Sukses

3 Alasan Buruh Ngotot Tolak Hitungan UMP 2023 Pakai PP Pengupahan

KSPI mengungkapkan ada 3 alasan menolak penghitungan Upah menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan ada 3 alasan menolak penghitungan upah minimum provinsi atau UMP 2023 menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Alasan pertama, yakni PP Pengupahan yang merupakan turunan dari UU Omnibus Law sudah dinyatakan cacat formil. Artinya, PP 36 tidak bisa dipakai, maka buruh menyarankan Pemerintah kembali menggunakan PP 78 tahun 2015

“Omnibuslaw UU Cipta Kerja sebagai dasar cantolan dari PP 36 tersebut sudah diyatakan inkunstituisonal, dengan demikian PP 36 turunan dari omnibus law ini tidak bisa lagi digunakan untuk penetapan upah minimum,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam Konferensi Pers, Rabu (16/11/2022).

Selanjutnya, alasan kedua, akibat kenaikan BBM. Diketahui, Pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar sekitar kurang lebih 30 persen, pada 3 September 2022 lalu.

“Akibat kenaikan harga BBM sebesar 30 persen. Sementara upah tidak naik tiga tahun berturut-turut, mengakibatkan daya beli buruh dan rakyat kecil itu turun 30 persen anjlok,” ujarnya.

Menurut dia, kenaikan BBM yang menyebabkan turunnya daya beli buruh tidak sebanding dengan tidak naikknya upah minimum selama 3 tahun berturut-turut.

Menurut dia, penghitungan UMP dan UMK tahun 2023 harus berdasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, supaya daya beli masyarakat khususnya buruh naik kembali.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Buruh Menolak

Alasan terakhir buruh menolak penggunaan PP 36 tahun 2021 yaitu, Pemerintah memproyeksikan tingkat inflasi Indonesia hingga akhir 2022 akan mencapai 6,5 persen. Menurutnya, proyeksi tersebut tinggi sekali, oleh karena itu harus ada penyesuaian kenaikan upah.

“Kalau pakai PP 36 itu hancur sudah. Kalau merujuk PP 36, kenaikan upah itu hanya 2-4 persen,” ujarnya.

KSPI pun menyarankan agar Menteri Ketenagakerjaan bisa mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permanker), khusus untuk penentuan UMP dan UMK tahun 2023.

“Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker terkait UMP dan UMK khusus 2023 saja. Kan PP 36 2021 itu inskunstitusional bersyarat. Penetapan UMP dan UMK itu butuh dasar hukum,” pungkasnya.

 

3 dari 4 halaman

Tolak PP 36, Buruh Desak Menaker Keluarkan Permenaker Khusus UMP 2023

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penghitungan upah minimum menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Pihaknya meminta Pemerintah menghitung kenaikan UMP 2023 berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

“KSPI menyatakan menolak penetapan UMP dan UMK dengan menggunakan PP nomor 36 tahun 2021,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam Konferensi Pers, Rabu (16/11/2022).

Adapun alasan penolakan tersebut. Karena PP 36 tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Omnibus Law sudah dinyatakan cacat formil. Artinya, PP 36 tidak bisa dipakai, maka buruh menyarankan Pemerintah kembali menggunakan PP 78 tahun 2015

“Omnibuslaw UU Cipta Kerja sebagai dasar cantolan dari PP 36 tersebut sudah diyatakan inkunstituisonal, dnegan demikian PP 36 turunan dari omnibuslaw ini tidak bisa lagi digunakan untuk penetapan upah minimum,” tegasnya.

Lantas, dasar hukum apa yang harus digunakan Pemerintah dalam menetapkan UMP dan UMK tahun 2023?

“Apa dasar Menaker dalam menetapkan UMP dan UMK yang akan ditandatanagni oleh Gubernur supaya tdak ada kekosongan hukum, ada dua yaitu dasar hukum pertama PP nomor 78 tahun 2015, disitu dikatakan kenaikan UMP dan UMK sama dengan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

 

4 dari 4 halaman

Dasar Hukum Lain

Dasar hukum kedua yang bisa dipilih, KSPI pun menyarankan agar Menteri Ketenagakerjaan bisa mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permanker), khusus untuk penentuan UMP dan UMK tahun 2023.

“Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker terkait UMP dan UMK khusus 2023 saja. Kan PP 36 2021 itu inskunstitusional bersyarat. Penetapan UMP dan UMK itu butuh dasar hukum,” katanya.

Dengan demikian, apabila usulan buruh disepakati oleh Pemerintah yakni tidak menggunakan PP 36 tahun 2021 sebagai dasar hukum penghitungan UMP dan UMK 2023. Pemerintah melalui Menaker bisa menggunakan dasar hukum yang lain.

“Khusus kenaikan UMP dan UMK tahun 2023 karena kita tidak mau menggunakan PP 36 tahun 2021. Buruh menyarankan Menaker membuat Permenaker khusus untuk kenaikan UMP dan UMK tahun 2023,” pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.