Sukses

Jokowi Tak Ingin Indonesia Senasib dengan Amerika Latin, Kenapa?

Presiden Jokowi tak ingin Indonesia bernasib sama dengan Amerika Latin yang terjebak puluhan tahun menjadi negara berkembang.

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan Indonesia sudah lama menyatakan sebagai negara dengan ekonomi terbuka. Namun terbukanya ekonomi Indonesia tidak boleh disalah artikan.

Sebab dia tak ingin Indonesia bernasib sama dengan Amerika Latin yang terjebak puluhan tahun menjadi negara berkembang.

"Sudah lebih dari 50, 60, 70 tahun negara mereka berkembang terus. Bukan berkembang terus, tapi menjadi negara berkembang terus," kata Jokowi pada acara Kompas 100 CEO Forum 2022 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12).

Negara-negara Amerika Latin kata Jokowi di tahun 1950 dan 1960 telah menjadi negara berkembang. Mereka juga membuka ekonominya dan menjadi negara berpendapatan menengah dalam beberapa waktu kemudian.

Hanya saja, mereka sangat membuka pintu yang lebar bagi para investornya. Cara ini memang benar tetapi perlu diwaspadai.

"Problemnya mengartikan keterbukaan itu membuka seluas-luasnya untuk investor. Ini bener. Ini betul. Tapi hati-hati, beda yang saya lihat di Taiwan dan Korea. Ini yang harus betul-betul di design secara konsisten dan harus kita lakukan terus," tutur Jokowi.

Caranya, dengan membuat negara lain bergantung kepada Indonesia. Beberapa kali Indonesia telah berhasil melakukannya. Ada beberapa negara yang memang sangat tergantung dengan komoditas unggulan Indonesia.

"Ini sudah beberapa kali saya cek. Siapa sih yang bergantung kepada kita. Ternyata banyak sekali. Begitu batubara kita stop dua minggu saja, yang telpon ke saya banyak sekali kepala negara, perdana menteri, presiden," tuturnya.

"Oh ini tergantung, tergantung, tergantung, kok banyak sekali. Saya kaget juga," sambungnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

CPO Indonesia

Rupanya kata Jokowi, tidak hanya batu bara. Banyak negara yang juga sangat tergantung dengan CPO dari Indonesia. Bahkan ketika Indonesia melarang ekspor CPO, banyak pihak yang mempertanyakan kebijakan tersebut.

"Begitu juga minyak, CPO. Begitu kita stop, ya karena saya harus stop. Banyak pertanyaan dari luar dari IMF dari Bank Dunia, kenapa stop," kata dia.

"Ya karena dalam negerinya ilang barangnya. Saya harus utamakan rakyat saya dulu," imbuhnya.

Kepada dunia, Jokowi menegaskan, Indonesia tidak bisa dengan mudahnya memberikan hasil produksinya ke negara lain sementara di negara sendiri kekurangan. Keputusan ini pun dianggap banyak pihak sebagai kekeliruan.

"Banyak yang menyatakan itu keliru, ya terserah enggak apa-apa, pendapat orang berbeda-beda. Saya utamakan rakyat saya," ungkapnya.

Hasilnya, lanjut Jokowi, kebijakan itu pun tidak salah langkah. Sebaliknya, hingga kini harga minyak goreng di dalam negeri sangat stabil dan terjangkau bagi masyarakat.

"Bisa saya cek kemarin di dua pasar, baru sehari dua hari kemarin masih di Rp 14.000 dan sebagian di bawah Rp 14.000," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Keterbukaan ekonomi

Untuk itu, kata Jokowi, keterbukaan ekonomi Indonesia kepada investor juga perlu strategi. Negara lain tidak boleh mengendalikan Indonesia hanya karena mereka menanamkan modal di dalam negeri.

"Tetapi sekali lagi, harus kita bisa mendesign negara lain tergantung kepada kita. Harus. Jangan sampai kita ini hanya menjadi cabang," kata dia.

"Ini yang saya lihat kekeliruan di Amerika Latin, hanya menjadi cabang. Banyak investor masuk, tapi hanya menjadi cabang," kata dia.

Perekonomian mereka memang tumbuh, tetapi hanya menjadi cabang. Negara-negara Amerika Latin pun negara lain bergantung pada produk-produknya Sehingga ini tidak masuk ke rantai pasok global dan bisa mengendalikan negara lain.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.