Sukses

Penerapan Teknologi SCR Disebut Dapat Kurangi Dampak Emisi PLTU

Hambatan dari penggunaan teknologi SCR adalah nilai investasi yang sangat besar, meski jika dibandingkan dengan potensi pensiun dini terhadap PLTU, biayanya masih jauh lebih murah.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai penerapan teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR) dapat diandalkan dalam jangka waktu dekat untuk mengurangi emisi dan polusi udara dari PLTU.

Menurut dia, penerapan teknologi SCR bisa mengatasi pengurangan gas karbon, atau sama dengan teknologi Carbon Capture (CCUS), meski banyak kalangan menilai keduanya bukan merupakan penerapan dari energi hijau.

"Mengingat untuk pensiun dini pembangkit itu butuh biaya besar, maka pemanfaatan teknologi yang bisa mengurangi karbon, saya kira bagus. Apalagi 2060 kita menuju NZE yang mana energi fosil sebagai energi primer ini bisa dikurangi atau bahkan dihilangkan," kata Mamit melansir Antara di Jakarta, Senin (14/11/2022).

Namun, menurut dia, hambatan dari penggunaan teknologi SCR adalah nilai investasi yang sangat besar, meski jika dibandingkan dengan potensi pensiun dini terhadap PLTU, biayanya masih jauh lebih murah.

Teknologi SCR berfungsi dalam mengurangi nitrogen oksida (NOx), misalnya dari angka 100 ke atas, menjadi turun hingga 50 ke bawah.

Teknologi tersebut sudah terbukti mampu menurunkan nitrogen oksida dan nitrogen dioksida dengan mengkonversikan molekulnya menjadi air dan nitrogen bebas.

Dengan menggunakan SCR pada PLTU bersamaan dengan low NOx burner, maka secara signifikan terdapat penurunan kadar nitrogen oksida dan nitrogen dioksida serta membuka kemungkinan co-firing jauh lebih banyak amonia hijau dibandingkan batu bara di dalam PLTU.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sistem Kerja

Potensi peningkatan emisi NOx dari hasil pembakaran ammonia dapat diminimalisasi melalui teknologi SCR, sehingga mampu mengurangi konsentrasi NOx dalam gas buang dari sekitar 1000 ppm menjadi kurang dari 10 ppm.

Penerapan teknologi SCR sudah berjalan di negara maju seperti Jerman, AS, China dan Jepang untuk mengurangi gas karbon dan polusi udara, terutama bagi PLTU yang masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.

Bagi Indonesia yang sedang mempromosikan transisi energi terbarukan, amonia biru dan hijau dapat menjadi salah satu bagian dari perjalanan menuju transisi energi terbarukan, sebagai sumber energi bersih alternatif untuk PLTU.

Amonia merupakan merupakan bahan kimia alami yang ditemukan di udara, air, tumbuhan, dan hewan. Bahan kimia ini terdiri dari atom nitrogen dan hidrogen, dan prosesnya di alam terjadi secara alami melalui siklus nitrogen.

Meski demikian, penggunaan amonia dalam sistem energi ternyata masih sangat terbatas. Sekitar 80 persen penggunaan amonia global masih terkait dengan industri pupuk dan hanya kurang dari 1 persen digunakan sebagai sumber energi.

3 dari 3 halaman

Menko Luhut Bakal Pensiunkan PLTU di KTT G20 Bali

Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menegaskan kepada mata dunia bahwa Indonesia berkomitmen untuk turut aktif mengurangi emisi karbon. Salah satu langkah nyatanya, pemerintah siap mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) pada acara puncak KTT G20 di Bali, pekan depan.

Luhut menjelaskan, dalam upaya mengurangi emisi karbon perlu adanya kolaborasi. Melalui kolaborasi dalam penurunan emisi karbon, maka bisa bermanfaat bagi masa depan.

"Pada kesempatan yang baik ini di COP 27, saya mengajak semua orang untuk bisa menghadiri puncak acara KTT G20, Presidential Summit di Bali. Kami akan mengumumkan salah satu langkah sukses kami dalam menghentikan operasional pembangkit batubara dan mengubahnya ke pembangkit berbasis EBT," ujar Luhut dalam pertemuan COP 27, Selasa (8/11/2022).

Luhut menilai, untuk bisa mengakselerasi target net zero emission (NZE) diperlukan akselerasi sistem dan juga memperkaya framework dalam transisi energi.

PLN akan mempensiunkan PLTU-nya secara bertahap. Ini memerlukan kerja bersama karena untuk menjalankan proyek ini butuh investasi yang tidak sedikit.

"Kami sangat terbuka atas kolaborasi dengan para partner dan juga negara tetangga. Kami akan menjelaskan success story kerja sama kami dengan Jepang untuk bisa menurunkan emisi global," kata Luhut.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.