempuan," kata wanita yang juga Anggota Asprov PSSI D.I. Yogyakarta itu.

4 dari 5 halaman

Kampanye

Menurutnya, ketika banyak pihak melakukan kampanye “No sexism”, namun tak sedikit pula pihak yang memanfaatkan potensi viral jika mengangkat isu salah satu klub. Hilda mencontohkan, dengan mengenakan jersey klub tertentu dan menampiilkan kevulgaran sisi kewanitaannya. 

"Seseorang dengan bahasa yang sangat fulgar disertai foto dan dikaitkan dengan dalam hal ini sebut Persija. Padahal sangat sulit dan butuh waktu lama bagi kami semua membangun citra Jakangel agar tidak dipandang sebelah mata," ujar dia.

5 dari 5 halaman

Makin Berkembang

Sementara itu, Hilda mengaku jika saat ini sepak bola wanita juga semakin berkembang, namun hingga saat ini wanita seperti hanya dijadikan pemanis aja dalam dunia sepa bola. 

"inipun (sepak bola wanita) tidak luput dari sexism. Setuju atau tidak perempuan di sepak bola masih dijadikan sebagai pemanis, ini juga meliputi suporter dan pengurus klub. Terutama di sepak bola wanita, Mereka yang menonjol dan ditampilkan publik lebih banyak yang berparas cantik, padahal masih banyak atlet sepakbola wanita kita yang memiliki skill luar biasa, memiliki prestasi yang lebih baik, dan perjuangan mereka yang tidak dibilang mudah mencapai mimpinya menjadi pemain sepakbola wanita profesional," ucap dia memungkasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.