Sukses

Dibayangi Ancaman Resesi Global, John Riady Tetap Yakin Sektor Properti Tetap Prospektif

IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun depan hanya 2,7% dan memperingatkan resesi dunia yang keras jika pembuat kebijakan salah menangani perang melawan inflasi.

Liputan6.com, Jakarta Memasuki pengujung tahun ini, kondisi perekonomian nasional dan global kembali diguncang ancaman resesi yang dipicu imbas pandemi dan kekacauan rantai pasok global akibat perang Ukraina dan Rusia.

Sektor properti sebagai sektor padat karya mempunyai peluang sebagai bantalan krisis tersebut, sepanjang dikawal oleh berbagai kebijakan pendukung pertumbuhan. Melihat kondisi tersebut, Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady mengatakan bahwa antisipasi imbas resesi global terhadap sektor properti harus dicermati secara jeli.

“Sejauh ini perkiraan makro terhadap perekonomian nasional masih jauh lebih baik dibandingkan rata-rata global. Jadi menurut saya, ancaman resesi memang ada. Tetapi dari potensi dan kekuatan struktur ekonomi Indonesia, kita masih bisa lebih baik dan mampu bertahan,” ungkapnya.

Berbagai lembaga dunia, termasuk Dana Moneter International (IMF), memperkirakan perekonomian global akan masuk jurang resesi pada tahun depan. Dampak dari kenaikan suku bunga yang signifikan dalam waktu singkat disertai lonjakan inflasi akan memukul berbagai sektor ekonomi.

IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan global untuk tahun depan hanya 2,7% dan memperingatkan resesi dunia yang keras jika pembuat kebijakan salah menangani perang melawan inflasi.

Sementara pemerintah Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan mengalami revisi, di bawah target yang ditetapkan semula 5,3%. Namun, di sisi lain, dalam menghadapi potensi resesi tersebut, pemerintah dan bank sentral telah menerapkan berbagai strategi.

Mulai dari pengendalian inflasi dari sisi harga pangan, hingga perlahan menaikan suku bunga acuan.Imbas kebijakan itupun akan mempengaruhi pasar seperti terindikasi dari indeks kepercayaan konsumen dan indeks manufaktur yang juga menurun. Persoalan yang sama secara khusus juga bakal dirasakan sektor properti sebagai salah satu pilar perekonomian.

Terkait sektor properti, John mengatakan sektor ini akan tetap memiliki peluang pertumbuhan. Karena dari segi investasi, properti masih jadi aset yang baik ditengah kondisi ekonomi saat ini. Sebagai pemilik konglomerasi properti, dia menilai jika sektor properti bisa diselamatkan maka daya tahan ekonomi nasional bisa lebih kuat.

John menambahkan sejauh ini sektor properti merupakan salah satu sektor penyangga terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), sekitar 13,6%. Selain itu, terdapat ekosistem industri yang sangat besar terkait sektor properti, sedikitnya 175 jenis industri terlibat dalam sektor tersebut.Dengan postur tersebut, sektor properti mampu menggerakkan roda perekonomian dan mejadi andalan pendapatan pajak pusat maupun daerah.

“Karena itu penting bagi kami berupaya mengembangkan dan menyelamatkan sektor properti agar perekonomian nasional tetap tumbuh,” kata John.

John juga merespon positif langkah Bank Indonesia yang memutuskan untuk melanjutkan kebijakan relaksasi rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit/pembiayaan properti maksimal 100%.

Seperti diketahui, mulanya insentif tersebut akan berakhir pada akhir tahun ini, namun Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur BI pada 19-20 Oktober lalu memutuskan untuk memperpanjang hingga akhir 2023.

“Kami tentunya menyambut baik keputusan dari Bank Indonesia untuk melanjutkan kebijakan relaksasi di sektor properti ini. Perpanjangan insentif ini kami yakini akan mendorong penyaluran kredit perbankan kepada dunia usaha, sehingga memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.”

Di sisi lain, John menganggap sektor properti telah menunjukkan daya tahan luar biasa selama pandemi. Daya resilensi yang sama, lanjutnya, akan menjadi modal sektor properti melewati masa krisis.

“Yang jelas, sektor properti akan tetap prospektif. Sebabnya, Indonesia masih memiliki kesenjangan kepemilikan pemukiman, selain itu pertumbuhan kelas menengah yang kuat akan menjamin kesinambungan pertumbuhan permintaan tersebut,” simpul John. 

Dia menilai faktor kelas menengah dan permintaan domestik yang besar inilah sebagai juru selamat bagi perekonomian nasional menghadapi kondisi terpuruknya perekonomian global. “Hal itupun sejalan dengan perkiraan IMF, yang menyinggung kondisi perekonomian Indonesia jauh lebih tahan menghadapi ketidakpastian saat ini,” kata John.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kinerja Lippo Karawaci

John menambahkan PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) berhasil membukukan pra penjualan semester pertama ini sekitar 47,8% dari target tahun 2022 senilai Rp5,2 triliun. Adapun, pencapaian pra penjualan pada semester I 2022 tumbuh sebesar 7% YoY (year on year).

Meski demikian, dia mengungkapkan antisipasi terhadap potensi resesi harus tetap dilakukan pelaku industri. Misalkan, kata John, untuk mengerem penurunan permintaan akibat daya beli yang tergerus, para pelaku sektor properti harus mampu menawarkan produk yang sesuai agar bisa terserap pasar. Tidak hanya itu, John menilai kebijakan dari pemerintah juga penting guna menyangga laju sektor properti.

“Pelemahan daya beli serta meningkatnya cost bisa diakomodir dengan kebijakan yang menstimulus seperti PPN DTP yang terbukti efektif. Sebab kenyataannya, sektor properti yang padat karya ini memiliki permintaan potensial yang masih sangat besar secara domestik,” katanya.

Senada dengan John, Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro sebelumnya menilai Indonesia memiliki berbagai keunggulan untuk bertahan menghadapi ancaman resesi. Menurutnya, kehadiran kelas menengah yang secara demografi juga berusia muda merupakan mayoritas penduduk, telah memperkuat perekonomian nasional melalui konsumsi domestik. Indonesia memiliki cadangan daya beli domestik cukup besar, terlebih lagi pembangunan infrastruktur kian membuat perekonomian semakin terintegrasi.

“Adanya jalan tol lintas Jawa dan Sumatera yang dibangun sebelum pandemi membuat sisi permintaan dan produksi menjadi lebih terintegrasi,” katanya.Faktor-faktor inilah yang menurut Ari membuat Indonesia jauh berbeda dari negara lain, termasuk Vietnam meskipun mempunyai pertumbuhan ekonomi sangat tinggi di kawasan.

“Jadi Indonesia menjadi daerah yang menarik. Kalau ada pabrik perlu kelas menengah pekerja, lalu mereka butuh sekolah, kalau sudah butuh sekolah butuh perumahan, dan kalau butuh perumahan harus ada fasilitas pasar segala macam. Jadi itulah bedanya Indonesia misalnya dengan Vietnam, sebab dari sisi kelas menengah, Indonesia lebih banyak,” tutup Ari. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.