Sukses

Gara-Gara Inflasi Pangan, BI Terpaksa Naikkan Suku Bunga Acuan

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Destry Damayanti mengungkapkan kenaikan inflasi pangan yang tidak terkendali menjadi salah satu alasan bank sentral menaikkan suku bunga acuan.

Liputan6.com, Jakarta Deputi Gubernur Bank Indonesia, Destry Damayanti mengungkapkan kenaikan inflasi pangan yang tidak terkendali menjadi salah satu alasan bank sentral menaikkan suku bunga acuan.

Kenaikan suku bunga tersebut menjadi langkah akhir Bank Indonesia dalam merespon situasi yang terjadi di lingkungan domestik maupun global.

"Inflasi pangan enggak bisa terkendali ya mau enggak mau BI akhirnya menggunakan amunisi dengan kebijakan moneter yang lebih bold," kata Destry dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra di Bali, Jumat, (9/12).

Sampai bulan November 2022, Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan hingga 175 basis poin (bps). Sehingga tingkat suku bunga acuan saat ini ada di level 5,25 persen.

"Sekarang kita naikkan baru 175 bps buat suku bunga karen kami mengimbangi dengan kebijakan lain," kata dia.

Meski begitu, Bank Indonesia tetap memberikan insentif kepada perbankan yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong ekonomi nasional yang sedang mengalami pertumbuhan. Tercermin dari pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III-2022 mampu tumbuh hingga 5,72 persen (yoy).

"Ekonomi kita lagi tumbuh saat negara lain melambat bahkan ada yang mengalami resesi," kata dia.

Bank Indonesia optimis pertumbuhan di tahun 2023 nanti Indonesia masih bisa tumbuh di angka 4,8 persen - 5,3 persen. Dia meyakini angka tersebut cukup rasiona dan bisa dicapai karena pertumbuhan ekonomi domestik yang masih kuat.

"2023 kami perkirakan masih akan tumbuh antara 4,8 persen - 5,3 persen karena domestik ekonomi kita yang masih kuat," kata dia.

Sehingga, dia berharap pemerintah pusat maupun daerah bisa mengendalikan inflasi dari kelompok bahan pangan. Cara ini kata Destry bisa menjadi upaya pemerintah mengendalikan tingkat inflasi pangan.

"Saya ingin sekali mengimbau, bapak-ibu atau lembaga sekalian, mari kita punya komitmen bersama, komitmen yang tinggi dalam rangka tangani inflasi pangan," katanya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Perangi Inflasi, Wayan Koster Sebar 77 Ribu Bibit Cabai

Beberapa komoditas pangan selalu menjadi pendorong kenaikan angka inflasi. Sebut saja beras, cabai dan bawang. Hal ini terjadi karena di situasi tertentu terjadi kenaikan permintaan tetapi pasokan kadang seret. 

Demi mengatasi inflasi karena kenaikan harga pangan ini, Pemerintah Provinsi Bali dan Bank Indonesia (BI) melakukan berbagai cara salah satunya melakukan Gerakan Tanam Cabai Merdeka. Dalam gerakan ini Pemerintah Bali dan BI memanfaatkan pekarangan rumah warga sebagai media tanam.

Gubernur Provinsi Bali I Wayan Koster mengungkapkan, salah satu yang dianggap berisiko akan menjadi penyumbang inflasi terbesar adalah volatile foods atau kelompok pangan. Terutama saat ini dimana Indonesia tengah memasuki musim penghujan yang tentunya berdampak pada produksi.

"Kami meluncurkan beberapa kegiatan strategis yaitu gerakan nasional tanam cabai merdeka 77 ribu, melalui penyerahan secara simbolis bibit cabai kepada 90 perwakilan kepala daerah," kata Koster di acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra di Bali, Jumat (9/12/2022).

Koster membeberkan, Pemprov Bali telah menyusun beberapa langkah strategis untuk mengendalikan Inflasi. Pertama, melaksanakan operasi pasar yang difokuskan pada komoditas pangan strategis.

