Sukses

Petani Tembakau Kepung Kantor Sri Mulyani, Ini 5 Tuntutannya

Petani tembakau meminta rencana kenaikan cukai 10 persen di tahun 2023 dan 2024 untuk dirapatkan kembali.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan cukai rokok ini dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Namun kenaikan cukai rokok ini ternyata tidak diterima oleh petani tembakau. Kelompok petani, hari ini Senin (28/11/2022) lakukan unjuk rasa di depan Kementerian Keuangan pada pukul 09.00 WIB. Unjuk rasa yang dilakukan merupakan protes atas kenaikan tarif cukai 10 persen.

Ketua Umum  Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmuji menyebut ada 5 tuntutan yang dilayangkan kepada Kemenkeu, pertama instrumen kenaikan cukai berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja.

"Salah satu kekuatan yang ampuh untuk membuat mati hidupnya petani cukai itu. Saat cukai dikerek naik otomatis berpengaruh pada serapan tembakau lokal, karena tembakau masih beli oleh industri rokok dan juga ruang industri. Tapi yg harus ada dukungan pemerintah pemerintah," ujar Agus, Jakarta (28/11/2022).

Kedua, pihaknya meminta rencana kenaikan cukai 10 persen di tahun 2023 dan 2024 untuk dirapatkan kembali. "Ada sebuah komponen sejumlah 3 juta pegawai/petani rokok yang bergantung kebijakannya dari kebijakan tersebut," terang dia.

Ketiga tentang pengaturan importasi tembakau karena infrastruktur kebijakan ketika pemerintah melindungi rakyat seharusnya. "Bagaimana rakyat bisa berdaulat di negeri sendiri dgn bahan baku dari luar negeri untuk diatur," kata dia.

Dia membeberkan menurut data APTI impor tembakau dari luar negeri itu sudah diluar ambang batas kedaulatan atau 50 persen lebih dari produksi nasional. Perlu diatur supaya rakyat bisa merdeka di negeri sendiri.

"Keempat untuk subsidi pupuk, selama ini kami sudah sakit karena kebijakan2 pemerintah karena petani tembakau itu seharusnya pemerintah berpikir panjang, hanya berhadapan dengan musim sekarang malah regulasi nasional menekan. Nah kita sudah sakit dicabutnya subsidi pupuk petani tembakau ZA," tandasnya.

Terakhir bagaimana perlindungan pada penyerapan tembakau nasional jadi selama ini gelombang impor menghantam Indonesia. "Petani tergerus juga oleh rokok yang tidak menggunakan bahan baku petani lokal. Contohnya rokok elektrik tidak menyerap petani tembakau lokal," imbuhnya.

"Petani minta keputusan dibatalkan, tapi kami tau ini ada proses. ini sekaligus angin segar agar permintaan kami segera diproses atau ditindaklanjuti," tambahnya. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tarif Cukai Rokok Naik 10 Persen di 2023 dan 2024

Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Kenaikan cukai rokok ini dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongan.

“Rata-rata 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen,” ujar Sri Mulyani usai rapat bersama Presiden Joko Widodo Bogor, Kamis (3/11/2022).

Kepada Sri Mulyani, Presiden Jokowi meminta agar kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan,” lanjut Sri Mulyani.

3 dari 4 halaman

Mempertimbangkan Sejumlah Aspek

Dalam penetapan CHT, Menkeu mengatakan, pemerintah menyusun instrumen cukai dengan mempertimbangkan sejumlah aspek mulai dari tenaga kerja pertanian hingga industri rokok.

Di samping itu, pemerintah juga memperhatikan target penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun menjadi 8,7 persen yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024.

Pertimbangan selanjutnya, tambah Menkeu, yaitu mengenai konsumsi rokok yang menjadi konsumsi rumah tangga terbesar kedua setelah beras. Bahkan, konsumsi tersebut melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam.

“Yang kedua mengingat bahwa konsumsi rokok merupakan konsumsi kedua terbesar dari rumah tangga miskin yaitu mencapai 12,21 persen untuk masyarakat miskin perkotaan dan 11,63 persen untuk masyarakat pedesaan," kata dia. 

"Ini adalah kedua tertinggi setelah beras, bahkan melebihi konsumsi protein seperti telur dan ayam, serta tahu, tempe yang merupakan makanan-makanan yang dibutuhkan oleh masyarakat,” tambah Sri Mulyani.

4 dari 4 halaman

Untuk Mengendalikan Konsumsi

Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan bahwa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai guna mengendalikan baik konsumsi maupun produksi rokok. Menkeu berharap kenaikan cukai rokok dapat berpengaruh terhadap menurunnya keterjangkauan rokok di masyarakat.

“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ucapnya.

  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.