Sukses

Kenali Ciri-Ciri Pembawa Virus Corona Covid-19 Bersatus Silent Carrier

Pandemi virus corona covid-19 masih menjadi momok menakutkan di dunia, juga Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta- Pandemi virus corona covid-19 masih menjadi momok menakutkan di dunia, juga Indonesia. Tercatat hingga Kamis (2/4), ada tak kurang dari 1.790 orang positif terjangkit virus ini.

Virus ini menyebar begitu masif. Tak peduli usia dan jenis kelamin, siapapun bisa terpapar virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China ini.

Bahkan, belakangan, semenjak kasus virus Corona Covid-19 ada di Indonesia, ada banyak istilah baru yang mungkin sebagian dari Anda sudah pernah mendengar atau bahkan belum sama sekali mengetahuinya.

Seperti misalnya, apa itu carrier, immunocompetence atau immunocompromised?

Carrier atau silent carrier merupakan seseorang yang memiliki kemampuan membawa dan menyebarkan virus. Dalam hal corona covid-19, mereka biasanya juga didiagnosis positif Sars-Cov-2. Lantas, bagaimana ciri-cirinya? 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

1. Asimptomatik (tanpa gejala)

Sebenarnya ini yang banyak dikhawatirkan para tenaga medis. Kecurigaan asimptomatik pada pasien Covid-19 sebenarnya telah ada sejak virus ini menyebar di Wuhan, China. Namun, pasien tanpa gejala pertama diduga dari Taiwan.

Hal ini dikonfirmasi Badan Pengawas Epidemi Taiwan yang melaporkan kasus Novel Coronavirus ke-18, sekaligus yang pertama tanpa muncul gejala pada 9 Februari silam.

"Individu yang terinfeksi ini telah melakukan perjalanan ke Italia melalui Hong Kong pada tanggal 22 Januari dan kembali ke Taiwan pada tanggal 1 Februari," tulis laporan Badan pengawas epidemi Taiwan.

Ironisnya, kasus asimptomatik ini kian berkembang luas. Seperti dimuat laman South China Morning Post, terdapat lebih dari 20% kasus asimptomatik dari Korea Selatan, lebih dari 30% kasus asimptomatik dari Jepang, dan China. Setiap pasien Covid-19 asimptomatik ini biasanya mengalami gejala hanya selama 5 hari, meskipun masa inkubasinya dalam beberapa kasus bisa selama hampir 3 minggu.

3 dari 6 halaman

2. Sampel darah

Sebuah studi oleh para ilmuwan dari University of Texas di Austin, Texas, memperkirakan bahwa orang yang belum menunjukkan gejala, berisiko menularkan sekitar 10% dari 450 kasus yang mereka pelajari di 93 kota Cina.

Temuan mereka sedang menunggu publikasi di jurnal Emerging Infectious Diseases.

Ho dari University of Hong Kong mengatakan beberapa pasien tanpa gejala memiliki viral load (kisaran jumlah partikel virus dan jumlah RNA HIV per 1 ml (1 cc) sampel darah) yang serupa dengan pasien yang memiliki gejala.

“Tentu saja sulit untuk mengatakan apakah mereka menular jika mereka tidak batuk. Tetapi ada juga droplet (yang dikeluarkan) saat Anda berbicara,” katanya.

4 dari 6 halaman

3. Kebanyakan carrier berusia muda

Benjamin Cowling, seorang profesor epidemiologi dan biostatistik di University of Hong Kong, mengatakan ada bukti yang jelas bahwa orang yang terinfeksi dapat menularkan infeksi sebelum gejala muncul. "Ada banyak laporan penularan sekitar 1-2 hari sebelum timbulnya gejala," katanya. 

Sementara Hiroshi Nishiura, seorang ahli epidemiologi di Universitas Hokkaido, dalam International Journal of Infectious Diseases mengatakan, rasio asimptomatik bisa lebih tinggi di antara anak-anak daripada orang dewasa yang lebih tua.

