Sukses

Kepala BKF: Cukai Rokok Naik Bukan untuk Tambah Penerimaan Negara

Kepala BKF kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau atau tarif cukai rokok ini bukan untuk meningkatkan penerimaan negara

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menegaskan, kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau atau tarif cukai rokok ini bukan untuk meningkatkan penerimaan negara. Melainkan, Pemerintah ingin menurunkan jumlah konsumsi rokok di dalam negeri, khususnya prevalensi perokok pada anak dan remaja.

"Kita juga selalu masukkan tentunya pertimbangan penerimaan negara dari Cukai hasil tembakau. Saya sengaja kesehatan, industri, dan penerimaan. Artinya penerimaan bukan prioritas nomor 1 dalam konteks kebijakan CHT ini," kata Kepala BKF saat ditemui di Bogor, Jumat (4/11/2022).

Dia menjelaskan, penerimaan negara dari cukai yang naik dari tahun ke tahun dikarenakan jumlah konsumsi rokoknya yang meningkat, bukan karena tarifnya.

"Penerima juga kita relatif cukup stabil dan kuat dari tahun ke tahun, ya karena memang dalam konteks perokok itu masih bertambah. Jadi, walaupun cukainya meningkat penerimaan Cukai hasil tembakau kita biasanya cukup stabil tidak akan berubah banyak," ungkapnya.

Kata Febrio, pertimbangan-pertimbangan yang Pemerintah pakai untuk menetapkan kebijakan tentang cukai rokok ini memang multidimensi. Pertama, pertimbangan utama selalu pada aspek kesehatan.

"Kesehatan itu artinya kita ingin menurunkan konsumsi, khususnya yang ingin kita turunkan adalah prevalensi merokok untuk anak dan remaja. Di RPJMN 2024 kita punya target untuk prevalensi pada remaja itu pada level 8,7 persen, saat ini kita masih berada di sekitar 9 persen lebih," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aspek Industri dan Ekonomi

Pertimbangan kedua, terkait dengan kebijakan CHT ini adalah aspek industri dan ekonominya. Dalam hal ini terdapat 3 hal penting, yakni produsen, pekerja, dan petani tembakau yang saling berhubungan.

Menurut dia, tiga hal ini selalu menjadi faktor yang Pemerintah perhitungkan setiap tahun saat mengubah atau menyesuaikan CHT untuk tarif cukainya.

Pertimbangan ketiga, penerimaan negara. Kemudian, pertimbangan keempat adalah bagaimana menangani peredaran rokok ilegal. Kabar baiknya, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah berhasil menangani hal tersebut, berkat kerjasama dengan aparat penegak hukum.

"Jadi, ini memang kebijakan yang selalu konsisten, empat pertimbangan itu selalu kita pertimbangkan, tentunya ini sudah hasil dari pembicaraan yang cukup lengkap di pemerintahannya dengan segala aspek tadi saya sudah jelaskan," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Cukai Rokok Naik 10 Persen

Sebagai informasi, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024.

Kenaikan tarif CHT pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP) akan berbeda sesuai dengan golongannya.

Rata-rata kenaikan 10 persen, nanti akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 hingga 11,75 (persen), SPM I dan SPM II naik di 12 hingga 11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.