Sukses

Pemain Indonesia yang Pernah Mengembara ke Eropa: Dari Kurnia Sandy hingga Egy Maulana Vikri

Indonesia pernah mengirimkan beberapa pemainnya ke Eropa sejak era 1990an hingga sekarang.

Jakarta - Di tengah mandeknya prestasi sepak bola Tanah Air di pentas internasional, beberapa pemain Indonesia berhasil 'menggoda' klub-klub Eropa. Meski belum ada yang berhasil menjadi pemain reguler, ini menjadi catatan penting dan membanggakan.

Banyak faktor yang membuat minimnya talenta-talenta lokal yang bermain di Benua Biru meski kualitas pesepak bola Indonesia tidaklah buruk-buruk amat. Mulai dari faktor non-teknis hingga teknis.

Faktor non-teknis di antaranya terkait work permit atau izin kerja. Sejumlah liga-liga top Eropa memang strict mengenai hal ini. Premier League misalnya, memiliki banyak syarat dan ketentuan bila ada pemain dari Indonesia yang hendak dikontrak secara profesional, semisal peringkat FIFA.

Selain itu, faktor teknis juga menjadi biang utama mengapa potensi lokal banyak yang tak terbaca radar Eropa. Postur pemain Indonesia bisa dikatakan masih di bawah rata-rata pesepak bola Eropa, Afrika, dan beberapa negara Asia lainnya. Tak cuma itu saja, fisik pemain Indonesia dicap tak maksimal, apalagi jika bertanding di iklim yang non-tropis.

Kendati demikian, Indonesia pernah mengirimkan beberapa pemainnya ke Eropa sejak era 1990an hingga sekarang. Siapa saja mereka dan bagaimana kariernya? Berikut Bola.com merangkumnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti, dan Kurnia Sandy

Pesepak bola asal Indonesia pertama kali mengecap pengalaman bergabung dengan klub Eropa pada pertengahan 1990-an. Kala itu, ada tiga pemain jebolan proyek PSSI Primavera mendapat kesempatan menjajal atmosfer kompetisi Eropa di level senior.

Mereka adalah Bima Sakti (gelandang), Kurnia Sandy (kiper) dan Kurniawan Dwi Yulianto (striker). Ketiganya adalah pemain yang dinilai memiliki potensi besar setelah menjajal kompetisi Primavera yang merupakan ajang buat pemain muda di Italia unjuk kemampuan.

Di antara ketiga pemain itu, Kurniawan yang terdepan dalam pencapain pengalaman bertanding. Striker asal Magelang ini pertama kali mendapat kesempatan mengikuti tur Sampdoria di Wilayah Asia. Kuniawan direkrut berdasarkan prestasinya masuk dalam jajaran top scorer kompetisi Primavera musim 1993-1994.

Sejak itu, ia masuk dalam radar pemantau bakat Sampdoria. Pada 1995, berdasarkan rekomendasi Sampdoria, Kuniawan membubuhkan tanda tangannya pada kertas kotrak yang disodorkan manajemen Luzern FC, klub yang berlaga di kompetisi kasta tertinggi Swiss.

Sampdoria sengaja meminjamkan Kuniawan karena saat itu lini depan sudah dihuni Roberto Mancini, Enrico Chiesa, dan Filippo Maniero. Kiprah Kurniawan dalam semusim bersama Luzern terbilang lumayan untuk usianya yang belum genap 19 tahun saat itu. Ia tercatat tampil delapan kali di level senior. Dia juga kerap jadi pemain utama pada kompetisi U-19 Swiss.

Di situs wikipedia, Kurniawan disebut pernah tampil bersama Lucern di Piala Intertoto, ajang yang merupakan kualifikasi Liga Europa. Sayang di pengujung kompetisi Liga Swiss penampilan Kurniawan menurun karena akumulasi masalah yang menderanya, di antaranya cedera dan pergaulan yang salah.

Selepas dari Luzern, Kurniawan Dwi Yulianto sempat mengikuti latihan pramusim Sampdoria pada 1996. Tapi, ia tiba-tiba memutuskan pulang ke Indonesia. Ketika menemani Kurnia Sandy melakukan tanda tangan kontrak di Sampdoria pada 1996, ada rekan jurnalis di Italia menghampiri Bola.com untuk menanyakan keberadaan Kurniawan.

"Kurniawan punya potensi besar. Menurut saya, ia melakukan tindakan bodoh dengan meninggalkan Sampdoria saat banyak pemain bermimpi ingin tampil di Serie A," ujar sang jurnalis.

Seperti Kurniawan, Kurnia Sandy juga tak mendapat kesempatan merasakan atmosfer Serie A Italia meski resmi bergabung di Sampdoria sebagai kiper keempat. Sandy nyaris masuk dalam line-up Sampdoria pada satu pertandingan.

Ketika itu, kiper utama Sampdoria, Fabrizio Ferron tak bisa tampil karena sanksi kartu merah. Sandy pun disiapkan oleh pelatih Sampdoria saat itu, Sven Goran Eriksson, untuk mendampingi Matteo Sereni.

Sayang, impian Sandy terkendala administrasi karena manajemen Sampdoria belum mengurus surat izin kerjanya.

