Sukses

Ekonomi Dunia Diramal Loyo, Pemerintah Jagokan Konsumsi Masyarakat

Bayang-bayang pelemahan pertumbuhan ekonomi global jadi salah satu perhatian berbagai negara. Bahkan, disinyalir sejumlah negara masuk ke jurang resesi.

Liputan6.com, Jakarta Bayang-bayang pelemahan pertumbuhan ekonomi global jadi salah satu perhatian berbagai negara. Bahkan, disinyalir sejumlah negara masuk ke jurang resesi.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menilai kalau pelemahan ekonomi global ini juga akan berdampak pada ekonomi domestik. Namun, dampaknya tidak akan terlalu signifikan.

Deputi I Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan kalau pemerintah punya cara jitu dalam menghadapi hal ini. Salah satunya dengan mendorong tingkat konsumsi masyarakat di dalam negeri.

"Langkah yang dilakukan adalah pertama (menjaga) konsumsi dulu yang kita pertahankan, konsumsi ini jadi motor penggerak ekonomi Indonesia," kata dia dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk 'Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI di Tengah Bayang-Bayang Resesi', Jumat (18/11/2022).

Iskandar menuturkan, konsumsi masyarakat menyumbang lebih dari 50 persen kontribusi terhadap PDB. Meski, di sisi lain ada tambahan penguat dari sisi nilai ekspor Indonesia yang terus membaik.

"Kalau kita berhasil mempertahankan konsumsi, niscaya ekonomi kita itu dampaknya terhadap resesi global itu relatif ringan," jelasnya.

"Langkah pemerintah harus empowering konsumsi domestik dengan menggunakan produk dalam negeri, itu yang dilakukan," tambah Iskandar.

Tak hanya konsumsi terhadap produk, Iskandar juga menegaskan pemerintah mendorong konsumsi masyarakat kelas menengah untuk menghidupi sektor pariwisata. Menurutnya, ada potensi multi-dampak yang bisa dihasilkan dengan kegiatan tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kebijakan Fiskal

Selain dari mendorong konsumsi tadi, pemerintah juga disebut tetap mengambil langkah kebijakan fiskal. Nantinya ini akan menjadi peredam kejut atau shock absorber perekonomian.

Misalnya, dengan menggelontorkan beragam subsidi dari kas negara. Sebut saja BLT BBM dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang diberikan pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat imbas dari kenaikan harga BBM Subsidi.

"Yang paling penting stabilisasi harga juga, jadi kita punya TPID yang dikoordinasi di TPIP itu sudah melakukan extra effort untuk antisispasi kenaikan harga," sambungnya.

 

3 dari 4 halaman

Atasi Distribusi Pangan

Deputi I Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menyebut pemerintaah punya strategi dalam menghadapi ancaman tersebut. Nyatanya, kata dia, ada berbagai kondisi yang menguatkan ekonomi Indonesia sehingga bisa menjajuh dari jurang resesi.

"Indonesia punya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), kita tahu di Indonesia, inflasi dari sisi suplai, contohnya distribusi pangan, ini alasan kenaapa pemerintah melakukan extra effort, dengan mengendalikan inflasi pangan, inflasi kita tak setinggi negara lain," kata dia dalam Inspirato Sharing Session Liputan6.com bertajuk 'Jaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi RI di Tengah Bayangan Resesi', Jumat (18/11/2022).

Dengan pengendalian inflasi yang optimal, dia memandang hal itu bisa jadi acuan bagi bank sentral untuk tidak menaikkan suku bunga dengan lebih agresif. Harapannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih baik dibanding negara lain dalam menyikapi resesi.

"Sehingga target pertumbuhan 5,2 persen di 2023 kemungkinan bisa tercapai," ujar dia.

 

4 dari 4 halaman

Dipengaruhi Kondisi Geopolitik

Pada kesempatan itu, Iskandar juga menyebut kalau kondisi ekonomi global saat ini sangat tergantung dengan kondisi geopolitik. Disamping adanya kondisi ekonomi dan sosial akibat pandemi Covid-19.

Menurutnya, kondisi penyelesaian kondisi geopolitik sudah menjadi perhatian dalam KTT G20 Bali, pekan ini. Bahkan sudah masuk dalam deklarasi para pemimpin negara untuk segera menyelesaikannya.

"Kalau kondisi geopolitik bisa terkendali sebenarnya niscaya resesi yang ditakutkan dengan stagflasi tadi sangat ringan terjadi," ungkapnya.

"Jadi itu memang tergantung pada kondisi geopolitiknya. Memang betul kenaikan suku bunga berpengaruh memukul balik pertumbuhan tapi itu kan smoothing adjustment dalam rangka netralisisr demand yang berlebihan," tambah Iskandar Simorangkir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.