Sukses

Pandemi corona Covid-19, Kesehatan Mental Atlet yang Terisolasi Terancam

Pandemi corona Covid-19 membuat gaya hidup para atlet yang sangat aktif kemudian terisolasi dan mengalami kebosanan.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi corona Covid-19 membuat atlet kini menghadapi risiko kesehatan mental. Hal itu disebabkan perubahan drastis dari gaya hidup yang sangat aktif kemudian terisolasi dan mengalami kebosanan.

Boleh jadi sebagian atlet-atlet dunia mengunggah video mereka yang sedang berlatih atau melakukan tantangan di internet seperti juggling gulungan tisu toilet. Namun, stres tingkat tinggi yang disebabkan oleh masa depan tidak jelas bisa menghampiri mereka.

Chief medical officer Tennis Australia Carolyn Broderick mengungkapkan bahwa efek jangka panjang yang dirasakan atlet setelah wabah SARS dan flu babi adalah rasa cemas, cuci tangan berlebihan, serta ketakutan berdekatan dengan orang lain.

Namun, dampak dari pandemi corona Covid-19 belum pernah terjadi sebelumnya. Para atlet di seluruh dunia dipaksa "hibernasi" di antara miliaran orang lainnya yang menjalani lockdown.

Petenis Serena Williams, yang pernah mengalami depresi di masa lalu, kini merasakan jika pembatasan sosial karena corona Covid-19 telah membuatnya stres berat. "Setiap hal kecil membuatku gelisah... dan sata cemas. Setiap kali orang bersin di sekitarku atau batuk, saya gelisah," kata Williams lewat aplikasi TikTok.

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Depresi

Sebelum wabah corona Covid-19 merebak, sejumlah tokoh olah raga dunia sudah berkutat dengan depresi. Mulai dari Serena Williamsm legenda renang Olimpiade Michael Phelps, petarung MMA Ronda Rousey, petinju Mike Tyson, hingga pemain rugby John Kirwan.

Ribuan atlet calon Olimpian kini tak bisa berkompetisi. Kariernya mandek untuk sementara dan bahkan harus menunda satu tahun lagi untuk mengincar medali karena Olimpiade diundur ke tahun depan.

"Saya bohong jika saya bilang baik-baik saja. Seperti yang lain, saya memiliki masalahku sendiri," kata lifter Amerika Serikat Kate Nye, yang didiagnosa memiliki gangguan bipolar, kepada WOODTV.com.

Broderick, yang menjadi deputy medical director untuk tim Australia pada Olimpiade 2016 mengatakan jika efek dari isolasi bisa terasa akut bagi atlet. "Mereka memiliki masalah psikologis yang sama dengan semua orang. Tapi, juga stres dan kecemasan tentang masa depan mereka yang tak bisa dikendalikan dengan mudah," kata Broderick kepada AFP.

"Mereka tak tahu apa tahapan selanjutnya atau berapa lama mereka harus dikarantina atau diisolasi."

 

 

3 dari 3 halaman

Minuman Berakohol atau Obat-Obatan

Pelarian ke penyalahgunaan substansi seperti minuman beralkohol atau obat-obatan bisa menjadi masalah. "Stres dan gelisah bisa mengarah ke penyalahgunaan substansi. Itu yang saya khawatirkan, jika mereka menggunakan alkohol untuk pelarian," ucap Broderick.

Broderick mengatakan rasa cemas pasti ada. Atlet profesional tingkat tinggi mungkin bisa mengatasi hal itu, tapi banyak atlet lain yang rentan. "Jika kalian kehilangan pekerjaan selama beberapa bulan maka pemasukan juga tak ada," ujarnya.

Broderick menyarankan jika atlet tetap melalukan rutinitas mereka. Fokus terhadap apa yang bisa dikendalikan dan menggunakan waktu luang mereka untuk melakukan hobi atau latihan online untuk menjaga kesehatan mereka.

Sumber: Antara

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini