Sukses

Kenaikan Suku Bunga jadi Jurus Pamungkas Perangi Lonjakan Inflasi

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan menaikkan suku bunga acuan menjadi salah satu jurus terakhir setiap negara untuk menghadapi inflasi yang tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan menaikkan suku bunga acuan menjadi salah satu jurus terakhir setiap negara untuk menghadapi inflasi yang tinggi.

“Memerangi inflasi dengan kenaikan suku bunga secara tidak langsung kemudian menyebabkan kinerja ekonomi menjadi terpengaruh,” kata Menkeu dalam Konferensi Pers APBN KiTa November 2022, Kamis (24/11/2022).

Bendahara negara ini mengungkapkan, bahwa kenaikan harga yang tinggi telah menyebabkan inflasi di berbagai negara dan sekarang bank-bank sentral di negara-negara maju, maupun negara emerging secara agresif mulai menangani inflasi dengan instrumen moneternya yaitu dengan menaikkan suku bunga.

Misalnya, di Inggris bank sentralnya telah menaikkan suku bunga hingga 275 basis poin di tahun 2022. Lalu, Amerika Serikat juga menaikkan suku bunga sebesar 4 persen atau naik 375 basis poin selama 2022 saja.

Begitupun, di Eropa suku bunganya juga naik 200 basis poin. Hal serupa juga dilakukan oleh negara emerging seperti Brazil yang agresif menaikkan suku bunga 13,75 persen atau 450 basis poin sejak 2022 saja.

Disusul oleh Mexico menaikkan suku bunga 10 persen setara 450 basis poin, India menaikkan suku bunga 5,90 persen yakni 190 basis poin. Berkat menaikkan suku bunga, inflasi di negara-negara tersebut mulai menurun secara bertahap.

“Kita lihat inflasi sudah mulai menurun. Sebetulnya persoalan yang paling pelik adalah bagaimana menurunkan inflasi, tanpa menurunkan perekonomian secara drastis ini sekarang dihadapi oleh policy maket seluruh dunia,” ujar Menkeu.

Kemudian, Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada November 2022. Artinya, sejak 2022 Bank Indonesia telah menaikkan 175 basis poin.

“Bank Indonesia mulai secara bertahap menaikkan suku bunga selama setahun ini sudah 175 basis poin itu inflasi kita ada di 5,7 persen. Maka, kalau dilihat headline inflation Indonesia masih relatif lebih rendah Namun kita juga harus tetap hati-hati,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

China Turunkan Suku Bunga

Hal yang berbeda dilakukan oleh Tiongkok, dimana suku bunga mereka justru turun karena kegiatan ekonomi di negara tersebut masih sangat terkendala, karena adanya policy mengenai  Zero covid policy.

Disisi lain, Jepang justru mengalami kondisi ekonomi yang deflasi secara akut dan panjang. Bahkan, kata Menkeu, Jepang berharap terjadi inflasi untuk mengurangi deflasi yang sudah terjadi sekitar satu decade.

Lebih lanjut, dengan keputusan menaikkan suku bunga acuan, pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin kuat. Hal itu terbukti pada kuartal III pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,7 persen.

“Beberapa negara yang pertumbuhan relatif agak terlambat juga kini sudah tunjukkan pertumbuhan yang tinggi seperti Malaysia, Vietnam dan Filipina. Namun kalau kita lihat negara-negara yang relatif inflasinya tinggi dan suku bunganya sudah dinaikkan tinggi, maka terlihat perekonomiannya mulai mendingin,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

The Fed Isyaratkan Segera Kendurkan Suku Bunga

Penantian publik untuk pengenduran laju kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed) tampaknya akan terjadi dalam waktu dekat.

Rilis risalah rapat kebijakan moneter edisi November 2022 para pejabat The Fed menunjukkan sepakat untuk segera mengendurkan laju kenaikan suku bunga.

"Sebagian besar partisipan menilai pelambatan laju kenaikan kemungkinan dapat segera dilakukan," tulis risalah tersebut, dikutip dari CNBC International, Kamis (24/11/2022).

"Keterlambatan dan besaran yang tidak pasti terkait dengan efek tindakan kebijakan moneter pada aktivitas ekonomi dan inflasi adalah salah satu alasan yang dikutip mengenai mengapa penilaian semacam itu penting," terang risalah The Fed.

Risalah itu juga mencatat bahwa kenaikan kecil akan memberikan pembuat kebijakan kesempatan untuk mengevaluasi dampak dari kenaikan suku bunga.

Beberapa anggota The Fed juga mengindikasikan bahwa "memperlambat laju kenaikan dapat mengurangi risiko ketidakstabilan dalam sistem keuangan".

Sementara itu, pasar memperkirakan The Fed masih akan melakukan beberapa kenaikan suku bunga lagi pada tahun 2023, menjadi sekitar 5 persen, dan kemudian mungkin beberapa pengurangan sebelum tahun depan berakhir.

The Fed akan kembali mengadakan rapat kebijakan moneter pada 14 Desember mendatang.

Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah pejabat The Fed mengatakan sudah mengantisipasi kemungkinan pergerakan suku bunga setengah poin pada bulan Desember 2022.

"Mereka mencapai titik di mana mereka tidak harus bergerak begitu cepat. Hal itu dapat membantu karena mereka tidak tahu persis berapa banyak pengetatan yang harus mereka lakukan," kata Bill English, mantan pejabat The Fed yang sekarang bekerja di Yale School of Management.

"Mereka menekankan kebijakan bekerja dengan kelambatan, jadi sangat membantu untuk bisa berjalan sedikit lebih lambat," sebutnya.

Diketahui bahwa The Fed sebelumnya sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin sebanyak empat kali berturut-turut hingga suku bunga saat ini menjadi 3,75 persen - 4 persen.

4 dari 4 halaman

Harga Emas Melonjak Usai The Fed Beri Sinyal Perlambatan Kenaikan Bunga

Harga emas memperpanjang penguatan pada perdagangan hari Rabu. Kenaikan harga emas hari ini terjadi karena risalah pertemuan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) menunjukkan bahwa mayoritas anggota memilih untuk memperlambat kenaikan suku bunga.

Mengutip CNBC, Kamis (24/11/2022), harga emas di pasar spot naik 0,6 persen menjadi USD 1.750,38 per ons, sementara harga emas berjangka AS menetap 0,6 persen lebih tinggi pada level USD 1.750,90 per ons.

"Harga emas terus melonjak dalam sebuah reli setelah risalah Fed tidak mengandung kejutan hawkish, dan hampir dipastikan laju kenaikan akan turun menjadi 50 bps pada bulan Desember," kata pedagang senior Heraeus Precious Metals New York, Tai Wong.

"Pelaku pasar keuangan yakin Fed melakukan pengetatan berlebihan sehingga menafsirkan risalah bahwa yang keputusan the Fed tidak akan mengandung kejutan nyata mengingat komentar Fed dalam dua minggu terakhir." tambah dia.

Dalam risalah rapat Fed pada 1-2 November tersebut memperlihatkan bahwa kenaikan suku bunga yang lebih lambat akan lebih baik dan memungkinkan Komite Pasar Terbuka Federal Reserve untuk menilai kembali kebijakan menuju sasaran lapangan kerja maksimum dan stabilitas harga.

“Mengetahui bahwa kenaikan suku bunga dengan level tersebut sudah diperhitungkan di pasar, saya akan mengatakan tidak ada lagi awan gelap kenaikan suku bunga yang membayangi pasar emas,” kata Direktur Perdagangan Logam Mulia High Ridge Future, David Meger.

Kenaikan suku bunga the Fed yang terlalu tinggi akan meningkatkan biaya peluang memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.

Selain itu, mendorong kenaikan harga emas adalah pelemahan dolar AS. Pelemahan nilai tukar dolar AS ini membuat emas lebih murah bagi pemegang mata uang asing, sementara imbal hasil treasury AS juga lebih rendah pada perdagangan hari Rabu.

Selain itu, aktivitas bisnis AS mengalami kontraksi selama lima bulan berturut-turut di bulan November, dengan ukuran pesanan baru turun ke level terendah dalam 2,5 tahun karena suku bunga yang lebih tinggi memperlambat permintaan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.