5 dari 6 halaman

4. Antibodi lemah

Secara ilmiah, seseorang yang immunocompetence berarti memiliki sistem kekebalan tubuh yang berfungsi dengan baik, sehingga tubuh mampu meningkatkan respons kekebalan yang tepat.

Namun, seseorang bisa juga menjadi immunocompromised (kebalikan immunocompetence, yaitu sistem kekebalan tubuh melemah, tidak berfungsi sebagaimana mestinya).

Setiap individu memiliki sistem kekebalan tubuh yang kompleks dalam melindungi tubuh terhadap penyakit menular. Agar berfungsi dengan baik, sistem kekebalan tubuh harus mampu mengenali pengganggu asing (misalnya Patogen seperti bakteri, virus, dan parasit) dan mengirim pembela untuk melawan zat asing tersebut.

Karena patogen dapat dengan cepat berubah dan beradaptasi, mereka kadang-kadang dapat menghindari deteksi oleh sistem kekebalan tubuh. Ketika ini terjadi, Anda bisa merasa sakit, lemah dan mengalami kesulitan melawan penyakit yang telah mengambil alih tubuh Anda.

Dalam kasus virus Corona saat ini, peneliti dari University of Melbourne di Peter Doherty Institute for Infection and Immunity di Australia telah memaparkan bagaimana sistem imun manusia meningkatkan respons terhadap Covid-19. Dan ada kemungkinan orang yang sistem imunnya bagus hanya mengalami gejala ringan hingga sedang dan sembuh lebih cepat daripada umumnya.

Prof. Katherine Kedzierska, rekan peneliti mengatakan, meskipun Covid-19 disebabkan oleh virus baru, namun pada orang orang yang sehat dengan sistem imun yang kuat, virus tidak akan bertahan.

Dalam penelitiannya, ia mencari orang yang dirawat setelah 4 hari timbul gejala infeksi Covid-19, termasuk lesu, sakit tenggorokan, batuk kering, nyeri dada pleuritik, napas pendek, dan demam. Juga mereka yang dibolehkan isolasi diri di rumah, dan pada hari ke-13 gejala mereka dinyatakan hilang.

Dalam studi mereka, para peneliti menganalisis sampel darah yang dikumpulkan oleh para profesional kesehatan dari pasien pada empat kesempatan berbeda: pada hari ke 7, 8, 9, dan 20 setelah onset gejala.

Dari studi tersebut, mereka menemukan, ada peningkatan imunoglobulin (merupakan jenis antibodi yang paling umum) yang bergegas untuk melawan virus, selama hari 7-9 setelah onset gejala.

Peningkatan imunoglobulin ini bertahan hingga hari ke 20 setelah onset gejala, menurut analisis.

Dari temuan ini, peneliti berharap dapat melakukan penelitian lebih luas secara global untuk lebih memahami bagaimana orang dapat meninggal akibat Covid-19, serta merespons kekebalan untuk mencegah Covid-19 dan virus-virus baru lainnya nanti, dilansir verywellhealth.

6 dari 6 halaman

5. Kehilangan indera penciuman

Selain demam, batuk kering dan sesak napas. Sekelompok dokter menemukan sejumlah pasien terinfeksi Covid-19 ini kehilangan indra penciuman dan rasa.

Menurut dokter, kondisi ini disebut juga anosmia, hilangnya indera penciuman, dan ageusia (hilangnya indera perasa) muncul sebagai tanda khas Covid-19, dan kemungkinan penanda infeksi.

American Academy of Otolaryngology, Minggu (22 Maret) juga mengunggah informasi yang menunjukkan kalau indera penciuman yang hilang atau berkurang adalah gejala signifikan yang terkait dengan Covid-19, dan mereka telah terlihat pada pasien yang akhirnya dites positif, tanpa gejala lainnya.

Tanpa muncul gejala seperti alergi atau sinusistis, dokter harus mempertimbangkan untuk memeriksa pasien-pasien ini dan isolasi diri, dikutip dari NYTimes.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.