Sukses

OJK Ungkap Tiga Isu Utama Keuangan Digital, Apa Saja Itu?

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar memaparkan tiga isu utama berkaitan keuangan digital.

Liputan6.com, Bali - Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menuturkan terkait tiga isu utama keuangan digital.

Pertama inklusi keuangan dan literasi di Indonesia. "Ada tiga isu utama, pertama inklusi keuangan dan literasi. Indonesia memiliki level literasi 50 persen dari 38 persen dari 3 tahun lalu. Inklusi 85 persen dari 70 persen," kata Mahendra dalam acara 4th Indonesia Fintech Summit 2022, Jumat (11/11/2022).

Menurut ia, ada kemajuan penting yang penting dari pengenalan sebagian masyarakat Indonesia untuk jasa keuangan sudah selesai. 

"Jadi, ada kemajuan penting, yang menurut saya tahap awal pengenalan sekarang, setengah dari Indonesia atau orang Indonesia ke jasa keuangan sudah selesai," kata dia.

Sekarang, tinggal bagaimana masyarakat bisa memanfaatkan layanan keuangan untuk memberikan lebih banyak solusi.

"Mereka butuh kreatif customize solusi dari layanan keuangan, termasuk fintech dan perusahaan digital. Ini bukan hanya yang bisa kamu kerjakan, tetapi juga harus customized solusi untuk Indonesia sampai ke groot level," ujar dia.

Selanjutnya, saat ini menuju solusi yang lebih konvergen. Sehingga mampu menuju Super App, hal ini tidak bisa dihindari.

"Kedua, layanan servis sekarang menuju solusi yang lebih konvergen. Kita menunju Super App. Tentu, itu membuat tantangan baru untuk regulasi," kata Mahendra.

Selain itu, ada juga tantangan bagi regulator, antara lain memberikan kepastian hukum dan pelayanan yang sah.

"Ketiga, tantangan untuk regulator adalah memberikan kepastian hukum dan pelayanan yang sah. Ini sesuatu yang kita tidak bisa cepat dan mengetahui caranya," ujarnya.

Mahendra mengaku, pihaknya membutuhkan komunikasi, kolaborasi dan kepercayaan yang baik. Karena, belum sepenuhnya memahami ekosistem tersebut.

"Kami butuh komunikasi kolaborasi dan kepercayaan yang baik di antara kita. Kita belum paham betul ekosistem kompleksitas layanan keuangan saat ini," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

OJK Ramal Nilai Ekonomi Digital Indonesia Sentuh Rp 5.184 Triliun pada 2023

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis nilai ekonomi digital di Indonesia mencapai lebih dari USD 330 miliar atau Rp 5.184 triliun (asumsi kurs Rp 15.710 per dolar AS) pada 2023.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menuturkan, Indonesia berada di jalur pertumbuhan yang tepat untuk mencapai lebih dari  USD 330 miliar pada 2030. Bahkan, saat ini ekonomi digital Indonesia menyentuh angka USD 70 miliar atau Rp 1.099 triliun, termasuk yang tertinggi di kawasan ASEAN.

“Untuk mencapai target itu, pemerintah, bank sentral dan OJK senantiasa melakukan koordinasi serta kerja sama memastikan bahwa kebijakan dan layanan yang kita buat dapat mendukung perusahaan dan startup bisa mencapai target tersebut,” kata Mahendra dalam acara 4th Indonesia Fintech Summit 2022, Kamis (10/11/2022).

Mahendra menjelaskan, pihaknya melihat kemajuan teknologi yang juga diakselerasi oleh pandemi COVID-19 telah mengubah aktivitas bisnis. 

“Masyarakat kini sangat mengandalkan layanan dan produk berbasis digital didukung oleh personalize, seamless and practical experience. Seiring dengan permintaan yang tinggi, lembaga keuangan pun menyesuaikan dengan bertransformasi dan mengembangkan produk dan layanan baru,” kata dia. 

Regulator juga melihat beberapa perkembangan di dalam sektor keuangan termasuk inovasi berbasis blockchain. Beberapa inovasi ini tidak masuk dalam parameter regulasi yang sudah ada, tidak semua inovasi termasuk dalam kategori layanan dan produk keuangan. 

