Sukses

Selain Dituntut Hukuman Mati, Terdakwa Kasus Korupsi Asabri Benny Tjokrosaputro Didenda Rp 5,7 Triliun

Jaksa Penuntut Umum menuntut agar terdakwa kasus korupsi PT Asabri, Benny Tjokrosaputro membayar uang pengganti sebesar Rp 5,733 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro menghadapi tuntutan hukuman mati dalam kasus korupsi PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya. 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung meminta Direktur Utama PT Hanson International Tbk, yakni Benny Tjokrosaputro untuk dihukum mati karena melakukan kejahatan berulang.

Selain dituntut hukuman mati, JPU juga menuntut agar Benny Tjokrosaputro membayar uang pengganti sebesar Rp 5,733 triliun.

Tuntutan itu dikeluarkan karena Benny Tjokrosaputro dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana Asabri serta pencucian uang.

"Dalam penjatuhan pidana, negara melalui peraturan perundang-undangan pidana tertentu yang bersifat luar biasa ("extraordinary crime") yang tidak terlepas dari sifat kejahatan serius dan merusak nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, termasuk di antaranya penerapan pidana mati sebagaimana dalam ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Wagiyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dikutip Kamis (27/10/2022).

"Dalam penjelasan frasa 'keadaan tertentu' di pasal 2 ayat 2 tidak ada penjelasan mengenai pengertian masing-masing keadaan sehingga sangat penting memberikan pemahaman terhadap keadaan-keadaan dimaksud adalah 'pengulangan tindak pidana'," tambah jaksa.

Seperti diketahui, Benny Tjokrosaputro merupakan terpidana kasus tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 16,807 triliun dengan keuntungan yang dinikmati seluruhnya sebesar Rp 6,078 triliun, berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada 24 Agustus 2021.

Jaksa menilai terdapat 2 konstruksi perbuatan terdakwa yang relevan. Benny Tjokro telah melakukan 2 perbuatan tindak pidana korupsi.

Pertama, dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan perkara korupsi PT Asabri, di mana keduanya bisa dipandang sebagai suatu niat dan objek yang berbeda meski periode peristiwanya bersamaan (PT Jiwasraya sejak 2008-2018 dan PT Asabri sejak 2012-2019).

Kedua, dalam perkara korupsi PT Asabri yang dilakukan Benny Tjokrosaputro sejak 2012-2019 berdasarkan karakteristik perbuatannya dilakukan secara berulang dan terus menerus yaitu pembelian dan penjualan saham yang mengakibatkan kerugian bagi PT Asabri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penjelasan JPU

JPU menjelaskan, dengan tidak dicantumkannya ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hal itu tidak jadi penghalang untuk dapat diterapkannya ketentuan pidana mati sebagai pemberatan pidana.

"Karena perbuatan terdakwa Benny Tjokrosaputro telah memenuhi keadaan-keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pasal 2 tersebut. Dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan pemberantasan tindak pidana korupsi maka pidana mati dapat diterapkan kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam hal ini terdakwa Benny Tjokosaputro," tambah jaksa.

3 dari 3 halaman

Kasus Asabri

Diketahui Asabri mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tunjangan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta ASABRI setiap bulan yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri, dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8 persen dengan rincian untuk Dana Pensiun dipotong sebesar 4,75 persen dari gaji pokok dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji pokok.

Namun PT Asabri melakukan investasi di pasar modal dalam bentuk instrumen saham termasuk saham yang sedang bertumbuh atau dikenal dengan "layer" 2 atau "layer" 3 yaitu saham-saham yang mempunyai risiko tinggi.

Saham-saham berisiko tinggi itu antara lain adalah saham LCGP (PT. Eureka Prima Jakarta Tbk) sejak Oktober 2012, MYRX (PT. Hanson International Tbk) di pasar reguler sejak 4 Oktober 2012 dan SUGI (PT Sugih Energy Tbk).

Dalam perkara ini, dari 9 orang terdakwa sudah ada 8 orang yang divonis penjara.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.