Pengalaman serupa juga dialami Bima Sakti yang mendapat kesempatan bergabung di Helsinborg, klub asal Swedia. Bima terpilih setelah menjalani rial bersama rekannya di PSSI Primawera, Supriono, Anang Ma'ruf, Indriyanto Nugroho dan Eko Purjianto.

Namun, seperti Sandy, Bima tidak pernah mendapatkan kesempatan pada kompetisi resmi.

3 dari 7 halaman

Yussa Nugraha

Yussa Nugraha merupakan pemain muda yang memulai karier juniornya di klub top Belanda, Feyenoord. Setelah lima tahun, ia melanjutkan kariernya di HBS Craeyenhout U-19.

Sebelum bermain untuk HBS, Yussa (18) bermain untuk SVV Scheveningen. Ia sempat mengalami cedera parah yang membuatnya harus absen selama kurang lebih 12 bulan.

Yussa terbilang aktif di media sosial. Pemain asal Solo itu kerap mengunggah kegiatannya melalui akun Instagram dan YouTube.

Ia masih berada di Belanda dan melakukan aktivitas latihan mandiri selama pandemi virus corona.

 

4 dari 7 halaman

Firza Andika

Satu lagi pemain muda yang menjajal kerasnya kompetisi sepak bola benua biru, ia bernama Firza Andika. Pemain asli Medan itu sempat berkelana di klub Belgia, AFC Tubize.

Sebelumnya Firza Andika berstatus pemain PSMS Medan. Pada 2018, ia bergabung dengan AFC Tuzibe.

Kini, ia telah kembali ke Indonesia dan bermain untuk klub sarat tradisi, PSM Makassar. Di klub berjuluk Ayam Jantan dari Timur itu Firza berstatus pemain pinjaman dari AFC Tuzibe.

"Firza akan bersama PSM sampai akhir musim Shopee Liga 1 2019 dengan opsi perpanjangan kontrak," ujar Munafri.

Kehadiran Firza yang musim lalu memperkuat PSMS Medan membuat perrsaingan di posisi bek kiri kembali memanas. Pada musim ini, pelatih PSM, Darije Kalezic, lebih sering memainkan Beny Wahyudi di posisi itu dan Taufik Hidayat sebagai alternatif.

 

5 dari 7 halaman

Rendy Juliansyah

Rendy Juliansyah tergabung dalam Timnas Indonesia U-16 di bawah asuhan pelatih Fakhri Husaini di Piala AFC U-16 2018. Bersama pasukan Garuda Asia, Rendy sudah membukukan 19 penampilan dan mencetak 15 gol.

Pemain ASIOP Apacinti itu mengaku akan melakukan trial ke tiga klub Eropa. Satu di antara yang sudah pasti adalah klub La Liga, Leganes.

"Insya Allah, saya bulan depan akan trial ke klub luar negeri. Tujuannya sih ada tiga klub Eropa yakni di Spanyol, Italia, dan Belgia. Pokoknya saya akan mencari klub yang terbaik buat masa depan saya," kata Rendy kepada Bola.com.

"Untuk klub yang di Spanyol adalah Leganes. Untuk yang di Italia dan Belgia, saya belum tahu," ujar Rendy.

 

 

6 dari 7 halaman

Egy Maulana Vikri

Saat ini, Egy Maulana Vikri tengah fokus untuk meningkatkan kemampuannya agar bisa menembus skuat inti klub Polandia, Lechia Gdansk. Pada tahun depan, pemain Timnas Indonesia U-22 ini akan berstatus tanpa klub setelah menjalani tiga tahun kontrak.

ika Lechia Gdansk tidak memperpanjang masa baktinya, Egy telah mempersiapkan ancang-ancang untuk hijrah ke negara lain. Namun, masih di seputar Eropa. Eks Persab Brebes ini menyasar Spanyol dan Portugal.

Meski begitu, Premier League tetap menjadi tujuan akhir Egy. Namun, pemain asal Medan, Sumatra Utara, ini bakal terkendala banyak aturan. Satu di antaranya mengenai syarat mendapatkan izin kerja dari pemerintah Inggris.

"Saya ingin bermain di Spanyol dan Portugal. Kalau di Inggris, ada peraturan ketat supaya bisa bermain di Premier League," ujar Egy dalam perbincangannya dengen Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali.

"Kalau saya sudah bermain 4-5 tahun di Eropa, mungkin saya bisa bermain di Premier League," ucap Egy Maulana Vikri.

Dua musim bersama Lechia Gdansk, Egy masih menjadi anak bawang. Dia baru tampil dalam tiga pertandingan dengan jumlah menit bermain yang hanya menyentuh 56 menit.

7 dari 7 halaman

Syamsir Alam, Yandi Sofyan Munawar, Yericho Christiantoko, dan Alfin Tuasalamony

Bakrie Group sempat menguasai klub asal Belgia, CS Vise pada 2011. Beberapa pesepak bola Indonesia seperti Alfin Tuasalamony, Syamsir Alam, Yericho Christiantoko, dan Yandi Sofyan pernah berguru di sana.

Namun sayang, keempatnya tak benar-benar bisa berkembang di CS Vise. Terbilang, hanya Alfin saja yang mendapatkan menit bermain banyak.

Bakrie Group lantas menjual CS Vise karena terlilit permasalahan finansial. Empat pemain Indonesia itu akhirnya kembali berkarier di Indonesia.

Disadur dari Bola.com (Gregah Nurikhsani)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini