Sukses

Mengenang Perjuangan Soeratin Mendirikan PSSI 90 Tahun Lalu

Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda.

Liputan6.com, Jakarta - Sosok Soeratin Sosrosoegondo memainkan peran penting di balik berdirinya PSSI 90 tahun lalu, Minggu (19/4/2020). Ironisnya, kehidupannya di hari tua dijalani dalam kondisi memprihatinkan.

Soeratin menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman, pada tahun 1927 dan kembali ke Tanah Air setahun kemudian. Dia kemudian bekerja pada sebuah perusahaan konstruksi Belanda, Sizten en Lausada, yang berkantor pusat di Yogyakarta.

Di sana Soeratin menjadi satu-satunya orang Indonesia yang duduk sejajar dengan komisaris perusahaan konstruksi itu. Akan tetapi, dorongan semangat nasionalisme yang tinggi membuatnya meninggalkan perusahaan tersebut.

Setelah berhenti dari Sizten en Lausada, Soeratin lebih banyak aktif di bidang pergerakan. Sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepak bola, dia menyadari kepentingan pelaksanaan butir-butir keputusan yang telah disepakati bersama dalam pertemuan pemuda Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928.

Soeratin melihat sepak bola sebagai wadah terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai sarana untuk menentang Belanda. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, dia rajin mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh sepak bola di berbagai kota di Jawa.

Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi secara diam-diam untuk menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian, ketika mengadakan pertemuan bersama Ketua Voetbalbond Indonesische Jakarta (VIJ) Soeri dan juga pengurus lainnya di Hotel Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta, dimatangkanlah gagasan pembentukan organisasi sepak bola nasional.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perjalanan Soeratin

Soeratin terpilih sebagai ketua PSSI pertama. Pada masa kepemimpinanya, dia berusaha membangun sepak bola Indonesia.

Soeratin juga sempat bersitegang dengan Nederlandsche Indische Voetbal Unie (NIVU), organisasi sepak bola milik Belanda yang ketika itu masih menduduki Indonesia (sebelumnya bernama NIVB), terkait pengiriman wakil ke Piala Dunia 1938.

Pada 1940, Soeratin pindah ke kampung halamannya di Bandung dan jabatannya sebagai Ketua PSSI diambil alih oleh Artono Martosoewignyo. Ketika itu, kehidupan Soeratin menjadi serbasulit. Rumahnya sempat diobrak-abrik tentara Belanda karena aktif dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Pengabdian Soeratin bagi bangsa pun masih besar di hari tuanya. Dirinya menyanggupi permintaan Ir Djoeanda untuk memimpin Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1949. Akan tetapi, dengan tubuh yang semakin renta, pekerjaan itu sedikit berat. Apalagi, ketika itu perjuangan fisik melawan Belanda terus terjadi.

 

3 dari 3 halaman

Kesulitan di Hari Tua

Setelah sekian lama sakit dan tidak mampu menebus obat, kisah hidup Soeratin sangat memprihatinkan. Dirinya mengalami kesulitan ekonomi hingga akhir hayat.

Soeratin meninggal dunia pada 1 Desember 1959 pada usia 60 tahun di dalam kemiskinan. Dia memilih untuk hidup tenang di sisa umurnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.