Tujuannya, agar harga bahan pangan tetap keterjangkauan di tingkat masyarakat. Adapun yang dimaksud komoditas pangan strategis antara lain beras, minyak goreng, gula pasir, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging ayam ras, dan telur ayam Kedua, mendorong kerjasama antar daerah komoditas pangan untuk menjaga ketersediaan pasokan. Ketiga, optimalisasi penggunaan program bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat.

Keempat, pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi penduduk di bawah garis kemiskinan. Kelima, mengkomunikasikan harga dan lokasi penjualan komoditas kepada masyarakat untuk memperkuat komunikasi kebijakan.

Keenam, membentuk protokol guna memperkuat koordinasi dalam rangka pengendalian inflasi inflasi. Selain itu, Koster mengatakan pihaknya telah membentuk tim pengendalian inflasi baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang ada di Pulau Dewata.

Tim pengendali inflasi ini akan terus didorong terus bersinergi dengan para pemangku kepentingan di Bali. Sehingga bisa menjaga tingkat inflasi daerah agar kembali ke targetnya.

"Untuk menjaga inflasi Provinsi Bali agar dapat kembali ke sasaran yang ditetapkan yaitu 3 persen dengan deviasi plus minus 1 persen," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Arahan Tegas Jokowi soal Inflasi: Kita Tak Bisa Main-Main!

Bank Indonesia meyakini penyelesaian inflasi tinggi bisa diselesaikan dengan kerja sama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Destry Damayanti menyebut pemerintah daerah menjadi kunci utama pengendalian inflasi. Sebab inflasi pangan menjadi faktor pendorong utama kenaikan inflasi secara nasional.

"Saya yakin sekali masalah inflasi pangan ini akan bisa terkendali karena memang pada akhirnya inflasi pangan ini ada di daerah dan tidak semua bisa di-mapping dari pusat," kata Destry dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Wilayah Bali Nusra di Bali, Jumat, (9/12).

Destry menuturkan pada Agustus 2022 lalu, tingkat inflasi pangan mencapai titik tertingginya yakni 12 persen. Hal ini pun membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan dengan memerintahkan dibentuknya tim pengendali inflasi.

"Pada saat itu Presiden langsung mengadakan rapat dan kita semua diundang saya mewakili Gubernur. Arahan beliau jelas sekali. Kita tidak bisa bermain main dengan inflasi ini," ungkap Destry.

Dunia ekonomi kata Destry menganggap inflasi sebagai penyakit yang harus dihindari karena bisa mengganggu tingkat kesejahteraan masyarakat. Daya beli masyarakat bisa turun ketika harga-harga naik namun pendapatan masyarakat tetap.

"Inflasi menyebabkan harga naik, kalau harga naik pendapatan kita tidak naik, akhirnya daya beli dari pendapatan kita mengurang," kata Destry.

Dia mencontohkan, biasanya seseorang membeli nasi bungkus satu lengkap lauknya. Namun karena inflasi tinggi, orang tersebut hanya bisa membeli nasi dengan lauk telur. 

4 dari 4 halaman

Kurangi Daya Beli

Bukan hanya mengurangi daya beli masyarakat, kenaikan inflasi yang tinggi kata Destry bisa berakibat fatal.

"Kalau ini terus tidak bisa terkendali pada akhirnya adalah instabilitas sosial ini bisa mengarah ke yang lain-lain," kata dia.

Sehingga, menurut Destry Pemda memiliki peran yang penting dalam mengendalikan inflasi. Mengingat bahan pangan banyak dihasilkan dari daerah. Selain itu menggalakkan kembali kerja sama antar daerah untuk saling memenuhi kebutuhan yang tidak bisa diproduksi sendiri.

"Pemda harus punya mapping, mana yang jadi lumbung pangan, dan tingkatkan perdagangan antar daerah atau wilayah," kata dia.

"Makanya kita harapkan peran aktif Pemda mau provinsi atau kabupaten/kota untuk bersama-sama menangani inflasi," pungkasnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.