“Beberapa dari inovasi ini bukanlah produk finansial tetapi mereka bisa dimanfaatkan untuk menyediakan layanan keuangan. Hal ini pun menuntut kami regulator untuk membuat peraturan yang sesuai demi mengikuti dinamika inovasi tersebut," ujar dia.

3 dari 4 halaman

OJK Bakal Intervensi Tetapkan Batas Maksimal Suku Bunga Industri Fintech

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terkait besarnya potensi dari pemanfaatan teknologi digital oleh pelaku usaha di sektor jasa keuangan adalah pertumbuhan sektor industri fintech peer-to-peer (P2P) lending atau disebut pinjaman online (pinjol). 

"Salah satu bukti sahih dari besarnya potensi dari pemanfaatan teknologi digital oleh pelaku usaha di sektor jasa keuangan adalah pertumbuhan sektor industri fintech peer-to-peer lending yang mampu konsisten untuk terus tumbuh positif, bahkan selama periode pandemi,” kata Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB OJK, Ogi Prastomiyono dalam sambutan 4th Indonesia Fintech Summit 2022, Jumat (11/11/2022).

Dalam periode 2020–2021, penyaluran pinjaman dari sektor industri ini mampu tumbuh rata-rata sebesar 68,05 persen per tahun. 

"Outstanding penyaluran pinjaman P2P Lending pada September 2022 naik sebesar Rp1,51 triliun atau tumbuh sebesar 77,3 persen yoy, dan tingkat wanprestasi pengembalian pinjaman (TWP90) yang relatif stabil pada level 3,07 persen,” kata Ogi.

Dinamika perekonomian global saat ini masih penuh dengan berbagai ketidakpastian mendorong kenaikan tingkat suku bunga acuan. Sehingga, hal tersebut berdampak pada kenaikan biaya dana cost of fund yang tentunya berdampak negatif terhadap kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kewajiban pelunasan pinjaman.

"Untuk itu, efisiensi proses bisnis menjadi suatu hal yang krusial, sehingga service charge sebagai bagian dari suku bunga pinjaman dapat dikendalikan pada tingkat yang lebih terjangkau,” kata dia.

Ogi menjelaskan, untuk mencegah stigma negatif dari masyarakat terkait aspek keadilan dari tingkat suku bunga yang dibebankan kepada peminjam, maka OJK juga memandang perlu untuk melakukan intervensi dengan menetapkan batas maksimal tingkat suku bunga.

“OJK juga memandang perlu untuk melakukan intervensi dengan menetapkan batas maksimal tingkat suku bunga,” kata dia.

4 dari 4 halaman

Terima Masukan

Terkait dengan hal ini, OJK menerima banyak masukan dari berbagai pihak mengenai urgensi dari pengaturan manfaat ekonomi yang terdiri dari: bunga, biaya pinjaman, dan biaya-biaya lainnya, dalam rangka memberi perlindungan kepada peminjam agar tidak dikenakan bunga dengan besaran yang tidak wajar.

"Akan tetapi, sebagai bagian dari penerapan evidence-based policy, maka OJK berpandangan bahwa pengaturan suku bunga perlu diimplementasikan dengan mengacu pada hasil riset serta data dan informasi terkait tingkat suku bunga yang berlaku di sektor perbankan, pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (khususnya untuk jenis pendanaan yang serupa),” ujar dia. 

Berdasarkan hasil riset OJK pada 2021, manfaat ekonomi dapat ditetapkan adalah pada kisaran 0,311 persen-0,4 persen per hari. Dalam praktiknya, bunga yang besar hanya ada pada jenis pendanaan multiguna. 

"Sedangkan untuk pendanaan produktif, bunga tidak terlalu besar. Data pada Juni 2022, biaya rata-rata bunga untuk pendanaan multiguna sekitar 0,25 persen per hari, sedangkan pendanaan produktif sekitar 2,21 persen per bulan,” kata dia. 

Maka dari itu, berdasarkan hasil riset tersebut maka OJK akan menyiapkan peraturan lebih lanjut terkait pembedaan tingkat suku bunga untuk pendanaan produktif dan multiguna.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.