Sukses

5 Potensi Risiko Global yang Bisa Bikin Ekonomi Indonesia Hancur

Risiko global akibat kenaikan dolar Amerika Serikat yang sangat kuat. Sehingga menyebabkan tekanan depresiasi terhadap nilai tukar mata uang negara lain termasuk Rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif hingga kuartal III 2022. Sejumlah pihak masih sangat optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan terus lari sampai tahun depan. Namun di tengah optimisme tersebut, masih banyak tantangan yang harus dihadapi terutama terkait situasi global.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mendaftar setidaknya ada lima potensi risiko global yang bisa mengganggu ekonomi Indonesia.  “Kita perlu mewaspadai lima permasalahan ini dari prospek ekonomi global,” kata Perry dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/11/2022).

Lima risiko global ini meliputi pertama, pertumbuhan ekonomi yang menurun atau slow growth. Hal ini disebabkan risiko resesi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir.

Kedua, inflasi. Sampai tahun depan, bank sentral memperkirakan tingkat inflasi terus naik dan sangat tinggi. Ini tidak terlepas dari dampak naiknya harga energi dan pangan yang terus merangkak naik.

Ketiga, tingkat suku bunga acuan yang masih akan naik dan tinggi. Apalagi suku bunga acuan The Fed Fund Rate bisa mencapai 5 persen dan tetap tinggi selama tahun depan.

"Fed Fund Rate bisa mencapai 5 persen dan tinggi tinggi selama 2023," kata dia.

Keempat, risiko global akibat kenaikan dolar Amerika Serikat yang sangat kuat. Sehingga menyebabkan tekanan depresiasi terhadap nilai tukar mata uang negara lain termasuk Rupiah.

Kelima, adanya risiko penarikan dana investor global yang mengalihkan ke aset likuid karena risiko tinggi. Perry mengatakan untuk menghadapi lima risiko global tersebut diperlukan penguatan sinergi dan koordinasi kebijakan antara pemerintah dan BI maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Menurutnya, penguatan sinergi ini akan membawa perekonomian Indonesia menuju ketahanan dan kebangkitan pada 2023 sampai 2024.

“Sinergi dan inovasi adalah kata kunci untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional. Telah terbukti selama pandemi,” pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Resesi Global Mengancam, Pemerintah Bakal Ubah Target Pertumbuhan Ekonomi 2023?

Pemerintah melalui asumsi makro APBN 2023 telah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada tahun depan. Namun, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara buka kemungkinan bila proyeksi itu berubah, seiring situasi yang kelak terjadi.

Suahasil menekankan, pemerintah berkomitmen menjaga target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Kendati pun proyeksi yang disusun pada September 2022 itu bisa berubah, lantaran adanya prediksi pelemahan ekonomi global di tahun depan.

Menurut dia, pelaksanaan APBN 2023 baru betul-betul akan dimulai pada Januari 2023. Pada saat bersamaan, pemerintah juga akan terus melakukan penyesuaian dengan kondisi ekonomi yang terjadi sampai akhir 2022.

"Saat kita mikir di September 2022 itu 5,3 persen. Tapi ketika kita melaksanakan, kita harus aware ke seluruh gerak ekonominya. Maka APBN kita desain 5,3 persen, pelaksanaannya kita perhatikan mulai Januari," ujar Suahasil dalan acara Wealth Wisdom di Pacific Place, Jakarta, Selasa (29/11/2022).

 

 

 

3 dari 3 halaman

Waspada

Ia pun tak menutup kemungkinan target pertumbuhan 5,3 persen gagal terealisasi, karena sejumlah negara dunia berpotensi resesi. Meskipun, Indonesia kini tengah menikmati masa pemulihan hingga mampu mencapai level pertumbuhan ekonomi 5,72 persen di kuartal III 2022.

"Jadi optimis, waspada, dua ini menjadi payung gerak kita di 2023. Optimis karena pemulihan jalan, kegiatan ekonomi jalan. Tapi kita waspada terhadap variabel-variabel harga yang berubah sangat cepat di dunia internasional," tuturnya.

Kendati pun begitu, pemerintah disebutnya terus mencermati berbagai macam faktor yang berpotensi menekan perekonomian global. Termasuk kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve hingga semakin ketatnya likuiditas perekonomian.

"Kita sangat-sangat aware dengan kondisi ekonomi dunia, pengetatan likuiditas di AS, menaiknya suku bunga beberapa kali. Maka, kita perhatikan ngomong apa dewan gubernur The Fed tersebut, ketika kita terjemahkan ke dalam negeri, maka ada ruang-ruang yang perlu kita waspadai. Tapi, APBN akan terus menjadi shock absorber," tandasnya.

 Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.